Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Penulis buku Ahmad Bahar meluncurkan bukunya berjudul Gibran The Next President di Kota Solo, Jawa Tengah, Jumat, 14 Juni 2024. Buku yang mencatut nama Wakil Presiden terpilih tersebut sontak menjadi perhatian publik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebelumnya ia juga sudah pernah menulis karya tentang anak Jokowi itu ketika ia belum menjadi Wali Kota Solo dengan judul Menang Ora Opo-Opo, Kalah Ya Wis.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ahmad Bahar, mengatakan tujuan utama pembuatan buku ini untuk mencerdaskan masyarakat ditengah banyaknya berita-berita hoax, korban termakan hoax, termasuk berita-berita tentang Gibran banyak yang miring.
“Saya bukan pendukung dia (Gibran), tidak kenal dia sebelumnya, hanya tau bahwa dia merupakan anak dari seorang Presiden. Olehkarena itu saya menulisnya menjadi seorang tokoh yang layak dibicarakan tapi bagian dari peristiwa budaya bukan peristiwa politik,” ujarnya, di Kendari.
Penulis buku Ahmad Bahar meluncurkan bukunya yang berjudul Gibran The Next President di Kota Solo, Jawa Tengah, pada, Jumat (14/6).
Ahmad Bahar telah meluncurkan buku Menang Ora Opo-opo Kalah Yo Wis di Kendari pada Senin 12 Oktober 2020. Saat itu Gibran dikabarkan akan maju dalam Pilkada Solo.
Buku tersebut dirampungkan Ahmad dalam waktu yang cukup singkat yakni dalam 10 hari dengan menggunakan 2 bahas, yakni Bahasa Jawa dan Bahasa Indonesia. Buku setebal 150 halaman tersebut terdiri data 6 bab yang mengupas tentang pencalonan Gibran sebagai milenial, budaya pencalonan dalam konteks polotik di Jawa, dan biografi tentang Gibran serta latar belakang karier dan pendidikannya.
“Bukunya ini terdiri dari 150 halaman dan 6 sub bab,” ungkap Ahmad Bahar, Senin 12 Oktober 2024.
Lebih lanjut, Bahar menjelaskan, bahwa Gibran menjadi sosok yang menarik untuk ia bahas karena alasan kebudayaan. Dalam kebudayaan Jawa banyak istilah-istilah yang sesuai judul buku ini misalnya ‘Menang Ora Opo-opo Kalah Yo Uwis’, artinya andaikan Gibran menang tidak apa-apa, tidak ada hukum yang dilanggar hanya barangakali ada adat-istiadat yang tidak sopan.
Kemudian, Ahmad juga menceritakan bahwa dalam bukunya tersebut ia mengisahkan tentang pencalonan Gibran dalam peritiwa budaya sebagai fenomeman baru. ‘Uwis Wayaye’ artinya kalau Gibran muncul mungkin sudah waktunya anak muda tampil dimuka (sebagai calon), tapi masalahnya kenapa harus anak muda yang anak dari Jokowi.
Sementara itu Ahmad melanjutkan bukunya juga ada membahas soal istilah dalam istilah Jawa, yaitu tentang bagaimana menang tanpa merasa orang lain kalah.
“Dibuku ini kita juga bahas itu, ini sangat cerdas sekali, partai sudah bisa dibeli semua, lawannya dari calon Independent, inikan luar biasa. Terkait inikan sudah rame dibahas bahwa akan lawan boneka, itu menurut orang, itukan berita, kalau dari kata saya mau lawan bonekan pun tidak ada masalah, mau dengan kotak kosong pun tidak masalah,” ujarnya.
Di bagian penutup bab buku ini barulah Ahmad membahas mengenai latar belakang Gibran sebagai seorang pengusaha atau sebagai pedagang, penjual martabak, dan lebih pada sebagai calon pemimpin muda.
“Saya kira wajar mencalonkan diri, selama memiliki modal, tapi yang terpenting intinya tidak melanggar budaya. Tapi soal biografi ini tidak terlalu banyak kita bahas, hanya berkisah tentang karier dia, bukan soal percintaan dia, lebih kepada calon pemimpin muda,” pungkasnya.
Dalam perampungan buku ini, Ia mengaku juga dibantu oleh beberapa tokoh yang ikut menyumbangkan tulisannya, di antaranya seperti Abrinu Salam salah satu Doktor di Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Gajah Mada (UGM), Dr Purwati ahli Budaya Jawa lulusan Fakultas Filsafat UGM saat ini menjabat sebagai salah satu dosen di Universitas Negeri Jogjakarta.
“Mereka itu semua ikut menjadi penggagas buku ini, dan ada lagi yang lain,” cetusnya.
Buku Gibran The Next President ini sontak mencuri perhatian publik. Pasalnya menurut Ahmad banyak yang mengira- ngira buku bermuatan politik. Ia dengan tegas menjawab prasangka tersebut bahwa sa seperti buku Gibran yang ia tulis sebelumnya tidak ada kaitannya dengan politik, justru bukannya membahas tentang Gibran berkaitan dengan budaya Jawa.
TIARA JUWITA |SEPTHIA RIYANTHIE