SEJAK pagi 30 April, orang membanjir ke Pengadilan Negeri Medan.
Udara cerah. Sejumlah polisi dan intel berjagajaga. Tidak sabar
menunggu sidang, kelihatan beberapa wanita bertudung, lelaki
berkupiah dan pak haji bersorban. Selain di luar, di dalam
ruangan sidang tampak menyesak. Pengadilan hari pertama itu
cukup menarik perhatian. Yang bakal diadili Haji Angin Bis
Lubis, 45 tahun. Anggota DPRD Sumatera Utara ini juga merangkap
Sekretaris DPW PPP Sumatera Utara.
Beberapa hari setelah Mendagri Amirmachmud menyatakan ada 60
ribu surat suara palsu disita, menyusul keterangan Laksusda
Sumatera Utara tentang ditangkapnya Angin Bugis Lubis - dituduh
sebagai dalang pencetak surat suara palsu dan sudah disebar ke
beberapa daerah Sumatera Utara. Beberapa lembar di antaranya
disita di beberapa rumah penduduk, terutama di Tapanuli Tengah.
Surat suara palsu itu - jenis, bentuk dan warnanya sama dengan
yang asli, tapi tanpa menyebut daerah pemilihannya - dicetak di
sebuah percetakan jalan lambu, Medan. Menurut Angin, hal itu
untuk peragaan. Tapi ,"peragaan" tak dicetak..Dan yang berwajib
menyatakan, peragaan bagi warga PPP itu "tidak ada izinnya".
Beberapa hari kemudian Haji A. Fuad Said dari DPD PPP Sumatera
Utara mengatakan punya bukti "DPD Golkar Sumatera Utara juga
mencetak surat suara palsu di percetakan yang sama". Keterangan
Fuad ditanggapi ketua Golkar Sumatera Utara, Haji Mas Soekardi
(yang juga ketua DPRD Sumatera Utara) sebagai "bohong". Dia akan
menuntut Fuad Said "yang sengaja memburuk-burukkan nama baik
Golkar'. A. Fuad Said sendiri yang sudah diadukan kepada yang
berwajib tetap bertahan, "kami juga punya bukti-bukti". Dalam
kasus Angin, Fuad Said akan tampak sebagai salah seorang di
antara 22 saksi.
Tetapi sidang pertama 30 April lalu itu tak berlanjut panjang.
Jaksa MB Pasaribu SH menyatakan "tak berhasil membawa tersangka
karena sedang sakit". Surat dari dokter R. Soetanto, pimpinan RS
Herna Medan yang dibacakan Hakim Ketua SE Simanjuntak SH
menyebutkan, "sakitnya gawat". Jaksa pun minta undur sidang
sampai 14 Mei mendatang.
Sumber lain menyebutkan, sampai ia disidangkan hari itu (tentu
kursi untuk tersangka tetap kosong, seperti mengadili perkara
in-absentia) Angin masih belum bisa bicara dan terpaksa diinfus.
Sumber lain di Laksusda mengatakan "sebelum ditangkap dan
diperiksa, Angin sudah sakit-sakitan dan terlalu lelah mengikuti
kampanye partainya". Malan ada yaulg mengatakan, sejak 6 bulan
lalu sudah ada bibit penyakit di tubuh Angin dan baru kambuh
setelah ditahan.
Angin ditahan sejak 22 April lalu. Ia "disimpan" di Guest House
Pemda SU jalan Teuku Daud Medan dengan pengawalan polisi. 22
April ia malah sudah sakit-sakitan, dirawat dokter polisi.
Kemudian dibawa ke rumah sakit 28 April, dan 30 April malam
dioper ke RS Herna milik TD Pardede. Kabarnya mengidap penyakit
lever. Sumber di DPW PPP menyebutkan, "ia sempat mengeluarkan
darah dari hidung dan mulutnya".
Pada sidang pertama itu turun sebagai pembela:. Adnan Buyung
Nasution SH, Asad Umar Barewan SH, Prof. nyonya Ani Abbas
Manoppo SH dan M. Kamaluddin Lubis SH. Buyung minta agar Jaksa
Pasaribu memberikan perincian mengenai penyakit tersangka.
"Adanya medical report itu", kata Buyung, "adalah penting,
apakah sidang dapat diteruskan atau tiundurkan ".
Jaksa setuju dan menyatakan akan memberikan perincian pada
sidang berikutnya. Tak lupa Pasaribu menyebutkan, "soal penyakit
tertuduh, Tuhanlah yang mengetahui dan secara profesi kami
memintanya melalui dokter yang memeriksanya". Sambil mengatakan
sidang akan dilanjutkan 14 Mei nanti, Hakim Ketua SE Simanjuntak
SH yang membuka sidang jam 9.5 tanpa mengetuk palu, pada
penutupnya cukup menokok tumbukan ujung jarinya. Entah di mana
palu itu.
Buyung yang sebentar tinggal dalam ruangan, sambil membuka
toganya berucap: "Jaksa cukup kooperatif. Tim pembela berterima
kasih atas usahanya memajukan medical report yang kita minta
itu". Buyung tak memberikan tanggapan lain. Apalagi sudah di
luar sidang dan berkas perkara Angin belum dipelajarinya. Ia
sehari baru tiba di Medan dari Jakarta.
Begitupun Buyung bukan diam. Setelah mendarat di lapangan
terbang Polonia 29 April lalu ia "kaget" mendengar Angin dituduh
subversi. "Terlalu mudah kita menuduh subversi. Memalukan
sekali", katanya. "Kalau seseorang dituduh tindak pidana
subversi, ia harus diperiksa seteliti mungkin, tidak
sembarangan". Selain menyebut kasus Angin sebagai yang pertama
di Indonesia, munculnya Buyung dalam tim pembela dinilainya
sebagai "tantangan berat" baginya.
Angin diadili dengan berkas perkara bernomor: 463/KPS/77,
dituduh melanggar pasal 1 ayat 1 sub 1 b, sub 1 c dan (atau)
ayat 2 UU No: 11/PN PS/1963. Singkatnya: tindak pidana subversi
dengan ancaman "hukuman mati". Selain itu ia dituduh melakukan
tindak pidana pemalsuan dan dijebak dengan pasal 263 KUH Pidana.
Menurut Ketua Pengadilan Negeri Medan, Koeswandi SH, "berkas
perkara Angin diberikan Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara 26 April
kepada Pengadilan Negeri Medan". Kocswandi tali lupa
menyebutkan, karena kasus ini ada hubungannya dengan pemilu,
"mendapat prioritas utama diajukan ke pengadilan". Tetapi,
"perkara ini tak ada bedanya dengan perkara-perkara lain".
Pada hari yang sama, 30 April, di Jakarta para peserta Forum
Kontak Komunikasi sepakat mengajukan ke pengadilan beberapa
kasus: insiden di IAIN Yogya, insiden di Maros dan Ujungpandang,
NTT, Bali dan Jawa Tengah. Forum juga sepakat mengirim tim
peneliti mengenai kasus Brebes, menerima pengaduan Golkar
(penyerangan warganya di Rancaekek, Jawa Barat) dan menerima
bantahan DPD Golkar Sumatera Utara yang dikabarkan juga mencetak
surat suara palsu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini