TIGA panitia kecil (ad-hoc) MPR, sejak Nopember lalu
ditugasi oleh Badan Pekerja MPR menyusul bahan-bahan yang akan
ditetapkan dalam sidang umum MPR Maret 1978. Panitia I membahas
Rancangan GBHN, Panitia II Rancangan Pedoman Penghayatan dan
Pengamalan Pancasila (P4), Panitia III Tatatertib Acara dan
Prosedur Pemilihan Presiden.
Tapi sampai waktu yang ditentukan, 8 Desember, mereka belum
sempat menyelesaikan tugas. Sehari kemudian, dalam sidang
paripurna ke delapan BP yang dipimpin ketuanya. Achmad Lamo, hal
itu dilaporkan Sidang yang cuma tak lebih dan satu jam itu
akhirnya diskors.
Dan setelah lobiying secukupnya, diputuskan memperpanjang masa
tugas ketiga panitia sampai 18 Desember.
Segera setelah itu fraksi-fraksi menyelenggarakan rapat intern.
Ternyata Fraksi Persatuan paling banyak mengusulkan perubahan
pada Rancangan GBHN, mengoreksi Tatatertib dan Prosedur
Pemilihan Presiden, dan sama sekali menolak P4.
Tapi mengapa Kepercayaan ditolak, padahal dalam GBHN 193 sudah
tercantum? Dulu kami ingin mempercepat persoalan, supaya cepat
selesai, sambil berharap pelaksanaannya tak terlalu jauh, jawab
Imam Sofwan, wakil ketua Fraksi Persatuan dan wakil ketua BP
MPR. Ketika kemudian ditafsirkan agama dan kepercayaan dengan
aksentuasi masing-masing, bahkan kepercayaan itu semakin tumbuh,
maka sekarang kami menolak, tambah Imam. Bukan hanya menolak.
Mereka juga ingin menghapuskannya. Sebab kalau dulu hanya
tercantum di satu tempat, sekarang di lima tempat, tambahnya.
Tentang P4, oleh Fraksi Persatuan justru dianggap merupakan
tafsir yang dikhawatirkan mengaburkan kemurnian Pancasila.
Apalagi karena P4 dimaksud sebagai pedoman buat pribadi-pribadi.
"MPR kan tidak berwenang mengatur pribadi, kata Imam. Meski
begitu Fraksi Persatuan tetap hadir dalam rapat-rapat Panitia
Kecil II. Tapi kami tidak bicara. Fraksi Persatuan hanya bicara
kalau ada hal-hal yang dianggap membahayakan kemurnian
Pancasila.
Kelonggaran bagi ketiga panitia kecil sampai seminggu lagi
memang diharap menghasilkan beberapa kemajuan. Kompromi, kalau
bisa. Kalau tidak, toh mereka tidak sendirian. Sabtu 10 Desember
kemarin DPR yang menutup masa sidang -- untuk kemudian reses
sampai 5 Januari -- juga tanpa hasil yang berarti. Panitia
Khusus (yang menangani Tatatertib dan Hak-hak Anggota) dan
Panitia APBN juga belum selesai.
Romantik
Bisakah kelima panitia tersebut menyelesaikan tugas sampai 20
Desember? Toh beberapa anggota DPR agak pesimis. Dan kalau
demikian, rapat-rapat BP MPR dan kemudian sidang umum barangkali
bakal ramai.
Tentang materi-materi yang dibahas sendiri, masing-masing fraksi
tentu punya penilaian. Sugiharto, Ketua Fraksi Karya menilai,
KNPI dan Kepercayaan yang diributkan itu hanya 20 dari seluruh
bahan GBHN. Tapi bagi Said Budairy dari Fraksi Persatuan:
Kita jangan pakai ukuran kwantitatif tapi kwalitatif. Maksudnya,
soal KNPI dan Kepercayaan, merupakan masalah yang dianggap cukup
berat. Kabarnya ada dua hal lagi yang dianggap berat: soal
parpol dan pelaksanaan pemilu, serta pelaksanaan Pelita yang
harus berdasarkan UU. TAM Simatupang dari Fraksi Demokrasi dalam
pada itu menukas: penentuan prosentase kwantitatif bisa saja,
asal lebih dulu dimufakati skornya.
Perhitungan prosentase kwantitatif memang mencerminkan hasil
yang menggembirakan. Sebuah sumber TEMPO menyebutkan: dari 219
materi GBHN yang dibahas, 141 materi (64%) memperoleh dukungan
lima fraksi 69 materi (31%) didukung empat fraksi (minus
Fraksi Persatuan) dan 10 materi (5%) didukung tiga fraksi (minus
Fraksi Persatuan dan Demokrasi).
Tapi belajar dari pengalaman dalam sidang-sidang MPR biasanya
bakal terjadi konsensus juga. Di mana lagi mau konsensus kalau
bukan di forum MPR? tanya Sugiharto. Meski begitu, segala
sesuatu bisa saja terjadi, termasuk kemungkinan pemungutan suara
(voting), yang sejak pagi-pagi pernah ditawarkan oleh Fraksi
Karya. Kalau jadi ramai bagaimana? Kita kan pernah ramai juga
dalam sidang umum MPR 1968. Biar saja. Itu kan romantikanya
demokrasi, jawab Sugiharto.
Pemungutan suara tentu saja tidak menguntungkan golongan
minoritas seperti Fraksi Demokrasi dan Persatuam Kalau memang
akan dilaksanakan, Mohamad Radjab dari Fraksi Persatuan
mengkhawatirkan terjadinya kegoncangan masyarakat. Kata Radjab:
Ibarat tangan mencincang bahu memlkul, yang menghendaki
pemungutan suara harus bertangungjawab.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini