SATU-SATUNYA media massa yang paling sedikit memberitakan geger
PDI adalah Antara. Kantor berita ini hanya dua kali menulis
dalam buletinnya. Yang pertama edisi 25 Nopember, ketika Achmad
Sukarmadidjaja mengumumkan perombakan. Mengapa? Kami tidak
memihak, kata Chudhori, pemimpin redaksinya. Antara akan
memberitakan lagi kalau semuanya sudah beres, tambahnya.
Maka ketika Berita Yudha 5 Desember turun dengan berita utama
berjudul Sanusi Dulu Tolak Fusi, Antara pun protes -- via
telepon. Sebab Yudha menyebut Antara sebagai sumber. Toh Antara
tak mungkin terus-terusan protes misalnya ke alamat TV-RI, sebab
media yang satu ini memang tak menyebutkan sumber beritanya.
Meskipun, kepada Widi Yarmanto dari TEMPO, Ishadi. Kepala Seksi
Reportase & Penerangan TV-RI mengaku mengambil berita dari
Antara karena Antaralah suara pemerintah.
Baru setelah tahu bahwa Antara menutup pintu bagi berita-berita
perpecahan PDI, Ishadi tampaknya kaget juga. Belakangan ia
meralat ucapannya. Bukan dari Antara, tapi dari RRI dan edaran
pers. Saya minta maaf, katanya. Tapi bagaimana dengan sebutan
apa yang dinamakan untuk DPP hasil kongres pimpinan Sanusi
jawab Ishadi dengan nada rendah. Yah, tentang itu sudah ada
teguran kepada redaksi.
Toh Ishadi masih berusaha menampilkan alasan lain. Katanya,
edaran pers itu diterima dalam keadaan mepet waktunya. Datang
jam 6.30. harus disiarkan jam 7.30. Dan tidak seperti koran,
kami tak bisa meralat.
Lain dari koran seperti Kompas atau Sinar Harapan yang
mengesankan kecenderungan miring pada DPP hasil kongres pimpinan
Sanusi, atau Yudha yang jelas berpihak pada DPP hasil
perombakan pimpinan Isnaeni, harian Angkatan Bersenjata dan
Suara Karya tampaknya ingin menunjukkan sikap netral. AB
selalu menulis: "DPP Pol hasil reshuffle," "DPP PDI baru." "DPP
PDI yang di-reshuffle." Sedang Suara Karya. "DPP PDI
Isnaeni-Sunawar," "DPP PDI reshulfle, "DPP PDI Sanusi-Usep,"
"DPP PDI kongres" atau "DPP Pol lama."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini