Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Marginalia

Kebebasan itu mencemaskan

Ada alasan untuk cemas bahwa kebebasan bisa begitu abstrak dan luas. kebebasan memang mengandung hal-hal yang mencemaskan. justru karena itu ia memikat banyak orang. kemerdekaan adalah semacam sensasi.

17 Desember 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ADA sebuah kata Sepanyol yang sangat menakutkan, comprachicos. Pengarang Perancis Victor Hugo pernah bercerita tentang ini. "Para pembeli anak-anak" itu membayar dengan harga tertentu bocah-bocah kecil untuk kemudian dijual lagi --setelah tubuh mereka dibikin ganjil. Dalam kisah Hugo itu, ada comprachicos yang membeli seorang anak kecil lalu menaruhnya dalam sebuah vas porselin yang berbentuk aneh. Di waktu malam vas itu dibaringkan, agar si anak bisa tidur. Di pagi hari vas itu ditegakkan kembali. Bertahun tahun lamanya hal itu mereka lakukan, dan dalam proses itu, daging serta tulang si anak tumbuh sesuai dengan bentuk vas. Setelah dianggap cukup, vas itu pun dipecahkan. Anak itu keluar dari sana, dan lihatlah: tubuhnya berbentuk jambang! "Mereka menghambat pertumbuhan, mereka menyelewengkan corak perwujudan," kata Hugo tentang para comprachicos. Dengan kata lain, mereka membikin bonsai -- keahlian orang Jepang di bidang pembentukan tanaman itu -- dengan jasad manusia. Kini, alhamdulillah, tak ada lagi "seni" seperti itu. Tapi masih banyak anakanak yang terhambat Pertumbuhannya karena pada mereka tak ada kasih yang tepat. Karena Pada mereka tak ada kepercayaan yang perlu dan tentu saja, kebebasan. Anak-anak itu pun takut bahkan untuk senyum, apalagi buat berbicara bebas dan mencipta sendiri. Tubuh mereka mungkin normal, tapi jiwa mereka adalah sebuah hasil bonsai. Seperti mereka, jiwa suatu bangsa pun jangan-jangan bisa dibonsai: suatu masyarakat yang tak menggeliat-geliat sedikit pun ketika dimjak, dengan kata lain, masyarakat yang tidak bisa lagi tumbuh, jadi aneh, tidak wajar. Namun untunglah, tak pernah dalam sejarah modern ada masyarakat seperti itu. Juga belum pernah, dalam abad ke-20 yang tidak tenteram ini, ada penguasa yang dengan senyum seram seorang comprachico mau mengubah jiwa manusia jadi lempung yang selalu patuh untuk dibentuk jadi apa saja. Biar pun sungguh muram Yang kita dengar tentang Kamboja atau Chili, barangkali lebih banyak penguasa yang sebenarnya cuma cemas kepada kemerdekaan manusia. Kecemasan itu bukan cuma milik para diktatur. Ketika Revolusi Perancis pecah dan segala seruan berteriak tentang kemerdekaan, yang cemas tak kurang adalah seorang negarawan dan publisis Inggeris terkemuka, Edmund Burke (1729-1797), yang "mencintai suatu kebebasan yang jantan, moral dan teratur." Burke bukan penganjur kediktaturan. Tapi dalam satu risalah termashur yang terbit tahun 1790, ia ragu haruskah ia misalnya memberi selamat kepada seorang gila, yang telah lari diri dari kekangan selnya, dan memperoleh kembali nikmatnya kebebasan. Selalu memang ada alasan untuk cemas bahwa kemerdekaan bisa jadi demikian abstrak dan luas, hingga bisa berlaku bagi orang Yang tersinting sekalipun. Kebebasan memang mengandung hal-hal yang mencemaskan. Tapi justru karena itu ia memikat banyak orang. Kemerdekaan, dengan begitu, adalah semacam sensasi. Mungkin itulah sebabnya kita harus meninjau kemerdekaan dengan cara lain. Kemerdekaan bukanlah semacam ruangan, dengan ukuran pasti dan mutlak dan kita bisa dengan mudah berkata, bahwa kurang dari itu berarti penindasan dan lebih dari itu adalah anarki. Kemerdekaan mungkin perlu dilihat sebagai sesuatu yang terletak dalam situasi yang dinamis. Maka akan nampaklah bahwa sejarah adalah riwayat tarik-tambang antara mereka yang cemas akan kebebasan dengan mereka yang cemas akan ketidak-bebasan. Maka akan tampaklah bahwa tarik-tambang itu tak akan pernah selesai, tak pernah mencapai titik yang sudah bisa dibilang final. Akan ada orang cemas semacam Burke. Akan ada juga orang yang bersuara menentangnya. Akan ada ThomasPainryang menulis The Rights of Man. Dalam kata-kata Chairil Anwar, "Keduanya harus dicatat, keduanya dapat tempat." Sebab sebuah bangsa bukanlah sebuah monolog.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus