Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Setia kawan di merdeka selatan

Kedubes AS di jakarta di demontrasi. para demonstran yang dipimpin oleh abdul qadir djaelani (badan pembela masjidil aqsha), mengutuk agresi dan kebiadaban israel di libanon.(nas)

24 Juli 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KEDUTAAN Besar AS di Jakarta agak sibuk luar biasa hari itu. Terutama Frank Joseph Tatu, Sekretaris I yang dikena] sebagai orang yang kalem. Soalnya ratusan para demonstran muncul memenuhi halaman dalam dan luar komplek Kedubes AS di Jl. Merdeka Selatan, Jakarta pekan lalu. Frank Tatu, yang seperti biasa berpakaian putih-putih, menyapa pimpinan demonstran dengan mengucap: "Asalamualaikum . . ." Tercengang sebentar, Abdul Qadir Djaelani, yang memimpin demonstrasi mengutuk "agresi dan kebiadaban Israel di Libanon," membalas pelan 'Waalaikumsalam..." Dan Abdul Qadir, yang menjabat Ketua II PP Badan Pembela Masjidil Aqsha, cepat menenangkan para demonstran yang berteriak-teriak setengah mengejek orang Amerika itu. Frank Tatu, pejabat senior Kedubes AS itu, kepada TEMPO mengakui, "Abdul Qadir bisa mengontrol anak buahnya". Ia tak bicara banyak kepada pimpinan demonstran yang menuding, "segala kebiadaban dan penindasan Israel itu mendapat dukungan kuat dari Amerika Serikat". Ia berjanji akan segera meneruskan semua pernyataan para demonstran itu ke Washington, dan berkata, pemerintahnya kini "tengah berupaya untuk mencari suatu penyelesaian damai untuk mengatasi krisis di Libanon". Tentu saja para demonstran tak puas. Sebagian dari mereka yang berhasil memasuki halaman gedung penerangan AS (Usica), dengan cepat menempelkan berbagai poster yang nadanya mengutuk Israel dan mengecam AS di tembok. Hanya patung Begin tak jadi mereka bakar. "Di halaman Kedubes AS itu banyak mobil diparkir. Kami menghindari timbulnya peristiwa yang tak diinginkan," kata Ketua Umum BPMA H.M. Sanusi. "Kami juga telah mengekang agar yang ikut unjuk sikap tak melebihi 1.000 orang." Ir. Sanusi, bekas Menteri Perindustrian dalam Kabinet Ampera (1966-1968), menerangkan bahwa BPMA yang diketuainya itu tak memiliki anggota, tapi didukung oleh beberapa unsur organisasi Islam. Sebagai penasihat antara lain adalah Moh. Natsir, K.H. Ali Ma'shum (kini Rois A'am NU), Jenderal Pol. (Purn) Soetjipto Joedodihardjo, Moh. Roem dan Chadijah Razak. Sedang Panitia Penolong Korban Agresi Israel di Libanon yang dipimpin Soetjipto Joedodihardjo baru dibentuk dua pekan lalu. Petisi yang disampaikan pada 15 Juli itu merupakan hasil rumusan BPMA pada 21 Juni lalu. Dalam edaran yang dikeluarkan 11 Juli, empat hari sebelum demonstrasi di Kedubes AS, antara lain menyatakan "mendukung sikap pemerintah RI seperti disampaikan Wapres Adam Malik pada peringatan Nuzulul Quran di Masjid Istiqlak Mereka juga "mencatat bahwa PBB telah tak berfungsi", dan mengutuk Uni Soviet "sebagai counterpart AS yang tak menciptakan suasana damai di Timur Tengah". Mewakili Kepala Negara dalam peringatan Nuzulul Quran 9 Juli lalu, Wapres Adam Malik disambut riuh ketika berkata: "Saudara-sawdara kita di Afghanistan dan di Palestina sedang menghadapi perjuangan fisik yang luar biasa beratnya untuk mempertahankan hak dan harga dirinya sebagai manusia, sebagai bangsa dan sebagai umat Islam dari kejahatan agresi dan penindasan yang dilakukan bangsa lain. Karena itu simpati kita sepenuhnya kepada perjuangan saudara-saudara kita rakyat Palestina dan Afghanistan." Sementara itu BPMA diam-diam sudah pula memberi uluran tangan yang lebih nyata. Menurut H.M. Sanusi, organisasi yang dibentuk pada 1973 itu pernah mengirim sumbangan mobil ambulan, darah dan teh kepada para pengungsi Palestina. Mereka juga sedang menjajaki untuk bisa mengirim sukarelawan ke Libanon. "Dalam angket yang kami kirimkan, ternyata banyak yang bersedia," katanya. "Bagaimana pengaturan pengirimannya, memang masih menjadi pemikiran." Pemerintah Indonesia pada 10 Juni lalu memang sudah "mengecam agresi Israel terhadap Libanon, suatu negara kecil dan setia kepada piagam PBB". Dikeluarkan oleh Direktorat Penerangan LN Deplu, penyataan yang amat singkat itu, "menuntut Israel segera menghentikan agresinya dan menarik pasukannya agar dapat dipulihkan kembali keutuhan wilayah Libanon." Demonstrasi di Kedubes AS selama orde baru ini boleh dibilang adalah yang kedua kalinya. Yang pertama terjadi pada bulan Mei 1970, Ketika itu sejumlah mahasiswa di Jakarta menyatakan protes kepada Dutabesar AS Frank Galbraith, tentang campur-tangan militer AS di Kamboja.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus