KEDUTAAN Besar AS di Jakarta agak sibuk luar biasa hari itu.
Terutama Frank Joseph Tatu, Sekretaris I yang dikena] sebagai
orang yang kalem. Soalnya ratusan para demonstran muncul
memenuhi halaman dalam dan luar komplek Kedubes AS di Jl.
Merdeka Selatan, Jakarta pekan lalu.
Frank Tatu, yang seperti biasa berpakaian putih-putih, menyapa
pimpinan demonstran dengan mengucap: "Asalamualaikum . . ."
Tercengang sebentar, Abdul Qadir Djaelani, yang memimpin
demonstrasi mengutuk "agresi dan kebiadaban Israel di Libanon,"
membalas pelan 'Waalaikumsalam..."
Dan Abdul Qadir, yang menjabat Ketua II PP Badan Pembela
Masjidil Aqsha, cepat menenangkan para demonstran yang
berteriak-teriak setengah mengejek orang Amerika itu.
Frank Tatu, pejabat senior Kedubes AS itu, kepada TEMPO
mengakui, "Abdul Qadir bisa mengontrol anak buahnya". Ia tak
bicara banyak kepada pimpinan demonstran yang menuding, "segala
kebiadaban dan penindasan Israel itu mendapat dukungan kuat dari
Amerika Serikat". Ia berjanji akan segera meneruskan semua
pernyataan para demonstran itu ke Washington, dan berkata,
pemerintahnya kini "tengah berupaya untuk mencari suatu
penyelesaian damai untuk mengatasi krisis di Libanon".
Tentu saja para demonstran tak puas. Sebagian dari mereka yang
berhasil memasuki halaman gedung penerangan AS (Usica), dengan
cepat menempelkan berbagai poster yang nadanya mengutuk Israel
dan mengecam AS di tembok. Hanya patung Begin tak jadi mereka
bakar. "Di halaman Kedubes AS itu banyak mobil diparkir. Kami
menghindari timbulnya peristiwa yang tak diinginkan," kata Ketua
Umum BPMA H.M. Sanusi. "Kami juga telah mengekang agar yang ikut
unjuk sikap tak melebihi 1.000 orang."
Ir. Sanusi, bekas Menteri Perindustrian dalam Kabinet Ampera
(1966-1968), menerangkan bahwa BPMA yang diketuainya itu tak
memiliki anggota, tapi didukung oleh beberapa unsur organisasi
Islam. Sebagai penasihat antara lain adalah Moh. Natsir, K.H.
Ali Ma'shum (kini Rois A'am NU), Jenderal Pol. (Purn) Soetjipto
Joedodihardjo, Moh. Roem dan Chadijah Razak. Sedang Panitia
Penolong Korban Agresi Israel di Libanon yang dipimpin Soetjipto
Joedodihardjo baru dibentuk dua pekan lalu.
Petisi yang disampaikan pada 15 Juli itu merupakan hasil rumusan
BPMA pada 21 Juni lalu. Dalam edaran yang dikeluarkan 11 Juli,
empat hari sebelum demonstrasi di Kedubes AS, antara lain
menyatakan "mendukung sikap pemerintah RI seperti disampaikan
Wapres Adam Malik pada peringatan Nuzulul Quran di Masjid
Istiqlak Mereka juga "mencatat bahwa PBB telah tak berfungsi",
dan mengutuk Uni Soviet "sebagai counterpart AS yang tak
menciptakan suasana damai di Timur Tengah".
Mewakili Kepala Negara dalam peringatan Nuzulul Quran 9 Juli
lalu, Wapres Adam Malik disambut riuh ketika berkata:
"Saudara-sawdara kita di Afghanistan dan di Palestina sedang
menghadapi perjuangan fisik yang luar biasa beratnya untuk
mempertahankan hak dan harga dirinya sebagai manusia, sebagai
bangsa dan sebagai umat Islam dari kejahatan agresi dan
penindasan yang dilakukan bangsa lain. Karena itu simpati kita
sepenuhnya kepada perjuangan saudara-saudara kita rakyat
Palestina dan Afghanistan."
Sementara itu BPMA diam-diam sudah pula memberi uluran tangan
yang lebih nyata. Menurut H.M. Sanusi, organisasi yang dibentuk
pada 1973 itu pernah mengirim sumbangan mobil ambulan, darah dan
teh kepada para pengungsi Palestina. Mereka juga sedang
menjajaki untuk bisa mengirim sukarelawan ke Libanon. "Dalam
angket yang kami kirimkan, ternyata banyak yang bersedia,"
katanya. "Bagaimana pengaturan pengirimannya, memang masih
menjadi pemikiran."
Pemerintah Indonesia pada 10 Juni lalu memang sudah "mengecam
agresi Israel terhadap Libanon, suatu negara kecil dan setia
kepada piagam PBB". Dikeluarkan oleh Direktorat Penerangan LN
Deplu, penyataan yang amat singkat itu, "menuntut Israel segera
menghentikan agresinya dan menarik pasukannya agar dapat
dipulihkan kembali keutuhan wilayah Libanon."
Demonstrasi di Kedubes AS selama orde baru ini boleh dibilang
adalah yang kedua kalinya. Yang pertama terjadi pada bulan Mei
1970, Ketika itu sejumlah mahasiswa di Jakarta menyatakan protes
kepada Dutabesar AS Frank Galbraith, tentang campur-tangan
militer AS di Kamboja.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini