Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JUTAAN anggota Jemaat Ahmadiyah di seluruh dunia dengan khidmat menyimak pidato imam besar Hadhrat Mirza Masroor Ahmad, yang disiarkan dari London. Digelar akhir Mei lalu, acara itu dilakukan untuk memperingati 100 tahun gerakan yang dicetuskan Mirza Ghulam Ahmad ini.
Di Pakistan, negara tempat lahir Ahmadiyah, pidato itu justru tak pernah sampai. Polisi sejak awal sudah memperingatkan jemaah agar tidak mengikuti acara itu. ”Kami tidak boleh menggelar perayaan, pawai, bahkan menyalakan kembang api,” kata Saleem-ud-din, juru bicara Ahmadiyah di Lahore, Pakistan. Di Pakistan, penganut Ahmadiyah berjumlah empat juta orang.
Terlarang sejak 1974, di Pakistan, Ahmadiyah dianggap oleh pemerintah hanya sebagai sekte non-Islam karena tidak mengakui Muhammad sebagai nabi terakhir. Yang menarik, banyak tokoh terpelajar masuk Ahmadiyah di awal perkembangannya. Mereka misalnya pemikir Dr Syed Muhammad Hussain, Menteri Luar Negeri Pakistan pertama Muhammad Zafrulla Khan, dan Ali Gouhar dari Tentara India-Inggris.
Ajaran ini menjadi kontroversi sejak Mirza Ghulam mengangkat dirinya sebagai Imam Mahdi. Kelompok Sunni dan Syiah menghujatnya sebagai Islam sesat. Setelah Mirza meninggal pada 26 Mei 1908, sejumlah pengikut mengangkatnya sebagai nabi. Kelompok ini dikenal sebagai Ahmadiyah Qadian. Sebagian jemaah, yang tidak setuju dengan konsep kenabian Mirza, membentuk Jemaat Ahmadiyah Lahore.
Sebagai ajaran terlarang, gerak-gerik penganut Ahmadiyah sangat terbatas. Pekan lalu, misalnya, 23 mahasiswa Sekolah Kedokteran Punjab diskors dari kampus karena dituduh menyebarkan Ahmadiyah. Ketika rektor sedang menyiapkan penyelidikan, sekelompok mahasiswa Islam garis keras sudah mengusir mereka dari asrama.
Dimusuhi di tempat asalnya, Ahmadiyah justru diterima di Barat. Sejak 1920-an, pengikut Ahmadiyah tumbuh subur di Inggris dan Amerika. Di Amerika, pengikut Ahmadiyah ikut memelopori berdirinya Nation of Islam, organisasi muslim kulit hitam yang memperjuangkan persamaan hak dengan kulit putih.
Qadian mengklaim punya perwakilan di 190 negara dengan pengikut 200 juta, sedangkan Lahore berkembang di 17 negara, termasuk Indonesia. Ketika pengikut Ahmadiyah di London merayakan seabad gerakan, Perdana Menteri Gordon Brown mengirim Menteri Kehakiman Jack Straw untuk membacakan pidatonya. Sambutan hangat juga diterima Ahmadiyah di Ghana. Presiden John A. Kuffour datang dalam konferensi Ahmadiyah se-Afrika Barat di Akra, April lalu.
Tapi di negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam, Ahmadiyah ditekan. Di Bangladesh, kelompok mayoritas menuntut Ahmadiyah dinyatakan sesat. Pada 2003, ribuan orang menyerang masjid Ahmadiyah, dan setahun kemudian pemerintah melarang mereka melakukan kegiatan. Amnesti Internasional menggambarkan pengikut ajaran ini sebagai ”tahanan rumah”.
Kondisi tidak berbeda terjadi di Arab Saudi. Pada akhir 2006, 56 orang pengikut Ahmadiyah asal Pakistan dan India dideportasi. Jemaah lain, yang mempunyai izin tinggal dan bekerja di Saudi, memilih menyembunyikan identitas untuk menghindari pengusiran.
Di Afrika lain lagi. Penganut Ahmadiyah Lahore, yang berkembang di Afrika Selatan sejak 1950-an, mendapat cap kafir dari kelompok muslim mayoritas pada 1965. Sejak itu, semua kegiatan siar—termasuk membangun masjid—dihentikan. Tidak tahan mendapat perlakuan tak adil, mereka menggugat ke pengadilan Cape Town. Dua tahun kemudian, pengadilan memenangkan Ahmadiyah: aliran itu dianggap bukan kafir serta boleh tumbuh dan berkembang.
Yudono Yanuar (The Independent, muslim.org, alislam.org)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo