Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Senjata Tua Meletus Di Arun

Penembakan terhadap 2 warga amerika yang sedang bekerja di lapangan gas alam cair, arun, aceh utara, dilakukan kaum perusuh anggota "aceh merdeka" dengan menggunakan senjata tua. satu diantaranya meninggal.

17 Desember 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SELAMA 11 tahun ini boleh dibilang tak terdengar ada pekerja asing di Indonesia yang jadi korban penembakan gerombolan di hutan. Tapi berita yang terbit di Straits Times Desember lalu bisa membuat para kontraktor asing di sini merasa was-was juga. Ditulis olehPaulWee,koranresmi Singapura itu memberitakan 2 warga AS telah ditembak oleh kaum perusuh (Indonesian rebels) ketika sedang bekerja di lapangangaslanlA n,cell Utara. Kejadian pada 29 Nopember lalu itu hanya terpisah 6 km dari kota Lhok Sukon, di kawasan kabupaten Banda Aceh, sekitar 500 km dari Medan. Seorang warga Korea Selatan Kim Yoo Hock, luput dari tembakan karena senjata tua yang diarahkan ke benaknya tak meletup. Tapi George Pernicone, 53, warga AS yang berumah di Jl. Merdeka, Medan, tewas ditembak. Alrnarhum adalah asisten pengawas dari kontraktor AS Be,htel Incorporation. Sedang rekannya Donald Strayer, 22, meski tertembak berhasil menyelamatkan diri setelah lari bersembunyi di semak-semak. Mayat Pernicone dikabarkan sudah dibawa ke AS untuk dikebumikan di sana. Strayer, setelah diberi pertolongan di RSU Medan, esoknya diterbangkan ke Singapura. Berangsur sembuh, menurut, Straits Tunes Strayer tak mau kembali ke Lhok Sukon, tapi ingin melamar kerja di sebuah hotel di Singapura. Mengutip sumbernya dari seorang pegawai sebuah perusahaan raksasa Amerika yang lagi berlibur di Singapura, koran itu rr.enyebutkan ada sekitar 8 sarnpai 10 perusuh. Mereka semuanya menyandang senjata tua dan kuno pula. Juga ditemukan setumpuk pamflet yang menyatakan kaum perusuh itu adalah anggota Aceh Merdeka (National Liberation Front of Aceh Sumatra). Mungkin sumber itu adalah Strayer sendiri. Selain ceritanya cukup mendetil bagaikan menyaksikan peristiwa itu, sumber tersebut juga menjelaskan kaum perusuh itu berpakaian seragam tentara. Juga disebutkan sepasukan tentara dari Jakuta telah tiba di tempat kejadian, dan telah menahan dua penduduk yang disangka terlibat. Minta Sumbangan Koran-koran di Medan sebelumnya juga telah memberitahukan kejadian itu, meski tak sepanjang yang terbit di Singapura. Koran Waspada 1 Desember lalu memuat berita kecil di halaman pertama menyebutkan seorang tertembak di Lhok Seumawe. Sedang 3 Desember lalu, sehari setelah Pangkowilhan I Mayjen G.H. Mantik mengadakan jumpa pers dengan wartawan di Medan, koran Analisa memuat berita kecil tentang warga AS yang tewas akibat kecelakaan, tanpa ada perincian lain apa sebabnya. Tak heran-kalau berita dari Singapura yang kemudian dikutip agak lengkap oleh koran Sinar Harapan di Jakarta membuat beherapa pemimpin redaksi di Medan berkomentar: Ditutup di sini, muncul di sana. Menurut Laksusda Aceh - yang kemudian dipertegas oleh Puspen Hankam - peristiwa di Lhok Sukon itu dilakukan skelompok kecil perampok yang bersenjata senapan tua dan parang. Sebuah sumber TEMPO di Medan, memastikan senjata tua itu adalah jenis LE (Lee Enfield zaman PD Il) dan pistol yang tak lagi baru. Sumber tersebut juga menerangkan, jauh sebelum tda peristiwa ponembakan itu, selalu ada orang yang datang ke maskapai Mobil Oil, salah satu kontraktor proyek LNG di Arun itu. Mereka datang minta sumbangan, katanya. Pihak Mobil oil kabarnya sering pula meladeni. Mengutip orang-orang yang pernah datang meminta sumbangan uang itu, sebuah sumber di Mobil oil menceritakan orang-orang yang tak dikenal itu ada berkata: Proyek ini kan di Aceh. Mengapa uang hasil gas itu mesti ke Jakarta saja, ini kan tak adil. Kalau benar begitu, peristiwa di Lhok Sukon itu, seperti kata seorang pejabat penting di Banda Aceh, perlu diselidiki dengan kepala dingin. Isyu Aceh Merdeka seperti ditemukan dalam pamflet yang berserakan di tempat kejadian itu, menurut pejabat tersebut, bukan mustahil merupakan ulah dari segelintir oknum yang tidak puas, yang ingin adu domba.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus