Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua umum Partai Persatuan Pembangunan atau PPP Romahurmuziy bercerita soal mahar yang berujung pada radikalisme. Masalah ini, kata pria yang akrab disapa Romi itu, berlaku bagi siapa saja, termasuk orang alim yang paham agama.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Romi kemudian mengisahkan cerita tentang khalifah Ali bin Abi Thalib yang dibunuh oleh seorang penghafal Al Quran Abdurrahman bin Muljam di Masjid Agung Kufah. Selain masalah dendam pembunuhan Ali itu itu menurut Romi disebabkan campur tangan seorang wanita yang menuntut mahar pernikahan berupa nyawa Ali bin Abi Thalib.
“Nama wanita itu Qatham binti Syajnah bin Ali,” kata Romi saat mengisi kuliah umum di UIN Raden Fatah Palembang, Selasa 16 Oktober 2018.
Mahar yang teramat mahal itu diminta oleh Qatham, kata Romi, karena ayah dan saudara laki-laki wanita itu meninggal dalam sebuah perang yang melibatkan Ali bin Abi Thalib.
“Dari sebuah mahar itu, terjadilah kenekatan yang menyebabkan radikalisme sehingga terjadilah pembunuhan kepada Ali bin Abi Thalib,” lanjut Romi.
Namun, ketika ditanya seusai kuliah umum ihwal adakah mahar politik yang tinggi saat ini berkaitan dengan radikalisme, korupsi dan kecurangan lainnya, Romi menjawab kedua hal itu berbeda, namun bisa saja terjadi. “Bisa saja, tapi beda sekali itu,” katanya.
Dia menjawab mahar politik saat ini seringkali disalahmengerti oleh khalayak umum. Dia menegaskan, mahar politik baik kalau digunakan untuk keperluan partai dengan jumlah yang tidak memberatkan. “Yang terpenting itu tidak memberatkan saja,” katanya tegas.