Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Seribu Tanya Di Polonia

Avtur oplosan dan kelebihan berat muatan diduga menjadi penyebab jatuhnya pesawat Mandala Airlines di Medan pekan lalu.

12 September 2005 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Di jalan yang membelah permukiman padat di sudut Kota Medan, Sumatera Utara, matahari sudah hampir di atas ubun-ubun, ketika Senin pekan lalu Iskandar meluncur di Jalan Jamin Ginting dengan angkot kesayangannya, Daihatsu Espass. Panas udara Medan tak dihiraukannya. Benaknya lebih memikirkan uang setoran yang harus dikejarnya.

Tiba-tiba, seperti adegan film bencana ala Hollywood, atau seperti kisah dalam novel Tom Clancy, sebuah bom seperti dilontarkan dari kaki lima tepat ada di belakang angkotnya. Braaak! Sayap pesawat menghantam angkotnya sampai terguling. Dia terjebak di dalam mobil. Seonggok badan pesawat dengan berat ribuan ton tiba-tiba menghunjam di depan angkotnya, jatuh seperti meteor raksasa ambruk dari langit.

Kebakaran hebat pun melalap mesin pesawat Mandala Airlines tujuan Medan-Jakarta itu. Dalam keadaan terguling dia masih sempat mendengar jerit menyayat seorang perempuan dan anak kecil di dalam pesawat. Detik-detik berikutnya, bum! Mandala hangus bersama 143 penumpang, awaknya, serta penduduk setempat.

Ini adalah kecelakaan pesawat terbesar kedua di dunia sepanjang tahun ini. Yang pertama adalah kecelakaan di Venezuela yang menewaskan 160 orang.

Banyak spekulasi tentang penyebab musibah yang menimpa pesawat buatan 1981 itu. Seorang penumpang yang selamat mengaku merasakan getaran yang tak wajar ketika pesawat mulai menambah tenaga untuk bersiap lepas landas. Pesawat sempat naik hingga ketinggian 10 meter, tapi lantas seperti kehilangan tenaga dan akhirnya menghantam lampu suar dan membentur tanah. Sang pilot, Askar Timur, rupanya tak menyerah. Dia mencoba menaikkan pesawat sambil berbelok ke kanan. Sayang, pesawat tak mau naik dan akhirnya menghantam rumah penduduk. Banyak penduduk yang juga mati terbakar.

Ketua Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Setio Raharjo menjelaskan kepada wartawan bahwa kecelakaan itu lantaran pesawat gagal terbang. ”Penyebabnya bisa berbagai macam,” katanya. Mulai dari kerusakan mesin, kebakaran, kebocoran, dan kekurangan tekanan oli atau bahan bakar.

Yang menjadi pertanyaan banyak orang adalah mengapa pesawat tak kuat terbang? Padahal, menurut kesaksian banyak pihak, pesawat Boeing 737-200 dengan nomor penerbangan RI-091 milik itu awalnya seperti normal. Pesawat sudah memasuki kecepatan 125 knot atau di penerbangan dikenal sebagai V2—kecepatan tatkala roda pesawat sudah lepas dari landasan dan kemudian membubung ke udara. Dalam kecepatan antara V1 dan V2, jika ditemukan kerusakan, pilot masih bisa melakukan pembatalan terbang. Paling-paling, konsekuensinya pesawat akan jatuh terperosok di ujung landasan.

Anehnya, saat itu pilot Askar Timur dan kopilot Daufir Effendi memilih menekan gas dan meneruskan tahap V2, dan pesawat terangkat sampai 10 meter. ”Mungkin, mereka saat itu melihat tak ada masalah,” ujar seorang mantan pilot Garuda. Malang. pesawat tak bisa naik dan mencapai tahap Vcl, yaitu kecepatan mengudara sampai ketinggian minimal 500 kaki.

Sejumlah dugaan berkembang. Faktor kelebihan beban tersebut sempat ditanyakan sejumlah anggota DPR kepada Menteri Perhubungan. Apalagi, ada catatan 2 ton durian berada di bagasi pesawat. Namun, Direktur Utama PT Mandala Airlines Asril H. Tandjung membantah pesawatnya kelebihan beban. Berdasarkan manifes penerbangan, tercatat beban pesawat itu 51,96 ton—lebih rendah dari batas maksimum yang disarankan, yaitu 52 ton. ”Dari data yang teknis saya terima, sebenarnya pesawat mampu melakukan take off dengan berat 55 ton, tetapi kami hanya batasi 52 ton,” katanya.

