Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Sejarawan Respons Jokowi soal Bau Istana: Kolonialisme itu Kebudayaan

JJ Rizal menyatakan warisan kolonial berkaitan dengan kebudayaan. Salah satunya adalah nepotisme.

14 Agustus 2024 | 10.14 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Sejarawan JJ Rizal mendatangi orang tua siswa dan tim kuasa hukum yang menolak penggusuran SDN Pondok Cina 1 di Jalan Margonda, Kecamatan Beji, Depok, Rabu, 3 Januari 2024. TEMPO/Ricky Juliansyah

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Sejarawan J.J. Rizal menanggapi pernyataan Presiden Joko Widodo soal bau kolonial di Istana Jakarta maupun Bogor. Pendiri Penerbit Komunitas Bambu ini menyangkal bahwa hal yang berkaitan dengan kolonial itu hanya berkaitan dengan bangunan saja.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Kolonialisme itu kebudayaan,” kata Rizal melalui pesan singat pada Selasa, 13 Agustus 2024. Lulusan Fakultas Sastra Universitas Indonesia ini mencontohkan, pemerintah kolonial Belanda dan Jepang bisa pergi tetapi budaya korupsi, kolusi, nepotisme, eksploitasi bisa lebih panjang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Rizal menyinggung Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90 Tahun 2023 yang memuat tentang perubahan syarat pencalonan presiden dan wakil presiden Pilpres 2024. Pengubahan aturan ini, memungkinkan Gibran Rakabuming Raka, putra Jokowi untuk maju dalam kontestasi bersama Prabowo Subianto. MK saat itu dipimpin oleh hakim Anwar Usman, ipar dari Jokowi.

“Apa di zaman Jokowi berkuasa budaya warisan kolonial nepotisme lenyap?” kata Rizal. “Zaman Pak Jokowi lebih mudah menemukan rasa kolonial ketimbang harapan kemerdekaan.” 

Istana Kepresidenan dalam berbagai kesempatan membantah intervensi Jokowi pada Mahkamah Konstitusi. Politisasi bansos dan mobilisasi aparatur untuk memenangkan Gibran sempat disinggung dan diperkuat lewat dissenting opinion dari tiga hakim Mahkamah Konstitusi. Kendati demikian Jokowi juga dinyatakan tidak terbukti cawe-cawe.

Jokowi menyinggung bau kolonial saat membandingkan proyek Ibu Kota Nusantara (IKN), Kalimantan Timur, dengan Istana Kepresidenan Jakarta dan Bogor yang dibangun oleh Belanda. Kepala negara mengungkit Istana Negara dan Istana Merdeka pernah dihuni oleh dua kolonialis berbeda, Gubernur Jenderal Hindia Belanda Pieter Gerardus van Overstraten dan Johan Wilhelm van Lansberge. 

Sementara Istana Bogor sempat ditempati oleh Gubernur Jenderal  Gustaaf Willem van Imhoff. “Sudah kita tempati 79 tahun. Ini bau-bau kolonial selalu saya rasakan setiap hari, dibayang-bayangi. Dan sekali lagi, kita ingin menunjukan bahwa kita punya kemampuan untuk juga membangun ibu kota sesuai dengan keinginan kita,” kata Jokowi saat memberi arahan kepada kepala daerah di Istana Garuda IKN pada Selasa, 13 Agustus 2024.

Namun demikian, Jokowi menyadari bahwa pembangunan IKN ini tidak bisa dilakukan dalam waktu cepat. IKN, kata Jokowi, bisa selesai dalam waktu 10 hingga 15 tahun. Pembangunan yang dimulai sejak 2022 baru sekitar 20 persen.

Awal pekan ini, Jokowi mengajak para menteri ke IKN untuk menggelar Sidang Kabinet pertama di IKN. Salah satu poin yang disampaikan Jokowi dalam rapat paripurna tersebut adalah mengenai latar belakang dan prospek proyek Nusantara yang dia gagas.

Pemerintah saat ini fokus mencari investor asing untuk memulai pembangunan IKN tahap selanjutnya. Pembangunan tahap pertama sejak 2022 hingga 2024 digencarkan untuk membangun gedung-gedung pemerintah.

Selama ini pembangunan IKN menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Ini berulang kali mendapat penentangan keras dari pengamat hingga sejumlah elemen sipil.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus