Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Sekolah Vokasi di Daerah Sulit Terkoneksi dengan Industri

Siswa sekolah vokasi di daerah terpaksa magang di luar provinsi asal sekolah dengan biaya sendiri.

4 Mei 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Sekolah vokasi di kota-kota besar sangat leluasa menjalin kerja sama dengan industri.

  • Sekolah vokasi di daerah sulit bekerja sama dengan industri karena keberadaan perusahaan di wilayahnya sangat terbatas.

  • Siswa sekolah vokasi di daerah terpaksa magang di luar provinsi asal sekolah dengan biaya sendiri.

JAKARTA – Nasib berbeda dialami sekolah vokasi yang berada di kota-kota besar dengan di daerah dalam menjalin kerja sama dengan industri. Sekolah vokasi di kota cenderung lebih mudah bekerja sama dengan dunia industri dibanding di daerah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Misalnya Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 57 Jakarta yang sudah menjalin link and match dengan dunia industri sejak tahun ajaran 2018/2019. Mereka memiliki dua kelas yang bekerja sama dengan industri, yaitu kelas industri yang bekerja sama MGM Horison Group—perusahaan yang bergerak di bidang perhotelan—dan Union Group, yang bergerak di bidang kuliner.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kepala SMKN 57 Jakarta, Eni Suyanti, mengatakan bentuk kerja sama itu berupa sinkronisasi kurikulum, pemagangan guru-guru ke industri agar mendapatkan ilmu terbaru, pembukaan kelas industri, serta industri mengatur pengiriman siswa dalam melakukan praktik kerja lapangan.

Kelas industri tersebut berbeda dengan kelas reguler. Sekolah menyeleksi lebih dulu siswa yang masuk kelas industri. “Misalnya kelas dengan Union Group. Siswa diminta membuat satu masakan dari bahan yang ada di rumah, yang mau dilihat cara memasaknya sudah benar atau belum,” kata Eti, kemarin.

SMKN 57 Jakarta memiliki lima program unggulan, yaitu Usaha Perjalanan Wisata, Perhotelan, Tata Boga, Seni Tari, dan Seni Karawitan. Sekolah ini juga menjalin kerja sama dengan 14 hotel mewah di Jakarta, tiga perusahaan travel ternama, serta Museum Sejarah Jakarta.

Mereka juga bekerja sama dengan sejumlah alumninya yang sudah mampu mendirikan usaha sendiri serta alumni yang menjabat general manager di tempat kerjanya. Mereka dijadikan guru tamu untuk memotivasi siswa.

“Kami susun jadwal. Ada waktu alumnus masuk dan mengajar. Ini berlaku sebelum pandemi,” ujar Eti.

Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Wikan Sakarinto. Dok. Kemendikbudristek

Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Wikan Sakarinto, mengatakan Kementerian sedang membuat kurikulum SMK yang disusun bersama dengan industri. Namun program itu baru diterapkan bagi sekolah vokasi di Jakarta, Bandung, Bali, Batam, dan Surabaya. Sekolah vokasi di lima daerah tersebut dianggap sudah bisa menjalankan program link and match dengan baik.

“Kurikulum disinkronkan dan disusun dengan industri,” kata Wikan, Ahad lalu.

Senada dengan SMKN 57 Jakarta, SMK Negeri 14 Bandung juga menjalin kerja sama dengan pihak industri. Kepala SMKN 14 Bandung, Asep Tapip, mengatakan jurusan favorit di sekolahnya adalah Desain Komunikasi Visual dan Multimedia. Kurikulum dan pengajaran di sekolah ini sudah mengikuti kebutuhan industri.

Asep menjelaskan, kemitraan antara SMKN 14 dan pihak swasta sudah diterapkan sejak dulu. Kerja sama itu diawali dengan penandatanganan nota kesepahaman (Mou) antara sekolah dan perusahaan terkait dengan pendidikan dan hasilnya, serta program guru magang di perusahaan.

“Sekarang pejabat baru pakai istilah baru seperti perkawinan yang menghasilkan. Intinya, kami sudah lama melakukan kerja sama itu,” kata Asep.

Ia mengatakan banyak keuntungan dari kerja sama dengan industri. Misalnya, siswa dapat belajar dengan peralatan dan barang yang sama seperti di perusahaan. Tapi kekurangannya, siswa hanya mengenal produk tertentu. Kerja sama ini tidak disertai jaminan bahwa siswa SMK akan mendapat kesempatan bekerja di perusahaan mitra setelah lulus.

Menurut Asep, MoU antara sekolah dan perusahaan penting untuk menjamin kemampuan siswa sesuai dengan kebutuhan dunia kerja. “Kalau bekerja soal nasib, soal takdir. Kalau ada yang kosong, bisa. Kalau enggak ada, cari ke tempat lain,” ujarnya.

Ia menambahkan, SMKN 14 Bandung sudah bekerja sama dengan sejumlah industri, seperti Cimahi Creative Association, Kumata Studio, Kebon Studio Animasi Yogyakarta, Nawarna Studio Animasi dan Nusa Edu, PT LEN, Telkom University, Humas Pemerintah Provinsi Jawa Barat, Radio Dahlia, dan Radio Paramuda di Bandung.

Siswa SMK Pariwisata mengikuti Uji Kompetensi Sertifikasi serta Uji Kompetensi Keahlian (UKK) di Badung, Bali, 5 April 2021. ANTARA/Fikri Yusuf

Kondisi serupa dialami pendidikan vokasional di Bali. Mereka juga leluasa menjalin kerja sama dengan industri. Direktur Politeknik Pariwisata Bali, Ida Bagus Putu Puja, mengatakan pihaknya bekerja sama dengan alumnus yang telah bekerja, bahkan ada yang sampai menjadi dosen untuk menyesuaikan lulusannya dengan industri.

Pihak kampus juga menjalin kerja sama dengan beberapa asosiasi di bidang pariwisata, seperti Indonesia Pastry Alliance (IPA) dan Indonesian Chef Association (ICA). “Kami juga ada MoU dengan Pemerintah Kabupaten Badung dan homestay di Ubud,” kata dia.

Ia mengatakan mahasiswa Politeknik Pariwisata Bali ada yang praktik langsung dengan menginap di homestay. Selain belajar, mereka membantu pemilik homestay.

Kondisi berbeda terjadi pada sekolah vokasi di Ende, Nusa Tenggara Timur. Guru SMK Negeri 7 Ende, Wilfridus Kado, mengatakan sekolahnya belum menjalin kesepakatan dengan industri hingga saat ini. Maka kegiatan praktik kerja lapangan siswa SMKN 7 Ende terpaksa dilakukan di luar Nusa Tenggara Timur, seperti di Bali; Malang, Jawa Timur; dan Bandung, Jawa Barat. Risikonya, siswa menanggung sendiri biaya magang tersebut.

“Kalau siswa perhotelan magang ke Bali, lalu siswa pertanian ke Malang dan Bandung,” kata Ketua Ikatan Guru Vokasi Indonesia Maju Nusa Tenggara Timur ini.

Ia mengatakan jumlah industri di Nusa Tenggara Timur sangat terbatas, sehingga sekolahnya sulit menjalin kerja sama dengan dunia usaha. Kendala lain, kompetensi guru SMKN 7 Ende belum ditingkatkan dalam lima tahun terakhir.

“Kami berharap bisa ada link and match dengan industri. Bisa juga ada kegiatan yang meningkatkan pengetahuan para guru,” ujarnya.

ANWAR SISWADI (BANDUNG) | MADE ARGAWA (BALI) | JOHN SEO (KUPANG) | DIKO OKTARA
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus