Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Sukarno Pernah Bubarkan DPR 65 Tahun Lalu

Presiden Sukarno membubarkan DPR dan menggantinya menjadi DPR-GR karena beberapa alasan, pada 5 Maret 1960.

7 Maret 2025 | 13.01 WIB

Presiden RI Pertama Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta di Yogyakarta, 1948. Dok Arsip Nasional Republik Indonesia
material-symbols:fullscreenPerbesar
Presiden RI Pertama Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta di Yogyakarta, 1948. Dok Arsip Nasional Republik Indonesia

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Sukarno membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) hasil Pemilihan Umum (Pemilu) 1955 dan menggantinya dengan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR-GR) pada 5 Maret 1960. Pembubaran ini terjadi karena DPR tidak menyetujui RAPBN untuk tahun 1960 yang diajukan pemerintah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sebelumnya pemilu pertama di Indonesia diadakan pada 1955. Sesuai dengan UU No.7 Tahun 1953, Pemilu 1955 dilaksanakan dua kali. Pemilu pertama diadakan pada 29 September 1955 untuk memilih anggota DPR, sedangkan Pemilu kedua diadakan pada 15 Desember 1955 untuk memilih anggota Dewan Konstituante. Pemilu 1955 diikuti oleh lebih dari 30 partai politik dan lebih dari seratus kelompok dan calon perseorangan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Kemudian, dikutip dari Majalah Tempo 19 Mei 2008, Sukarno membubarkan DPR dengan mengeluarkan Dekrit Presiden pada 5 Juli 1959, yang salah satu isinya adalah membubarkan lembaga tertinggi negara konstituante sebagai hasil Pemilu 1955.

Saat itu, DPR dianggap gagal menghasilkan konstitusi baru untuk menggantikan Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS). Selain itu, tugas dan wewenang DPR sebagai hasil dari Pemilu 1955 ini sama dengan posisi DPRS secara keseluruhan, hal itu karena landasan hukum yang berlaku adalah UUDS 1950.

Karenanya, melalui Dekrit Presiden pada 5 Juli 1959, Indonesia kembali pada UUD 1945. Adapun sejak UUD 1945 diberlakukan kembali, sistem Demokrasi Terpimpin mulai diterapkan di Indonesia. Selain itu, kabinet yang ada diganti dengan Kabinet Gotong Royong, dan Ketua DPR, MPR, BPK, dan MA diangkat menjadi pembantu Soekarno dengan jabatan menteri.

DPR saat itu terdiri dari 19 fraksi yang didominasi oleh PNI, Partai Masyumi, NU, dan PKI. Pada masa ini, terdapat tiga kabinet, yaitu Kabinet Burhanuddin Harahap, Kabinet Ali Sastroamidjojo, dan Kabinet Djuanda.

Lebih jelas terkait alasan pembubaran lembaga ini, melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 3 Tahun 1960, tepat pada 5 Maret 1960, Sukarno membubarkan DPR dengan alasan DPR Hanya menyetujui 36 miliar rupiah APBN dari sebesar 44 miliar anggaran yang diajukan. Pasca membubarkan DPR, Sukarno mengeluarkan Perpres Nomor 4 Tahun 1960 Tentang Susunan DPR-Gotong Royong.

Disarikan dari laman DPR RI, DPR-GR  beranggotakan 238 orang yang seluruhnya diangkat oleh presiden dengan Keppres Nomor 156 Tahun 1960. DPR-GR memiliki kewajiban untuk memberikan laporan kepada presiden pada waktu-waktu tertentu.

Kewajiban itu termasuk menyimpang dari Pasal 5, pasal 20, dan pasal 21 UUD 1945. Adapun, DPR-GR bentukan Presiden Sukarno ini bertahan selama kurang lebih lima tahun dan menghasilkan 117 UU dan 26 usul pernyataan pendapat.

Lalu, dilanjutkan dengan masa kedudukan DPR-GR minus PKI kemudian DPR-GR Orde Baru yang berakhir pada 1971 dan kembali lagi dilakukan pemilihan DPR sebagai hasil Pemilu.

Rizki Dewi Ayu dan Idris Boufakar berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus