SELAMA 11 tahun ini boleh dibilang tak terdengar ada pekerja
asing di Indonesia yang jadi korban penembakan gerombolan di
hutan. Tapi berita yang terbit di Straits Times Desember lalu
bisa membuat para kontraktor asing di sini merasa was-was juga.
Ditulis olehPaulWee,koranresmi Singapura itu memberitakan 2
warga AS telah ditembak oleh kaum perusuh (Indonesian rebels)
ketika sedang bekerja di lapangangaslanlA n,cell Utara.
Kejadian pada 29 Nopember lalu itu hanya terpisah 6 km dari kota
Lhok Sukon, di kawasan kabupaten Banda Aceh, sekitar 500 km dari
Medan. Seorang warga Korea Selatan Kim Yoo Hock, luput dari
tembakan karena senjata tua yang diarahkan ke benaknya tak
meletup.
Tapi George Pernicone, 53, warga AS yang berumah di Jl. Merdeka,
Medan, tewas ditembak. Alrnarhum adalah asisten pengawas dari
kontraktor AS Be,htel Incorporation. Sedang rekannya Donald
Strayer, 22, meski tertembak berhasil menyelamatkan diri setelah
lari bersembunyi di semak-semak. Mayat Pernicone dikabarkan
sudah dibawa ke AS untuk dikebumikan di sana. Strayer, setelah
diberi pertolongan di RSU Medan, esoknya diterbangkan ke
Singapura. Berangsur sembuh, menurut, Straits Tunes Strayer tak
mau kembali ke Lhok Sukon, tapi ingin melamar kerja di sebuah
hotel di Singapura.
Mengutip sumbernya dari seorang pegawai sebuah perusahaan
raksasa Amerika yang lagi berlibur di Singapura, koran itu
rr.enyebutkan ada sekitar 8 sarnpai 10 perusuh. Mereka semuanya
menyandang senjata tua dan kuno pula. Juga ditemukan setumpuk
pamflet yang menyatakan kaum perusuh itu adalah anggota Aceh
Merdeka (National Liberation Front of Aceh Sumatra).
Mungkin sumber itu adalah Strayer sendiri. Selain ceritanya
cukup mendetil bagaikan menyaksikan peristiwa itu, sumber
tersebut juga menjelaskan kaum perusuh itu berpakaian seragam
tentara. Juga disebutkan sepasukan tentara dari Jakuta telah
tiba di tempat kejadian, dan telah menahan dua penduduk yang
disangka terlibat.
Minta Sumbangan
Koran-koran di Medan sebelumnya juga telah memberitahukan
kejadian itu, meski tak sepanjang yang terbit di Singapura.
Koran Waspada 1 Desember lalu memuat berita kecil di halaman
pertama menyebutkan seorang tertembak di Lhok Seumawe. Sedang 3
Desember lalu, sehari setelah Pangkowilhan I Mayjen G.H. Mantik
mengadakan jumpa pers dengan wartawan di Medan, koran Analisa
memuat berita kecil tentang warga AS yang tewas akibat
kecelakaan, tanpa ada perincian lain apa sebabnya. Tak
heran-kalau berita dari Singapura yang kemudian dikutip agak
lengkap oleh koran Sinar Harapan di Jakarta membuat beherapa
pemimpin redaksi di Medan berkomentar: Ditutup di sini, muncul
di sana.
Menurut Laksusda Aceh - yang kemudian dipertegas oleh Puspen
Hankam - peristiwa di Lhok Sukon itu dilakukan skelompok kecil
perampok yang bersenjata senapan tua dan parang. Sebuah sumber
TEMPO di Medan, memastikan senjata tua itu adalah jenis LE (Lee
Enfield zaman PD Il) dan pistol yang tak lagi baru. Sumber
tersebut juga menerangkan, jauh sebelum tda peristiwa ponembakan
itu, selalu ada orang yang datang ke maskapai Mobil Oil, salah
satu kontraktor proyek LNG di Arun itu. Mereka datang minta
sumbangan, katanya.
Pihak Mobil oil kabarnya sering pula meladeni. Mengutip
orang-orang yang pernah datang meminta sumbangan uang itu,
sebuah sumber di Mobil oil menceritakan orang-orang yang tak
dikenal itu ada berkata: Proyek ini kan di Aceh. Mengapa uang
hasil gas itu mesti ke Jakarta saja, ini kan tak adil.
Kalau benar begitu, peristiwa di Lhok Sukon itu, seperti kata
seorang pejabat penting di Banda Aceh, perlu diselidiki dengan
kepala dingin. Isyu Aceh Merdeka seperti ditemukan dalam pamflet
yang berserakan di tempat kejadian itu, menurut pejabat
tersebut, bukan mustahil merupakan ulah dari segelintir oknum
yang tidak puas, yang ingin adu domba.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini