Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Soal Ekspor Pasir Laut, Ini Ragam Pendapat Petinggi Gerindra, Eks Menteri, Aktivis, dan Akademisi

Mereka meminta kebijakan ekspor pasir laut ditunda atau dibatalkan karena bakal berdampak terhadap lingkungan dan sosial.

24 September 2024 | 16.32 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Sebuah kapal tunda menarik tongkang berisi pasir laut. ANTARA FOTO/Joko Sulistyo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Kebijakan ekspor pasir laut yang dikeluarkan Presiden Jokowi menjelang akhir masa jabatannya menuai kritik dari berbagai kalangan. Mereka khawatir terkait dampak lingkungan dan sosial dari kebijakan tersebut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Petinggi Partai Gerindra Ahmad Muzani

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sekretaris Jenderal Partai Gerindra, Ahmad Muzani, salah satu politisi yang paling vokal menentang kebijakan ekspor pasir laut. Ia meminta agar pemerintah menunda rencana ini untuk melakukan kajian lebih mendalam mengenai dampak dan manfaat dari kebijakan tersebut.

Menurut dia, meskipun pemerintah beralasan bahwa kebijakan ini dapat menambah pendapatan negara, potensi kerusakan lingkungan harus dipertimbangkan secara serius. Muzani menekankan bahwa jika kerugian yang ditimbulkan dari segi ekologi lebih besar daripada manfaat ekonomi, kebijakan ini sebaiknya dihentikan.

"Untuk kita perhatikan bahwa kita akan menghadapi sebuah perubahan dan masalah ekologi laut yang cukup serius ke depan kalau kegiatan ini dilanjutkan, meskipun dari sisi perekonomian juga kita akan mendapatkan faedah dan nilai tertentu dari jumlah ini," kata dia, Sabtu, 21 September 2024.

Eks Menteri Kelautan Susi Pudjiastuti

Mantan Menteri Kelautan Susi Pudjiastuti setahun lalu sudah meminta Presiden Jokowi untuk membatalkan kebijakan yang membuka kembali ekspor pasir laut, yang sudah dihentikan selama 20 tahun. Susi menyatakan bahwa dampak perubahan iklim sudah mulai dirasakan dan akan mempengaruhi masyarakat. Karena itu, ia menegaskan bahwa situasi tersebut tidak boleh diperburuk dengan adanya penambangan pasir laut.

Susi juga mengusulkan agar pemerintah lebih baik menyewakan pulau-pulau Indonesia kepada negara lain untuk jangka waktu tertentu, daripada mengekspor pasir laut. "Daripada mengeruk pasir dan mengekspornya, mengapa kalian tidak memikirkan untuk menyewakan pulau selama 100 tahun, seperti Hong Kong yang disewakan ke Inggris," kata dia melalui akun Twitter (kini bernama X) pribadinya pada Minggu, 18 Juni 2023.

Menurut Susi, setelah masa sewa berakhir, pulau tersebut akan dikembalikan dengan infrastruktur yang lebih baik, sehingga Indonesia tidak akan kehilangan pulau-pulau yang dimilikinya.

Aktivis Walhi Parid Ridwanuddin

Manajer Kampanye Pesisir Laut dan Pulau Kecil Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Parid Ridwanuddin, secara tegas mengkritik Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 dan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 21 Tahun 2024. Menurut Parid, kedua regulasi tersebut hanya bertujuan untuk mengekstraksi pasir laut tanpa mempertimbangkan dampak lingkungan yang ditimbulkan. ]

Ia menyebutkan bahwa tidak ada rencana pemulihan lingkungan dalam regulasi tersebut, sehingga penambangan pasir laut dapat dianggap sebagai "bom waktu" yang berbahaya. Selain kerusakan lingkungan, Parid menekankan bahwa aktivitas penambangan pasir laut juga menghancurkan sosial ekonomi masyarakat pesisir, terutama nelayan. Di Sulawesi Selatan, penambangan pasir laut menyebabkan kerugian lebih dari Rp 80 miliar hanya dalam waktu 257 hari.

Parid juga menyoroti bahwa biaya pemulihan lingkungan jauh lebih besar dibandingkan keuntungan ekonomi dari ekspor pasir laut. Berdasarkan kajian Walhi, pemulihan dari kerusakan akibat pengambilan 344,8 juta meter kubik pasir laut bisa mencapai Rp 1,507 triliun per tahun, lima kali lipat dari pendapatan yang dihasilkan.

Pakar Ekonomi Universitas Mataram, Ihsan Ro’is

Pakar ekonomi dari Universitas Mataram, Ihsan Ro'is, menilai ekspor sedimen laut ke negara lain, seperti Singapura, dapat berdampak negatif bagi Indonesia dalam jangka panjang. Ihsan menjelaskan bahwa pasir laut yang dijual kepada Singapura digunakan untuk mereklamasi pantai, sehingga memperluas wilayah daratan negara tersebut.

Sebelumnya, luas wilayah Singapura hanya 578 kilometer persegi, namun kini telah meningkat secara signifikan hingga 25 persen menjadi 719 kilometer persegi. “Nanti dari daratan itu diambil garis pantai, kena lagi pantai kita. Bahaya juga (bagi kedaulatan dan laut teritorial),” ujar Ihsan di Mataram, Nusa Tenggara Barat, pada Rabu pekan lalu.

RADEN PUTRI ALPADILLAH GINANJAR | ANTARA | M. RAIHAN MUZZAKI

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus