KERIBUTAN kembali mengguncang gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP). Dua gereja di Tebingtinggi (Sum-Ut), HKBP Kotabaru dan HKBP Kartini, sudah dua pekan lebih dikawal jemaatnya siang malam. Ada apa? Ceritanya, pada 18 April lalu, ketika sekitar 700 jemaat gereja HKBP Kartini tengah melakukan kebaktian Minggu, tiba-tiba di pekarangan gereja sejumlah pemuda mencongkel pintu gerbang gereja dengan linggis. Tak jauh dari pintu gerbang itu sejumlah petugas keamanan berjaga-jaga dan mobil pemadam kebakaran disiagakan. Melihat aksi pemuda-pemuda itu tentu saja jemaat berhamburan ke luar. Tapi, tiba di pintu gerbang, mereka dihadang petugas pemadam kebakaran dengan semprotan air. Massa pun panik. Waktu massa berlarian itulah Pendeta R.M. Sianturi bersama 25 orang pendukungnya masuk ke gereja, dan beberapa saat kemudian pendeta itu dikukuhkan orang-orangnya sebagai praeses HKBP Distrik XV, menggantikan Pendeta F. Simatupang. Tapi, usai upacara, jemaat yang pro-Simatupang langsung menjaga gereja itu dari gangguan pengikut Sianturi. Di hari yang sama, jemaat gereja HKBP Kotabaru juga diguncang peristiwa serupa. Kelompok yang melakukan aksi adalah pendukung Pendeta Petrus Simangunsong, yang kemudian diangkat orang- orangnya sebagai pengganti Pendeta S. Lingga. Tapi, sebagaimana di gereja HKBP Kartini, kelompok Lingga, yang juga pro-ephorus (lama) S.A.E. Nababan, tetap menguasai gereja itu. Lain pula cerita yang terjadi di gereja HKBP Tanah Jawa, Simalungun. Kini, di sana, kelompok Nababan dan kelompok Simanjutak melakukan kebaktian Minggu secara bergiliran. Soalnya, jemaat gereja itu menolak kehadiran Pendeta H. Simanjuntak menggantikan Pendeta (lama dan pro-Nababan) J. Simatupang. Melihat peristiwa itu, sekalipun Sinode Agung Istimewa (SAI) yang berlangsung di Tiara Convention Hall, Medan, Februari lalu, berhasil memilih ephorus (baru), P.W.T. Simanjuntak, ternyata jemaat belum sepenuhnya mendukungnya. Buktinya, penunjukan sejumlah pendeta ditentang oleh jemaat gereja bersangkutan. Sementara itu, Nababan, yang menganggap SAI lalu tidak sah, akan menggugat Sekjen HKBP (sekarang), S.M. Siahaan, ke pengadilan dengan tuntutan sebesar Rp 500 juta. Siahaan adalah pejabat ephorus, yang menyelenggarakan SAI. Konon upaya Nababan mendapat dukungan dari Vereinigte Evangelische Mission (VEM), sebuah lembaga Kristen Protestan di Jerman, yang disebut-sebut telah mengirimkan dana sebesar DM 480.000 untuk keperluan operasional gereja dan biaya khusus bila kelak kasus ini digelar di pengadilan. Apakah kerusuhan itu dikomandokan ephorus baru HKBP? Siahaan menyangkalnya. Ia bahkan mengaku tak tahu-menahu mengenai ikut campur tangannya sejumlah pemuda tadi. Tapi diakuinya, setiap kali akan ada pelantikan pendeta, HKBP selalu meminta bantuan keamanan dari yang berwajib. ''Sebab ada isu, pendukung Nababan akan melakukan kerusuhan,'' katanya. Tentang mutasi sebagian pendeta, sekalipun beberapa ditolak jemaat HKBP, menurut Siahaan, merupakan keputusan Majelis Pusat HKBP dan sesuai dengan peraturan HKBP. ''Pemutasian pendeta bukan yang menentukannya,'' ujar Siahaan. Ia menganggap penolakan pendeta baru itu sebagai hasil hasutan sejumlah pendeta yang pro-Nababan. Mengenai ''keterlibatan'' sejumlah pemuda, menurut Ketua AMPI Tebingtinggi, Syamsul Bahri, mereka diminta pihak berwajib ikut mengamankan suasana. ''Bukan diminta kelompok yang bertikai itu,'' katanya. ''Itu pun kami hanya berjaga-jaga di luar gereja.'' Sementara itu, Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) cabang Medan, Jumat pekan lalu, mengimbau para pendeta HKBP agar menyetop gejala premanisme tersebut masuk gereja. BL
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini