TIADA lagi "James Bond" milik Bea Cukai Banda Aceh. Rabu dinihari pekan lalu, si "James", yakni perahu moto bernomor LPC-BC 007, dibakar oleh entah siapa, 1 km dari tambatannya. Kasus ini baru pertama kali terjadi. Padahal, dengan perahu itulah operasi Bea Cukai menghadang para jenek (istilah di Banda Aceh buat para penyelundup kelas ketengan) dilakukan. Sehari sebelum perahu itu dibakar, misalnya, petugas Bea Cukai berhasil menangkap perahu penyelundup yang membawa t5 potong kain Madras, sejumlah sepatu, dan lusinan barang pecah belah eks impor dari Sabang yang akan dibawa ke Banda Aceh. Sebenarnya, dihitung secara materiil, kerugian Bea Cukai tak besar. Perahu itu hanya seharga sekitar Rp 5 juta, ditambah lagi dua unit mesin Yamaha 55 DK (daya kuda) milik Bea Cukai yang kebetulan masih ada dalam perahu. Tapi, pengemudi perahu tersebut yang melaporkan perahu dibakar kepada Komandan Patroli Bea Cukai - setelah diinterogasi agak keras, mengaku ia memang berkomplot untuk membakar perahu motor itu. Sebab, Rial, 27, nama pengemudi itu, terpojok tak bisa menjawab. Mengapa malam sebelum perahu itu dibakar, dia tambatkan di tempat yang bukan biasanya, yakni tempat yang agak jauh dari kantor Bea Cukai, hingga lepas dari pengawasan. Senin subuh pekan ini, Imran Nehi, 27, dan Sofyan, 30, ditangkap polisi. Merekalah, atas pengakuan Rizal, yang dituduh membakar perahu. Imran, residivis penyelundup, menurut kapolda Aceh, Brigjen (Polisi) Syafaruddin, telah mengaku. Ia membakar perahu atas suruhan sejumlah pedagang, katanya Siapa mereka, kini sedang diusut. Dan pengusutan inl pun menarik perhatian masyarakat Banda Aceh. Menurut dugaan umum, kasus itu bisa mengungkapkan hal yang selamaini hanya jadi kabar burung: ada kerja sama antara orang dalam Bea Cukai dan para penyelundup. Tapi benar atau tidak ada kerja sama, setidaknya memang ada reaksi terhadap aksi Bea Cukai, yang dilancarkan sejak April lalu. Yakni, peningkatan operasi penyelundupan. Sekitar sepuluh hari sebelum ada pembakaran perahu, misalnya, kantor Bea Cukai di Sabang dijahili sejumlah orang tak dikenal. Dan baru 26 Agustus lalu, kaca-kaca jendela kantor Bea Cukai dan Kantor Badan Pengusahaan Pelabuhan Malahayati di Krueng Raya dilempari batu Jadi, ada kemungkinan peristiwa-peristiwa itu sampai peristiwa dibakarnya perahu merupakan ungkapan sakit hati sementara orang yang merasa rugi dengan adanya peningkatan operasnya. Meski ada peningkatan operasi dan terdengar berita penangkapan penyelundup, jarang sekali perkaranya sampai di pengadilan. Ini memperkuat dugaan bahwa ada "main" antara penyelundup dan orang dalam. Seorang Bolang, penyelundup berpengalaman misalnya, mengaku, "Sering terjadi damai di tengah laut. Kalau kami kepergok Bea Cukai, biasanya mereka minta 30 sampai 50 ribu rupiah, dan barang bisa bebas." Dan kalau barang selundupan disita, "E, beberapa hari kemudian barang sitaan sudah ada di pasaran," tambahnya. Ini memang cerita lama, perang antara Bea Cukai dan penyelundup - yang konon didalangi oleh para pedagang dari Banda Aceh hingga Medan. Pasalnya, memang, harga cukai yang begitu tinggi, hingga bila barang berhasil menghindar dari cukai, keuntungan para pedagang memang tak sedikit. Yang pusing memang pihak Bea Cukai. "Sulit," kata M. Tahir, 52, kepala Kanwil Bea Cukai Aceh. "Jika operasi diperketat, tak arang munculinsiden seperti pembakaran perahu motor itu. Dulu pernah mobil saya dilempari orang-orang tak dikenal."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini