Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PENGADILAN Tata Usaha Negara Jakarta mengabulkan gugatan keluarga korban tragedi Semanggi I dan II pada Rabu, 4 November lalu. Pengadilan memutuskan pernyataan Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin bahwa kasus Semanggi I dan II bukan pelanggaran hak asasi manusia berat merupakan perbuatan melawan hukum. “Mengabulkan gugatan para penggugat seluruhnya,” begitu isi petikan putusan majelis hakim yang dikutip dari situs resmi PTUN Jakarta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pernyataan Sanitiar Burhanuddin disampaikan dalam rapat kerja dengan Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat pada 16 Januari lalu. Hasil penyelidikan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia menyimpulkan tragedi Semanggi I dan II merupakan pelanggaran HAM berat. Orang tua korban peristiwa Semanggi, yaitu Sumarsih, ibunda Bernardinus Realino Norma Irmawan, dan Ho Kim Ngo, ibunda Yun Hap, mengajukan gugatan ke PTUN.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam amar putusannya, majelis hakim yang diketuai Andi Muhammad Ali Rahman dengan anggota Umar Dani dan Syafaat menolak seluruh eksepsi Jaksa Agung. Majelis juga mewajibkan Jaksa Agung membuat pernyataan perihal penanganan dugaan pelanggaran HAM berat Semanggi I dan II di hadapan Komisi Hukum DPR serta menghukum tergugat membayar biaya perkara Rp 285 ribu.
Kejaksaan Agung akan mengajukan permohonan banding. Jaksa Agung Muda Perdata Tata Usaha Negara Ferry Wibisono menyatakan telah menyiapkan memori banding. “Dalam waktu dekat akan kami kirim ke PTUN,” katanya pada Kamis, 5 November lalu. Ferry merasa bahwa putusan hakim keliru.
Pengacara keluarga korban dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Muhammad Isnur, berharap kejaksaan menjalankan putusan tersebut. “Kami berharap Jaksa Agung tak banding dan menerima putusan itu,” ujarnya. Isnur pun meminta Presiden Joko Widodo menegur Sanitiar Burhanuddin.
Tak Tuntas setelah 22 Tahun
KELOMPOK masyarakat sipil dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia terus mendorong penuntasan kasus Semanggi I dan II. Berikut ini perjalanan kedua kasus tersebut.
• 11-13 November 1998
Lima mahasiswa tewas dalam unjuk rasa menentang Orde Baru. Peristiwa ini disebut sebagai tragedi Semanggi I.
• 24-28 September 1999
Mahasiswa Universitas Indonesia, Yun Hap, meninggal dengan luka tembak dalam unjuk rasa di depan Universitas Atma Jaya. Peristiwa ini dikenal sebagai tragedi Semanggi II.
• 30 Juli 2001
Komnas HAM membentuk Komisi Penyelidik Pelanggaran HAM Trisakti, Semanggi I dan II.
• 20 Maret 2002
Komisi Penyelidik menyimpulkan 50 perwira Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian RI diduga terlibat tragedi Semanggi.
• 22 April 2002
Komnas HAM memutuskan menyerahkan laporan akhir Komisi Penyelidik ke Kejaksaan Agung.
• 21 Mei 2002
Jaksa Agung mengembalikan berkas penyelidikan dengan alasan berita acara pemeriksaan hanya berupa transkrip wawancara dan mempertanyakan sumpah jabatan penyelidik.
• 13 Agustus-30 Oktober 2002
Pengembalian berkas kedua, ketiga, dan keempat kalinya dari Jaksa Agung ke Komnas HAM.
• 14 Maret 2004
Jaksa Agung M.A. Rachman dalam rapat di DPR menyatakan bahwa tragedi Semanggi bukan pelanggaran HAM berat tanpa melalui proses penyidikan dan pengadilan HAM.
• 29 Januari 2007
Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh menyatakan di DPR bahwa diperlukan pembentukan pengadilan HAM sebelum menyidik kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi sebelum tahun 2000.
• 16 Januari 2020
Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin mengatakan kasus Semanggi I dan II bukan pelanggaran HAM berat.
Tersangka Baru Kasus PT DI
KOMISI Pemberantasan Korupsi menetapkan tiga tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi di PT Dirgantara Indonesia. Mereka adalah bekas Kepala Divisi Pemasaran dan Penjualan, Arie Wibowo, serta dua bos perusahaan swasta. “Setelah menemukan bukti cukup, KPK meningkatkan status perkara ke penyidikan,” kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata pada Selasa, 3 November lalu.
Ketiga tersangka diduga menerima dana dari hasil pencairan pembayaran kontrak fiktif. Arie disebut menerima Rp 9 miliar dan dua tersangka lain Rp 10 miliar. Pada 2007, dewan direksi PT Dirgantara Indonesia menyepakati penggunaan mitra penjualan untuk memperoleh dana khusus. Dana itu mengalir ke pejabat PT DI. Kerugian negara diperkirakan mencapai Rp 315 miliar.
Sebelumnya, KPK menetapkan tiga tersangka, yakni eks Direktur Utama PT Dirgantara Indonesia, Budi Santoso; bekas Asisten Direktur Utama Bidang Bisnis Pemerintah, Irzal Rinaldi Zaini; dan bekas Direktur Aerostructure Budiman Saleh.
Kegiatan di Balai Besar Pengembangan Latihan Kerja (BBPLK), Bandung, Jawa Barat, S12 oktokber 2020. ANTARA/M Agung Rajasa
Angka Penganggur Naik
BADAN Pusat Statistik mencatat jumlah penganggur periode Agustus 2020 mengalami peningkatan sebanyak 2,67 juta orang dibanding Agustus 2019. Kepala BPS Suhariyanto mengatakan kenaikan itu merupakan dampak pandemi corona. “Karena pandemi, tingkat pengangguran terbuka pada Agustus 2020 mengalami kenaikan 5,23 persen menjadi 7,07 persen dibanding tahun lalu,” ujar Suhariyanto pada Kamis, 5 November lalu.
Pada Agustus 2019, jumlah penganggur di Indonesia sebanyak 7,10 juta atau 5,23 persen dari angkatan kerja. Maka jumlah angkatan kerja di Indonesia yang menganggur menjadi sebesar 9,77 juta orang.
Jumlah penganggur di kota meningkat 2,69 persen, sedangkan di desa hanya 0,79 persen. BPS juga mengumumkan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal ketiga minus 3,49 persen dibanding tahun lalu.
Kesalahan Undang-Undang Cipta Kerja
SEJUMLAH kesalahan kembali muncul dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang ditandatangani Presiden Joko Widodo pada Senin, 2 November lalu. Salah satunya ketiadaan rujukan pada pasal 6. Pasal itu merujuk pada pasal 5 ayat 1 huruf a yang tidak ada dalam undang-undang tersebut.
Kesalahan lain adalah pasal 151 dalam Bab Kawasan Ekonomi yang merujuk pada pasal 141 huruf b. Seharusnya pasal yang dirujuk adalah 149. Pakar hukum tata negara Bivitri Susanti mengatakan kesalahan itu bukan persoalan remeh karena aturan tersebut sudah diteken. “Dampak hukumnya, pasal yang salah tak bisa dilaksanakan,” kata Bivitri.
Menteri Sekretaris Negara Pratikno mengklaim kesalahan itu hanya bersifat teknis administratif. Sebelumnya, berbagai perubahan terus terjadi pada naskah yang telah disahkan di Dewan Perwakilan Rakyat hingga yang dibawa ke Istana. Misalnya jumlah halaman dan pasal-pasal yang dihapus atau muncul tiba-tiba meski telah disahkan.
Anggota TNI Tewas di Intan Jaya
KONTAK senjata kembali terjadi di Intan Jaya, Papua, Jumat, 6 November lalu. Satu anggota Tentara Nasional Indonesia, Prajurit Satu Firdaus, tewas dan satu personel terluka. “Sedang dilaksanakan proses evakuasi korban,” ujar Kepala Penerangan Komando Wilayah Gabungan Pertahanan III Kolonel Czi I Gusti Nyoman Suriastawa.
Menurut Suriastawa, baku tembak terjadi di Kampung Titigi, Distrik Sugapa, Papua. Dua tentara yang tertembak saat itu tengah berpatroli. Pada September lalu, dua anggota TNI juga tewas dalam pertempuran dengan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat.
Peristiwa itu memicu serangkaian konflik lain. Salah satunya penyiksaan Pendeta Yeremia Zanambani hingga tewas pada 19 September lalu. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia menduga pelakunya adalah tentara.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo