Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KISRUH antara pemerintah dan Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto bakal kian seru saja. Rebutan tabungan Rp 612 miliar di Bank Paribas, Guernsey, Inggris, belum juga kelar, kini keduanya habis-habisan memperebutkan deposito Rp 1,3 triliun di Bank Mandiri.
November 2006, kubu Pangeran Cendana itu sempat berkibar. Para hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memberinya kemenangan. Artinya, uang di brankas Mandiri itu sah milik Tommy.
Tapi, dua pekan lalu, giliran pemerintah yang bersorak. Pengadilan Tinggi DKI Jakarta membatalkan keputusan para hakim dari selatan itu.
Fulus segunung itu pun jadi milik pemerintah. Pertempuran masih berlanjut karena Tommy bersiap melayangkan permohonan kasasi ke Mahkamah Agung.
Di tengah sengitnya perseteruan itu, Komisi Pemberantasan Korupsi melansir temuan yang mengejutkan. Humpuss ditengarai telah mensponsori PT Vista Bella untuk membeli hak tagih piutang Badan Penyehatan Perbankan Nasional di PT Timor Putra Nasional. Proses jual-beli itu berlangsung 30 April 2003. Piutang senilai Rp 4,2 triliun dibeli Vista Bella seharga Rp 512 miliar saja.
Humpuss adalah grup bisnis milik Tommy Soeharto yang bergerak di sejumlah bidang, di antaranya perdagangan, batu bara, perminyakan, dan carter pesawat. Timor Putra Nasional juga milik anak bungsu Presiden Soeharto itu.
Jika tuduhan itu benar, transaksi jual-beli BPPN dengan Vista Bella bisa dibatalkan. Mengapa? Dalam pasal 3 perjanjian itu disebutkan bahwa pembeli tidak boleh memiliki afiliasi dengan pemilik lama.
Nah, jika perjanjian jual-beli itu dibatalkan, utang Timor Putra Nasional dinyatakan belum lunas. Artinya, perusahaan itu tetap harus membayar Rp 4,2 triliun kepada pemerintah.
Dengan utang sebesar itu, klaim pemerintah atas uang Rp 1,3 triliun di Bank Mandiri kian kuat. Jadi, ”Mudah-mudahan Timor menyadari bahwa tidak ada gunanya mengajukan kasasi,” kata Hadiyanto, Direktur Jenderal Kekayaan Negara Departemen Keuangan, Senin pekan lalu.
Timor terjepit, pemerintah di atas angin. Kini KPK harus bekerja keras membuktikan bahwa uang Vista Bella benar-benar berhulu dari Humpuss.
TRANSAKSI jual-beli piutang Timor itu memang rumit dan melibatkan banyak pihak. Vista Bella sendiri sesungguhnya cuma mitra lokal dari Amazonas Finance dan Wedingley Capital—dua perusahaan milik investor dari Singapura dan Venezuela—yang ikut dalam transaksi ini. Amazonas dan Wedingley adalah perusahaan yang berpusat di Negeri Singa, Singapura.
Walau meliuk ke mana-mana, para penyidik KPK sukses mengendus keterkaitan sejumlah perusahaan itu dengan Grup Humpuss.
Taufiequrachman Ruki, Ketua KPK, hakulyakin temuan para penyidiknya itu sangat kuat dan disertai bukti yang sahih. Ruki memastikan, ”Kami menemukan aliran dana dari Humpuss ke Vista Bella.”
Sejumlah sumber yang ditemui Tempo menguatkan keterangan Ruki. Seorang sumber yang memahami lika-liku transaksi ini menuturkan aliran dana itu dilakukan secara berantai.
Dari Humpuss, menurut sumber itu, duit tidak dikirim langsung ke Vista Bella, tapi diputar dulu lewat sejumlah perusahaan. Coba perhatikan transaksi berikut ini.
April 2003, Humpuss mengirim uang kepada sebuah perusahaan—sebut saja namanya PT Mabuba—yang diduga kuat berafiliasi dengan Humpuss.
Uang dikirim dua kali dalam bentuk dolar Amerika Serikat. Kiriman pertama sekitar Rp 76 miliar. Kiriman kedua sekitar Rp 36 miliar. Jadi total yang dikirim Rp 112 miliar dan dialirkan lewat sejumlah bank.
Dari Mabuba, uang segunung itu tidak mengalir ke Vista Bella, tapi dikirim langsung ke Badan Penyehatan Perbankan Nasional. Pengiriman dilakukan beberapa kali.
Di ujung April 2003, misalnya, Mabuba mengirim uang sekitar Rp 17 miliar ke BPPN lewat sebuah bank swasta. Sesudah itu, disusul pengiriman berikutnya. Dan sumber Tempo itu memastikan, ”Semua uang dikirim atas nama PT Vista Bella.”
Memang ada uang yang mengalir langsung ke Vista Bella, tapi itu cuma agency fee yang jumlahnya Rp 8 miliar. Uang itu dikirim awal November 2003.Sumber lain, yang sangat dekat dengan Vista Bella, membenarkan adanya kiriman dana delapan miliar itu.
Di luar aliran dana itu, ditemukan pula sejumlah bukti tentang pertalian antara Vista Bella dan Humpuss. Para petinggi PT Mabuba diduga kuat juga petinggi Humpuss.
Sumber ini menyebut petinggi Mabuba yang berinisial BM sebagai orangnya Humpuss. Keterkaitan Humpuss dalam transaksi ini juga bisa ditelusuri dari mitra Vista Bella yang berasal dari mancanegara itu.
Sumber Tempo menyebutkan bahwa seorang warga negara Venezuela, sebut saja namanya Carlos Gonzales, yang terlibat dalam transaksi ini juga terkait dengan Humpuss.
Sebab, belakangan, kata sumber itu, Carlos bekerja di sebuah perusahaan marmer yang berkantor di sebuah gedung menjulang di Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan. Nah, perusahaan itu diduga kuat masih berafiliasi dengan Humpuss. Para penyidik KPK, menurut sumber tersebut, sebaiknya meminta sejumlah lembaga negara agar membuka bukti-bukti keterkaitan itu.
Soal benar-tidaknya Carlos bekerja di Gatot Subroto, misalnya, bisa ditanyakan kepada Departemen Tenaga Kerja. Sebab, departemen itu punya data lengkap soal tenaga kerja asing di Indonesia.
KISRUH panjang nan ruwet ini bermula pada 14 tahun silam. Tahun 1993, Tommy Soeharto, yang gemar main balap mobil itu, mendirikan pabrik mobil nasional. Namanya: Teknologi Industri Mobil Rakyat, disingkat Timor. Nama lengkap perusahaan itu kemudian menjadi Timor Putra Nasional.
Tommy menggandeng Kia Motor, pabrik mobil dari Korea Selatan, dalam proyek raksasa itu. Soeharto, yang ketika itu kekuasaannya masih kukuh, menopang rencana putra bungsunya ini lewat secarik surat keputusan tanggal 4 Juni 1996.
Di situ disebutkan bahwa mobil impor yang kandungan lokalnya minimal 60 persen dibebaskan dari bea masuk. Inilah rezeki nomplok untuk Timor.
Pada 10 Juni 2006, Bank Bumi Daya menerbitkan surat utang bagi Timor untuk mengimpor 4.000 unit mobil Kia. Ribuan mobil itu kemudian melenggang masuk tanpa pajak.
Guna melunasi utang itu, hasil penjualan mobil ditampung di Bank Bumi Daya, yang rekeningnya dikuasai Timor.
Sokongan untuk proyek ini terus mengalir. Awal Agustus 1997, sindikasi 16 bank saweran memperkuat proyek besar ini. Dari belasan bank itu, terkumpul sekitar Rp 4,2 triliun.
Duit segunung itu mengucur tanpa agunan, dengan masa pinjaman 10 tahun dan bunga cuma tiga persen.
Tapi krisis ekonomi kemudian menggulung Indonesia sejak 1997. Januari 1998, atas desakan Dana Moneter Internasional, Soeharto mencabut proyek mobil nasional ini.
Dikepung krisis ekonomi bertubi-tubi, sejumlah bank yang menggelontorkan dana ke Timor kehabisan napas. Ada yang langsung tewas, ada pula yang masuk ruang gawat darurat BPPN. Piutang belasan bank ke Timor, yang jumlahnya Rp 4,2 triliun, pindah ke lembaga itu.
Bersama tiga bank lain, Bank Bumi Daya kemudian melebur menjadi Bank Mandiri. Uang hasil penjualan mobil Timor tadi ikut pindah ke sana.
Jadilah Tommy Soeharto berurusan dengan dua pihak. Untuk utang Rp 4,2 triliun, dia berurusan dengan BPPN, dan untuk uang Rp 1,3 triliun, ia berurusan dengan Bank Mandiri.
Piutang BPPN di Timor kemudian dibeli Vista Bella. Dengan demikian, Timor menilai kewajibannya tuntas sudah. Itu sebabnya Tommy merasa berhak atas uang Rp 1,3 triliun di Bank Mandiri.
Tapi pemerintah menahan uang itu. Kantor Bea-Cukai Jakarta dan Kantor Pelayanan Pajak Tanah Abang mengirim tagihan pajak ke Timor yang nilainya miliaran rupiah.
Timor kemudian menggugat kedua lembaga itu. Dari pengadilan negeri hingga kasasi di Mahkamah Agung, Timor memenangi perkara ini. Itu sebabnya Timor ngotot menarik uang tersebut.
Sejatinya fulus selangit itu nyaris dicairkan saat Ramadan 2005. Saat itu petinggi Bank Mandiri sudah memerintahkan sejumlah anggota stafnya mengirim uang itu ke Timor.
Tapi, pada suatu sore di bulan puasa itu, seorang pria separuh baya meluncur ke kantor KPK di Jalan Veteran, Jakarta Pusat. Dia membawa berita besar tentang rencana pencairan doku Rp 1,3 triliun tersebut. Si pria menyodorkan bukti: ada surat petinggi Mandiri kepada bagian pencairan uang bank pemerintah itu agar duit segera dikirim.
Para petinggi komisi ini berusaha sekuat tenaga menghentikan proses pencairan itu. Mereka lalu memberi tahu Menteri Keuangan Jusuf Anwar. Pak Menteri turun tangan dan pencairan itu pun gagal. Petinggi Timor naik pitam.
Mereka lalu menggugat pemerintah—dalam hal ini Bank Mandiri—ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Hakim di sana memenangkan Tommy. Tapi pengadilan tinggi memenangkan pemerintah.
Belum lagi bergerak ke Mahkamah Agung, kubu Tommy disodok dalam kasus jual-beli piutang BPPN oleh Vista Bella itu.
Pemerintah kini sigap bergerak. Pekan lalu, Menteri Keuangan Sri Mulyani sudah memberikan kuasa hukum kepada Kejaksaan Agung untuk menggugat Vista Bella dan Humpuss ke pengadilan.
Amunisi pemerintah jelas sangat ampuh. ”Ada klausul dalam perjanjian yang menyebutkan bahwa apabila Vista Bella melakukan pelanggaran, pemerintah bisa membatalkan jual-beli itu,” kata Sri Mulyani.
Otto Cornelis Kaligis, kuasa hukum Tommy Soeharto, mengecam pernyataan Sri Mulyani. Menteri Keuangan, kata dia, salah satu pihak dalam perkara ini. Semua tuduhan terhadap Humpuss seharusnya dibuktikan secara hukum. ”Kok, eksekutif seperti berada di atas pengadilan,” kata Kaligis. Soal perkara dengan Mandiri, Kaligis memastikan akan segera mengajukan permohonan kasasi.
Kisruh Timor yang menyala sejak 14 tahun silam itu tampaknya bakal terus membara.
Wenseslaus Manggut, Anton Septian, Arif A. Kuswardono
Lika-liku Duit Timor
Agustus 1995 PT Timor Putra Nasional didirikan dengan 99 persen saham dimiliki Hutomo Mandala Putra.
Juni 1996 Keluar Keputusan Presiden No. 42 Tahun 1996 tentang Pembuatan Mobil Nasional, yang mengizinkan sekitar 4.000 mobil KIA diimpor PT Timor masuk tanpa pajak.
Agustus 1997 PT Timor mendapat kredit dari 16 bank nasional—yang sekarang melebur ke Bank Mandiri. Sindikasi bank yang dipimpin Bank Dagang Negara mengucurkan kredit tanpa agunan US$ 690 juta dengan bunga 3 persen dan masa pinjamannya 10 tahun.
Januari 1998 Karena tekanan Dana Moneter Internasional (IMF), Soeharto mencabut keputusan presiden tentang mobil nasional.
Maret-Desember 1999
September 2000 PT Timor dan BPPN menandatangani nota kesepahaman mengenai restrukturisasi utang PT Timor.
Juni-Juli 2001
April 2002 PT Vista Bella Pratama didirikan oleh pengusaha bernama Taufik Surya Darma. Dalam dokumen BPPN yang diperoleh Tempo, perusahaan itu beralamat di Ruko Muara Karang Raya Blok Z-3-S Nomor 47, Pluit, Jakarta Utara.
Juni 2003 BPPN melelang piutang PT Timor senilai Rp 4 triliun tersebut, yang kemudian dimenangi oleh Vista Bella Pratama dengan harga Rp 512 miliar (11 persen dari total nilai utang dari BPPN). Perjanjian jual-beli ini memuat klausul, tak boleh ada keterkaitan langsung atau tak langsung antara perusahaan itu dan Grup Humpuss atau pemiliknya. Kalau ternyata ada hubungan, mereka harus membayar semua sisa utangnya kepada BPPN.
Juli-Agustus 2004
Januari 2005 PT Timor meminta deposito mereka di Bank Mandiri Rp 1,3 triliun, yang merupakan hasil penjualan mobil Timor, dicairkan. Permintaan ini ditolak Mandiri karena Menteri Keuangan Yusuf Anwar meminta uang itu ditahan karena merupakan jaminan utang Rp 4 triliun yang belum dibayar.
Juni-November 2006 PT Timor menggugat Bank Mandiri dan Departemen Keuangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan karena menahan uang Rp 1,3 triliun itu. Pengadilan memenangkan Timor. Hakim menyatakan PT Timor pemilik sah giro dan 76 deposito pada rekening penampung (escrow account) Rp 1,027 triliun dan US$ 3.974,94.
November 2007
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo