Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi menanggapi indeks demokrasi yang turun menjelang berakhirnya masa jabatan. Soal demokrasi, Jokowi mengungkit pemilihan umum atau Pemilu berjalan dengan baik dan demokratis.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Jokowi juga mengklaim kebebasan berserikat, berpendapat, dan berorganisasi dijamin. "Semuanya nggak ada yang dihambat. Setiap hari orang mau maki-maki presiden juga kita denger," katanya ditemui di Stadion Si Jalak Harupat, Kabupaten Bandung, Jumat, 19 Juli 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Orang nge-bully presiden juga kita denger. Kalau ngekritik hampir tiap detik ada pasti," kata Jokowi.
Economist Intelligence Unit (EIU) pada Kamis, 15 Februari 2024, mencatat skor Indeks Demokrasi 2023 Indonesia sebesar 6,53. Angka tersebut turun dari 2022 yang kala itu sebesar 6,71.
Penurunan skor itu sejalan dengan penurunan peringkat Indonesia. Tahun lalu Indonesia bercokol di peringkat 54. Tahun ini Indonesia menempati posisi 56 dari 167 negara. Dengan skor dan peringkat tersebut, EIU masih mengelompokkan Indonesia sebagai negara flawed democracy atau demokrasi cacat.
Setidaknya, ada lima indikator yang menyusun penilaian Indeks Demokrasi 2023. Indikator dengan skor tertinggi yang diperoleh Indonesia adalah proses pemilu dan pluralisme Indonesia, yaitu 7,92. Adapun indikator lainnya adalah fungsi pemerintahan (7,86), partisipasi politik (7,22), kebebasan sipil (5,29), dan budaya politik (4,38).
Dari kelima indikator penyusun Indeks Demokrasi, penurunan yang dialami Indonesia hanya terjadi pada kebebasan sipil, sedangkan empat lainnya masih sama dengan tahun sebelumnya.
Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengatakan, kemunduran demokrasi itu ditengarai terjadi karena kurangnya budaya politik dan kebebasan berpendapat masyarakat sipil.
Dari segi proses elektoral, kata dia, partisipasi publik diperburuk dengan praktik politik uang. "Masyarakat suka pemilu sebagai proses mengganti pemimpin tapi tidak suka dengan demokrasi," kata Titi saat menghadiri Pilkada Damai 2024 di Jakarta pada Rabu, 5 Juni 2024.