Penduduk yang masih bertahan di calon kawasan industri Bekasi tercekam teror. Rumah dirampok dan pekarangan dikepung galian. DOR ... dor ... Bunyi letusan pistol itu pekan lalu sempat membelah kesunyian tengah malam. Penduduk Kampung Laban Bongkok, Sukaresmi, Kecamatan Lemah Abang, sekitar 20 km sebelah timur Bekasi, lantas mencari perlindungan atau lari lewat pintu belakang. Penembak tengah malam itu diketahui sebagai gerombolan sekitar delapan orang. Setelah mendobrak pintu, mereka menodong penghuni rumah. "Mana uang gusuran?" kata-kata itu selalu dibentakkan. Gerombolan itu lantas mengobrak-abrik isi rumah dan menghamburkannya ke luar. Tak ada harta yang dijarah, kecuali uang atau emas. Misalnya Ahad pekan lalu. Rumah Namin disatroni. Setelah menggedor pintu, seorang anggota gerombolan menodong tuan rumah. "Mana uang gusuran?" Yang ditodong menjawab dengan gemetar, "Tak ada uang. Belum dijual." Dari rumah pasangan muda itu, gerombolan hanya membawa emas 67 gram dan uang Rp 50.000. Dua sepeda motor tak diusiknya. "Operasi dor" pun segera dialihkan ke seberang rumah Namin. Kebetulan di sana ada tiga rumah yang tampak mentereng dengan lantai ubin dan pilar gaya Spanyol. Gertakan serupa sempat membuat kecut Ny. Dahlan. Anggota gerombolan tambah garang ketika ibu tua itu menjawab, "Kami belum ingin menjualnya." Tak banyak yang didapat dari Kampung Laban Bongkok. Total uang yang dijarah sekitar Rp 385.000 dan emas 230 gram. Itu pun setelah mereka mendobrak enam warga yang masih bertahan di situ. Tapi main dor mereka sempat minta korban, seorang buruh pembuat batu bata, Usen. Tangan kirinya luka tertembus pelor. Malam itu juga "operasi dor" dilanjutkan ke Kampung Pagaulan, sekitar satu kilometer dari sasaran pertama. Tiga hari kemudian, sasaran dialihkan ke Desa Wangunharjo dan Pasirlinus, Kecamatan Cibitung, masih di kawasan sama. Kali ini kawanan memperoleh uang hampir Rp 2 juta dan perhiasan 100 gram. Polisi belum memastikan motif "operasi dor" itu. Sekadar perampokan atau teror bagi penduduk yang masih bertahan. Karena, menurut rencana, Kecamatan Lemah Abang sampai Cibitung di sepanjang jalan tol Cikampek-Jakarta akan menjadi pusat industri seluas 1.000 hektare. Sejak dua tahun lalu, PT Gunung Cermai Inti (GCI) -sebuah perusahaan pengembangan kawasan -melakukan pembebasan tanah. Tanah dan rumah yang sudah menyerah segera dibuldoser. Permukaan tanah diratakan dengan mengeduknya tiga sampai empat meter. Rumah yang masih bertahan dibiarkan nangkring di atas, seperti pulau di atas bentangan tanah datar. Penduduk yang bertahan sebenarnya menunggu kecocokan harga. Ganti rugi yang ditawarkan GCI Rp 30.000 sampai Rp 35.000 per meter persegi. Mereka menuntut lebih sedikit, paling tidak Rp 50.000. Menurut polisi, "operasi dor" di calon kawasan industri itu dilakukan oleh kawanan yang sama. "Polisi sedang melakukan penyelidikan intensif," kata Letkol Pol. Latief Rabar, Kadispen Polda Metro Jaya. Namun, polisi belum menemukan bukti penembakan tengah malam itu berkaitan dengan pembebasan tanah. "Kami tak pernah melakukan cara paksa dan kasar," kata Ir. Tossyn Hidayat, kepala proyek GCI, kepada TEMPO. Tanpa teror pun, GCI menargetkan proyeknya rampung 1994. Tahun depan diperkirakan mulai dibangun pabrik garmen, tekstil, pipa, dan kabel. Yang belum dikuasai tinggal enam hektare di Sukaresmi dan sekitarnya. GCI masih menawar karena ada yang minta ganti rugi Rp 200.000. Sri Idrayati dan Susilawati Suryana
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini