Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai termohon menyatakan menolak permohonan Farouk Muhammad ke Mahkamah Konstitusi, terkait tuntutannya untuk menggugurkan calon anggota DPD RI daerah pemilihan Nusa Tenggara Barat, Evi Apita Maya dan Lalu Suhaimi Ismy. Menurut KPU dalil pemohon merupakan pelanggaran administrasi yang menjadi kewenangan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
“Seharusnya sejak awal pemohon tidak membubuhkan tanda tangan persetujuan pada desain surat suara dan sebagaimana semestinya pemohon haruslah mengajukan laporan terebih dahulu kepada Badan Pengawas Pemilu,” kata kuasa hukum KPU, Rio Rachmat Effendi, dalam persidangan di MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Kamis 18 Juli 2019.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Menurut KPU, kewenangan Bawaslu terkait hal ini diatur dalam Pasal 93 huruf (b) juncto Pasal 94 ayat (1), (2) dan (3) juncto Pasal 95 Undang-Undang Pemilu.
Menurut hasil penelusuran KPU, pemohon tidak pernah melaporkan pelanggaran administrasi dan proses pemilu kepada Bawaslu, baik melaporkan Evi maupun Suhaimi. Berdasarkan hal tersebut, KPU meminta majelis hakim untuk menolak permohonan pemohon atau setidak-tidaknya tidak dapat diterima karena permohonan tidak beralasan secara hukum.
Dalam petitum KPU meminta agar majelis hakim menyatakan keputusan KPU benar. “Menyatakan benar Keputusan Komisi Pemilihan Umum Nomor 987/PL. 01.8-Kpt/06/KPU/V/2019 tentang Penetapan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/ Kota sexara Nasional dalam Pemilihan Umum tahun 2019,” tutur Rio.
Sebelumnya Farouk menuding Evi mendapatkan suara terbanyak yakni 283.932 karena foto yang dipasangnya di alat peraga kampanye atau spanduk tersebut. Menurut dia, pemilih banyak memilih Evi, semata-mata karena citra dalam foto tersebut.
Farouk juga menuding Evi telah memajang foto dengan membubuhkan logo DPD RI pada spanduk. Padahal, kata dia, Evi belum pernah tercatat sebagai anggota DPD RI sebelumnya.
“Dengan demikian atas perbuat calon nomor urut 26 atas nama Evi Apita Maya telah nyata mengelabuhi dan menjual lambang negara untuk simpati rakyat NTB,” kata kuasa hukum Farouk, Happy Hayati Helmy, dalam sidang pendahuluan di MK, Jalan Merdeka Barat, Jakarta, Jumat 12 Juli 2019.