Dugaan lainnya adalah kecelakaan itu karena bahan bakar yang dipakai adalah avtur oplosan. Hal ini disampaikan seorang mantan kapten pilot senior yang tidak bersedia disebut namanya kepada Tempo. Menurut dia, avtur oplosan merusak mesin dan membuat pesawat tidak memiliki kecepatan maksimal.

Sumber Tempo itu menuturkan, kondisi saat ini, kala harga avtur melonjak naik, membuat sejumlah pihak melakukan kecurangan. KNKT sendiri sudah mengirim sampel bahan bakar tersebut ke Cepu, Jawa Tengah, tapi sampai sekarang belum diketahui hasil analisisnya.

Sebelumnya juga ada tuduhan bahwa mesin Boeing ini macet di tengah penerbangan. Tudingan ini diperkuat bukti adanya kerusakan pada bilah-bilah turbin. Namun, Setio tak mau berspekulasi. Saat ini mesin sudah dikirim ke PT Dirgantara Indonesia untuk diteliti.

Untuk sementara, penyebab kecelakaan pesawat ini masih terselubung kabut misteri. Kotak hitam yang ditemukan sudah dikirim ke Amerika Serikat. ”Dua-tiga bulan berikutnya baru ada hasilnya,” kata Menteri Perhubungan Hatta Radjasa. Setio menambahkan, hasil lengkap investigasi ini kemungkinannya baru akan rampung setahun lagi. Wah.

BS, Untung Widyanto, Purwanto, Hambali Batubara dan Bambang Soed (Medan)


Menit-menit Penghabisan

Petaka pesawat Mandala Airlines di Bandara Polonia, Medan, menyisakan banyak tanda tanya. Salah satunya adalah mengapa pesawat Boeing 737-200 itu kehilangan tenaga saat terbang. Berikut ini beberapa hal yang mungkin jadi penyebab kecelakaan:

A. Pesawat Kelebihan Beban Muatan pesawat di manifes tercatat 51,96 ton. Batas maksimum adalah 52 ton. Tapi banyak terjadi, calo kargo mengurangi catatan timbangan beban agar mereka bisa menilap uang muatan.

B. Avtur Oplosan Bahan bakar campuran sering membuat mesin macet atau membuat daya dorong loyo. Dugaan ini menguat karena sehari kemudian mesin pesawat Garuda dari Medan ke Jakarta macet setelah terbang 40 menit dan terpaksa mendarat darurat.

C. Mesin Jet Rusak Ada kerusakan di bilah-bilah turbin mesin jet 737-200. Kerusakan itu bisa karena kemasukan burung atau benda lain. Menurut investigator, kerusakan itu belum pasti. ”Mungkin saja kerusakan itu terjadi karena mesin menabrak,” kata Setyo Raharjo, Ketua Komisi Nasional Keselamatan Terbang.

Mesin 737-200, Pratt & Whitney JT8D

  • Menyedot udara, memampatkannya menjadi 30 kali lipat dan menaikkan suhunya menjadi 600 derajat Celsius.
  • Udara bercampur dengan avtur dan dibakar pada suhu 1.000 derajat.
  • Udara panas ini disemburkan untuk menghasilkan daya dorong.

  1. 09.55 Pilot meminta izin untuk lepas landas.
  2. 10.04 Pesawat bersiap lepas landas dan mulai melaju hingga ke kecepatan minimum untuk terbang, 125 knot. Penumpang selamat menyebutkan ada getaran pesawat yang tak lazim.
  3. Pesawat naik 10 meter namun tidak bisa mencapai ketinggian terbang di atas minimal 500 kaki (saksi korban selamat mengatakan pesawat kesulitan naik).
  4. Pesawat menabrak rambu batas landas pacu (tinggi 12 meter). Ada pecahan rambu masuk mesin sebelah kanan dan mesin kekurangan tenaga. Saksi mata mengatakan muncul asap putih, bisa jadi itu avtur yang bocor dan keluar dari tangki di sayap pesawat.
  5. Pilot membelokkan pesawat ke kanan, kemungkinan karena berusaha kembali ke Bandara Polonia. Namun, karena mesin kanan rusak, pesawat oleng ke kanan.
  6. Sayap pesawat menabrak rumah penduduk karena kecepatan belum memenuhi laju minimum terbang.
  7. Bagian sayap terlepas.
  8. Kemungkinan salah satu mesin pendorong jatuh.
  9. Percikan memicu bahan bakar menjadi sebuah ledakan dan pesawat terbakar. Bagian sayap terpental ke udara.

Infografis: Hendri Hendrawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus