Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SPANDUK putih besar itu ditulisi dengan cat merah menyala, ”Lawan kriminalisasi informasi, semut versus gajah”. Di sebelahnya dilukis seekor gajah dengan ekspresi histeris akibat digigit semut di belalai dan kupingnya. Sejak awal pekan lalu, spanduk provokatif itu dipasang di ruang depan sekretariat Benteng Demokrasi Rakyat (Bendera), Jalan Diponegoro 58, Jakarta Pusat.
Mustar Bonaventura, koordinator Bendera, menjelaskan spanduk itu dibuat sendiri oleh rekan-rekannya untuk dekorasi konferensi pers mereka, Rabu pekan lalu. ”Kami tulisi sendiri malam-malam,” katanya. Mereka, kata Mustar, merasa bagaikan semut yang mencoba melawan gajah. ”Kami bukan siapa-siapa, tapi kok harus berhadapan dengan lingkaran kekuasaan,” katanya.
Bendera memang tengah jadi berita. Akhir November lalu, mereka merilis kabar menghebohkan tentang aliran dana Century. Mengaku mendapat data sahih yang bisa dipercaya, Mustar dan rekannya, Ferdi Semaun, dengan lantang menuding sejumlah pejabat menerima dana talangan Lembaga Penjamin Simpanan untuk Century.
Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Djoko Suyanto, Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa, Menteri Negara Pemuda dan Olahraga Andi Mallarangeng, serta dua adiknya: Rizal dan Zulkarnain Mallarangeng, dituduh masing-masing menerima Rp 10 miliar. Ada juga nama pengusaha Hartati Murdaya yang disebut menerima Rp 100 miliar. Komisi Pemilihan Umum, Lembaga Survei Indonesia, Partai Demokrat, dan konsultan politik Fox Indonesia juga, menurut data Bendera, kecipratan ratusan miliar.
”Tim kami di lapangan masih terus bergerak,” kata aktivis Bendera, Adian Napitupulu. ”Pekan ini kami akan mengumumkan nama dua menteri dan tiga pengusaha yang juga menerima dana Century,” katanya garang. ”Selama tidak ada data pembanding dari lembaga resmi, data kamilah yang benar,” ujar Adian.
Pengumuman Bendera membuat orang-orang di sekeliling SBY tak nyaman. Pekan lalu, berombongan dan sendiri-sendiri, mereka mengadukan Mus tar dan Ferdi ke Polda Metro Jaya dengan sangkaan pencemaran nama baik. Pada Rabu pagi pekan lalu, Djoko, Hatta, dan trio Mallarangeng yang mengadu. Besoknya, giliran Hartati Murdaya.
”Bahaya sekali menuding orang tanpa bukti seperti itu,” kata pemimpin Fox Indonesia, Zulkarnain Mallarangeng, ketika ditemui di kantornya, akhir pekan lalu. Choel—begitu dia biasa disapa—menilai suasana politik saat ini sedang sensitif. ”Kalau waktu kampanye, silakan tonjok kanan-kiri. Tapi ini kan sudah selesai pemilu? Timing mereka tidak pas,” katanya.
PERTEMUAN itu berlangsung di kediaman Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Cikeas, Bogor, Jawa Barat, Senin malam pekan lalu. Sebagian orang yang dituding Bendera sebagai penerima fulus Century hadir di sana. Di hadapan SBY, mereka sempat diminta menjelaskan benar-tidaknya tuduhan itu. ”Rapatnya sampai pukul 1 dini hari,” kata sumber Tempo.
Choel Mallarangeng yang hadir malam itu membenarkan ada pertemuan dengan Presiden. Namun dia membantah kaitan rapat itu dengan tuduhan Bendera. ”Kami membahas soal lain,” katanya. Baru saat rapat usai, Choel sempat bercakap-cakap ringan dengan para ”tertuduh” lain: Djoko, Hatta, dan dua kakaknya. ”Semua akhirnya sepakat mengadu ke polisi, keesokan harinya,” kata Choel.
Sejak siang, ketika pertama kali menerima kabar tentang tudingan Bendera, Choel sudah sibuk kontak kanan-kiri. Dia juga mengumpulkan rekaman video dan suara, serta kliping media cetak dan media online yang memuat rilis Bendera. ”Dengan BlackBerry, saya kirim ke semua yang namanya mereka sebut,” katanya.
Putra bungsu Yudhoyono, Edhie Baskoro, baru dihubungi Senin malam di Cikeas. ”Dia malah baru tahu ada tuduhan dari Bendera ketika saya beri tahu,” kata Choel. Ketika dikabari soal rencana mengadukan kasus ini ke polisi, Edhie langsung setuju. ”Tapi kami mengadu ke polisi sebagai individu, bukan sebagai tim sukses SBY,” kata Choel.
Sumber Tempo yang dekat dengan Istana mengakui ada nuansa politis dari langkah hukum figur-figur penting di ring satu SBY ini. Mereka sebenarnya curiga ada motif lain di balik rilis Bendera. Untuk menetralkan dampak pengumuman Bendera pada persepsi publik, mereka memutuskan melapor ke polisi. Namun ini dibantah Choel. ”Kami tidak mau menduga-duga, nanti kami malah jadi sama saja dengan mereka,” katanya.
Kecurigaan mereka terkait dengan latar belakang Bendera. Pentolannya, Adian dan Mustar, adalah eks calon legislator dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dalam pemilihan umum lalu. ”Tapi terus kenapa?” kata Mustar menantang. Dia membantah Bendera ”dipesan” untuk merilis daftar penerima dana Century. ”Tidak ada koordinasi dengan Merah,” kata Adian. ”Merah” adalah istilah para aktivis itu untuk menyebut PDIP.
Bendera, menurut Adian, didirikan enam bulan lalu sebagai gerakan masyarakat sipil untuk nasionalisme dan demokrasi. Gerakan pertama mereka saat itu adalah menggulirkan gerakan ”Ganyang Malaysia”. ”Kami bukan organisasi sayap PDIP,” ujarnya menegaskan.
Ketika dimintai konfirmasi, politikus senior PDIP, Panda Nababan, juga mengaku tidak terkait dengan aksi Bendera. ”Saya belum pernah bertemu dengan mereka soal skandal Century, apalagi mengetahui gerakan mereka,” kata Panda. Ia mengaku tak dekat dengan Adian dan Mustar, dua bekas calon legislator PDIP. ”Tanya saja mereka, apa kenal dengan saya.”
KEGALAUAN SBY tentang motif politik di balik hiruk-pikuk kasus Century akhirnya muncul ke publik, akhir pekan lalu. Pada saat membuka Sidang Kabinet Paripurna, Jumat siang pekan lalu, Yudhoyono merilis pernyataan bernada peringatan. Menurut dia, ada informasi, dalam peringatan Hari Antikorupsi Sedunia, 9 Desember ini, akan muncul gerakan sosial. ”Mungkin saja nanti akan muncul tokoh-tokoh yang selama lima tahun lalu tidak pernah saya lihat kegigihannya dalam memberantas korupsi,” katanya.
Koalisi Masyarakat Sipil Anti-Korupsi, yang merencanakan aksi demonstrasi besar pekan ini, langsung merasa ditohok. ”Kalau SBY tidak minta maaf, kami akan mengambil tindakan hukum,” kata ketua koalisi, aktivis Fadjroel Rachman.
Menurut Fadjroel, koalisi tersebut memang merencanakan peringatan Hari Antikorupsi Sedunia pekan ini. Selain tokoh nasional dan tokoh organisasi agama dari Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, ”Akan ada sekitar 100 ribu orang yang hadir,” katanya.
Aktivis koalisi lain, Johan Silalahi, menjamin gerakan mereka murni untuk penegakan hukum dan pemberantasan korupsi. ”Kami yakin tidak disusupi pihak yang punya agenda lain,” katanya. Meski sempat aktif sebagai tim sukses Jusuf Kalla dalam pemilihan presiden lalu, Johan menegaskan posisinya kali ini berbeda. ”Kami tidak mengincar pemakzulan presiden,” katanya.
Juru bicara kepresidenan, Julian Pasha, menjelaskan, pernyataan Presiden tidak ditujukan ke siapa pun. ”Ini sekadar agar semua waspada,” katanya pekan lalu. ”Gerakan yang murni bisa saja dibelokkan untuk kepentingan politik,” katanya.
Wahyu Dhyatmika, Oktamandjaya Wiguna
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo