Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Tangan Mencincang

3 panitia ad hoc ditugasi oleh badan pekerja mpr untuk menyusun bahan yaitu rancangan gbhn, rancangan p4, tata tertib acara dan prosedur pemilihan presiden yang akan ditetapkan dalam su mpr 1978.

17 Desember 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TIGA panitia kecil (ad-hoc) MPR, sejak Nopember lalu ditugasi oleh Badan Pekerja MPR menyusul bahan-bahan yang akan ditetapkan dalam sidang umum MPR Maret 1978. Panitia I membahas Rancangan GBHN, Panitia II Rancangan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4), Panitia III Tatatertib Acara dan Prosedur Pemilihan Presiden. Tapi sampai waktu yang ditentukan, 8 Desember, mereka belum sempat menyelesaikan tugas. Sehari kemudian, dalam sidang paripurna ke delapan BP yang dipimpin ketuanya. Achmad Lamo, hal itu dilaporkan Sidang yang cuma tak lebih dan satu jam itu akhirnya diskors. Dan setelah lobiying secukupnya, diputuskan memperpanjang masa tugas ketiga panitia sampai 18 Desember. Segera setelah itu fraksi-fraksi menyelenggarakan rapat intern. Ternyata Fraksi Persatuan paling banyak mengusulkan perubahan pada Rancangan GBHN, mengoreksi Tatatertib dan Prosedur Pemilihan Presiden, dan sama sekali menolak P4. Tapi mengapa Kepercayaan ditolak, padahal dalam GBHN 193 sudah tercantum? Dulu kami ingin mempercepat persoalan, supaya cepat selesai, sambil berharap pelaksanaannya tak terlalu jauh, jawab Imam Sofwan, wakil ketua Fraksi Persatuan dan wakil ketua BP MPR. Ketika kemudian ditafsirkan agama dan kepercayaan dengan aksentuasi masing-masing, bahkan kepercayaan itu semakin tumbuh, maka sekarang kami menolak, tambah Imam. Bukan hanya menolak. Mereka juga ingin menghapuskannya. Sebab kalau dulu hanya tercantum di satu tempat, sekarang di lima tempat, tambahnya. Tentang P4, oleh Fraksi Persatuan justru dianggap merupakan tafsir yang dikhawatirkan mengaburkan kemurnian Pancasila. Apalagi karena P4 dimaksud sebagai pedoman buat pribadi-pribadi. "MPR kan tidak berwenang mengatur pribadi, kata Imam. Meski begitu Fraksi Persatuan tetap hadir dalam rapat-rapat Panitia Kecil II. Tapi kami tidak bicara. Fraksi Persatuan hanya bicara kalau ada hal-hal yang dianggap membahayakan kemurnian Pancasila. Kelonggaran bagi ketiga panitia kecil sampai seminggu lagi memang diharap menghasilkan beberapa kemajuan. Kompromi, kalau bisa. Kalau tidak, toh mereka tidak sendirian. Sabtu 10 Desember kemarin DPR yang menutup masa sidang -- untuk kemudian reses sampai 5 Januari -- juga tanpa hasil yang berarti. Panitia Khusus (yang menangani Tatatertib dan Hak-hak Anggota) dan Panitia APBN juga belum selesai. Romantik Bisakah kelima panitia tersebut menyelesaikan tugas sampai 20 Desember? Toh beberapa anggota DPR agak pesimis. Dan kalau demikian, rapat-rapat BP MPR dan kemudian sidang umum barangkali bakal ramai. Tentang materi-materi yang dibahas sendiri, masing-masing fraksi tentu punya penilaian. Sugiharto, Ketua Fraksi Karya menilai, KNPI dan Kepercayaan yang diributkan itu hanya 20 dari seluruh bahan GBHN. Tapi bagi Said Budairy dari Fraksi Persatuan: Kita jangan pakai ukuran kwantitatif tapi kwalitatif. Maksudnya, soal KNPI dan Kepercayaan, merupakan masalah yang dianggap cukup berat. Kabarnya ada dua hal lagi yang dianggap berat: soal parpol dan pelaksanaan pemilu, serta pelaksanaan Pelita yang harus berdasarkan UU. TAM Simatupang dari Fraksi Demokrasi dalam pada itu menukas: penentuan prosentase kwantitatif bisa saja, asal lebih dulu dimufakati skornya. Perhitungan prosentase kwantitatif memang mencerminkan hasil yang menggembirakan. Sebuah sumber TEMPO menyebutkan: dari 219 materi GBHN yang dibahas, 141 materi (64%) memperoleh dukungan lima fraksi 69 materi (31%) didukung empat fraksi (minus Fraksi Persatuan) dan 10 materi (5%) didukung tiga fraksi (minus Fraksi Persatuan dan Demokrasi). Tapi belajar dari pengalaman dalam sidang-sidang MPR biasanya bakal terjadi konsensus juga. Di mana lagi mau konsensus kalau bukan di forum MPR? tanya Sugiharto. Meski begitu, segala sesuatu bisa saja terjadi, termasuk kemungkinan pemungutan suara (voting), yang sejak pagi-pagi pernah ditawarkan oleh Fraksi Karya. Kalau jadi ramai bagaimana? Kita kan pernah ramai juga dalam sidang umum MPR 1968. Biar saja. Itu kan romantikanya demokrasi, jawab Sugiharto. Pemungutan suara tentu saja tidak menguntungkan golongan minoritas seperti Fraksi Demokrasi dan Persatuam Kalau memang akan dilaksanakan, Mohamad Radjab dari Fraksi Persatuan mengkhawatirkan terjadinya kegoncangan masyarakat. Kata Radjab: Ibarat tangan mencincang bahu memlkul, yang menghendaki pemungutan suara harus bertangungjawab.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus