Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Berita Tempo Plus

Kolonel Renta di Ruang Sidang

Sejumlah negara membentuk badan khusus untuk menyelesaikan pelanggaran HAM berat. Dinilai efektif memberi keadilan untuk korban.

22 Januari 2023 | 00.00 WIB

Mantan pejabat perwira polisi Argentina yang dituduh melakukan kejahatan kemanusiaan selama 'Dirty War' Argentina, ditangkap petugas kepolisian Argentian di Buenos Aires, Argentina, 16 Desember 2019. REUTERS/Agustin Marcarian
Perbesar
Mantan pejabat perwira polisi Argentina yang dituduh melakukan kejahatan kemanusiaan selama 'Dirty War' Argentina, ditangkap petugas kepolisian Argentian di Buenos Aires, Argentina, 16 Desember 2019. REUTERS/Agustin Marcarian

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JAUH sebelum Presiden Joko Widodo mengakui 12 kasus pelanggaran hak asasi manusia berat pada 11 Januari lalu, Afrika Selatan sudah mengusut kejahatan serupa 28 tahun silam. Nelson Mandela, pemimpin negara itu, membentuk Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi pada 1995 untuk menyelesaikan pelanggaran HAM berat akibat penerapan politik apartheid.

“Komisi Kebenaran di Afrika Selatan menjadi rujukan penyelesaian kasus pelanggaran hak asasi di berbagai negara,” kata Marzuki Darusman, anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia 1993-1998, saat dihubungi pada Selasa, 17 Januari lalu. Pemerintah Indonesia termasuk yang pernah mempelajari cara kerja Komisi Kebenaran di Afrika Selatan.

Segregasi ras terjadi di Afrika Selatan sejak Partai Nasional berkuasa pada 1948. Selama hampir setengah abad, diskriminasi dan kekerasan menimpa warga non-kulit putih. Komisi Kebenaran dibentuk untuk mencatat pelanggaran HAM berat serta memberikan kompensasi dan rehabilitasi untuk korban yang diduga mencapai puluhan ribu orang.

Baca: Jejak Apartheid di Pulau Maut

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Raymundus Rikang

Menjadi jurnalis Tempo sejak April 2014 dan kini sebagai Redaktur Pelaksana Desk Wawancara dan Investigasi. Bagian dari tim penulis artikel “Hanya Api Semata Api” yang meraih penghargaan Adinegoro 2020. Alumni Universitas Atma Jaya Yogyakarta bidang kajian media dan jurnalisme. Mengikuti International Visitor Leadership Program (IVLP) "Edward R. Murrow Program for Journalists" dari US Department of State pada 2018 di Amerika Serikat untuk belajar soal demokrasi dan kebebasan informasi.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus