Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Pusat Penerangan TNI Brigadir Jenderal Kristomei Sianturi mengatakan bahwa ancaman perang yang disebarkan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM) tak lebih dari bagian propaganda. Dia menyatakan, bahwa militer Indonesia tidak akan menghiraukan propaganda itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Tidak usah dihiraukan, TNI tetap melaksanakan tugas pokok seperti biasanya," kata Kristomei ketika dihubungi pada Selasa, 15 April 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Menurut dia, ancaman perang dari kelompok separatis itu kerap dilakukan untuk menakut-nakuti masyarakat. Propaganda itu, ujarnya, bertujuan agar masyarakat hidup dalam ketakutan, sehingga enggan beraktifitas.
Kristomei berujar, TNI bakal tetap mengedepankan dialog yang humanis dan pembinaan teritorial. "Prinsip utama adalah menjaga keamanan tanpa menciderai hak-hak warga sipil," ucapnya.
Kristomei memastikan, penggunaan kekuatan bersenjata tak akan menjadi prioritas untuk menghadapi OPM saat ini. Menurut dia, kekuatan bersenjata baru akan dikerahkan sebagai pilihan terakhir.
"Namun, apabila ada ancaman nyata terhadap keselamatan prajurit, masyarakat sipil, atau fasilitas vital negara, maka TNI wajib mengambil tindakan tegas dan terukur," ucapnya.
Sebelumnya, TPNPB-OPM memetakan sejumlah wilayah di Papua sebagai zona perang. Sejumlah wilayah yang dinyatakan masuk ke zona merah di Papua di antaranya Yahukimo, Pegunungan Bintang, Nduga, Puncak Jaya, Intan Jaya, Maybrat, Dogiyai, Paniai, dan Deiyai.
Justru bicara TPNPB-OPM Sebby Sambom mewanti-wanti kepada para warga pendatang untuk meninggalkan wilayah konflik di Papua. Menurut Sebby, imbauan bagi warga sipil itu untuk menghargai fungsi hukum humaniter internasional.
"Untuk warga non-Papua dari Sumatera, Sulawesi, Kalimantan, Maluku, Nusa Tenggara Timur, Bali yang berada di wilayah perang, tinggalkan Papua," ujarnya.
Kelompok bersenjata ini telah menyerang dan membunuh 17 warga sipil berprofesi pendulang emas di Yahukimo, Papua Pegunungan. Peristiwa penyerangan itu terjadi pada 6 hingga 9 April 2025.