Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MENJELANG larut malam, awal pekan lalu, Surya Paloh merasa perlu membereskan urusannya. Penat perjalanan Jakarta-Australia seperti tak dirasakannya. ”Kau segera ke sini, ya?” kata Surya kepada Tempo. Ketua Dewan Pembina Partai Golkar itu mengaku pusing akan selentingan yang mengaitkannya dengan pembelian PT Timor Putra Nasional oleh PT Vista Bella Pratama. ”Saya tak mau terlibat perkara bangkai,” katanya seraya menggebrak meja di kantornya di Gondangdia, Jakarta Pusat.
Adalah Menteri Keuangan Sri Mulyani yang menyebut adanya manipulasi dalam pembelian perusahaan mobil milik Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto, dari Badan Penyehatan Perbankan Nasional, akhir November lalu. ”Mereka melakukan fronting,” katanya. Itulah penyamaran pembelian oleh perusahaan yang terafiliasi dengan kelompoknya sendiri. Dalam kasus Timor, diketahui, Humpuss—kapal induk perusahaan Tommy—memakai Vista Bella sebagai kendaraannya.
Vista membeli piutang pemerintah di PT Timor Putra Nasional senilai Rp 4,6 triliun dalam lelang di Badan Penyehatan Perbankan Nasional, 30 April 2003. Ketika membeli, Vista Bella cuma bermodal Rp 512 miliar. Pembelian itu membuat seluruh hak tagih atas utang Timor beralih ke Vista Bella. ”Pemerintah harus membatalkan jual-beli itu,” ujar Sri Mulyani. Departemen Keuangan sendiri, selaku tim pengelola aset eks BPPN, sudah melaporkan kecurangan ini ke Komisi Pemberantasan Korupsi.
Nama Surya dikaitkan dengan Vista Bella lantaran ”kedekatan”-nya dengan Taufik Surya Dharma, pemilik Vista Bella. Pria 42 tahun itu pernah dipercaya memegang pembangunan hotel milik Surya di Bali. Menurut sumber Tempo di Kementerian Badan Usaha Milik Negara, sang bos—lewat ”orang kepercayaan”—ikut membantu Taufik mencairkan duit sengketa pajak Rp 1,3 triliun yang dibekukan di Bank Mandiri, pada pertengahan 2005. Sebagian bilyet di rekening Timor ini bahkan sempat cair setelah Timor memenangi kasasi perkaranya di Mahkamah Agung, namun diblok kembali oleh pemerintah. Timor kemudian mengajukan gugatan di Pengadilan Jakarta Selatan.
Surya mengakui, Taufik pernah bekerja padanya. ”Tapi apa saya harus kena getah perbuatannya?” Taufik, kata Surya, memang pekerja cerdas. Sayangnya, lulusan Nanyang University, Singapura, itu memilih keluar, empat tahun lalu. ”Dia membantu saya mengurus keuangan di Media Indonesia,” Surya menjelaskan.
Namun pengusaha asal Medan ini tak mau menyalahkan Taufik. ”Dia coba cari receh dari kerja komisioner,” katanya. Ia mengaku tak tahu bagaimana proses bekas anak buahnya itu jadi makelar Timor di BPPN. ”Dia usaha sendiri, namanya juga cari makan,” ujar Surya. Putus hubungan kerja, putus juga kontak Surya dan Taufik. Tapi, dari penelusuran Tempo, Vista Bella mendapat ”komisi” yang tak bisa dibilang receh: Rp 8 miliar dia terima pada November 2003 dari Humpuss.
Ketika diwawancarai Tempo akhir tahun lalu, Taufik mengakui menggunakan Vista Bella sebagai kendaraan untuk membeli Timor. Cara itu terpaksa dilakukan karena sang pembeli, alias pemilik uang, berstatus orang asing: empat dari Singapura dan seorang asal Venezuela. Pemilik modal terbesar adalah Tommy Kow, seorang fund manager asal Singapura, yang menyetor modal Rp 200 miliar. Kelima pembeli itu membentuk perusahaan Amazonas Finance dan Wedingley Capital, yang berbasis di Singapura.
Arif A. Kuswardono, Wenseslaus Manggut, Budi Setyarso, Gunanto E.S.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo