DESEMBER 1979 boleh disebut sebagai bulan pembebasan. Mula-mula
awal Desember dibebaskan 2045 tahanan golongan B. Disusul 105
orang tahanan golongan B juga yang dianggap "tidak koperatif".
Sebelumnya, tanpa banyak publikasi, 331 narapidana (napi)
G30S/PKI di seluruh Indonesia 15 Desember lalu telah mendapat
remisi (pemotongan hukuman) istimewa (TEMPO 29 Desember 1979).
"Ada yang mendapat pembebasan, pengurangan masa hukuman atau
perubahan dari hukuman penjara seumur hidup menjadi hukuman
penjara sementara 20 tahun," ujar drs. R. Soegondo, Sekretaris
Ditjen Bina Tuna Warga pada TEMPO. Di antara 331 orang itu, 118
orang mendapat pembebasan, dan 20 orang mendapat perubahan
hukuman penjara seumur hidup menjadi 20 tahun. Di wilayah
Lembaga Pemasyarakatan Jakarta, 94 orang napi mendapat remisi,
48 di antaranya mendapat pembebasan.
Di antara mereka yang mendapat perubahan hukuman seumur hidup
menjadi hukuman sementara 20 tahun adalah bekas Komisaris Besar
Polisi Anwar Tanuwidjaja. Sedang yang dari hukuman 20 tahun
kemudian dibebaskan antara lain adalah eks Brigjen (Pol)
Sawarno, bekas Kadapol VII Jaya dan eks Mayor (TNI-AU) Ir. Imam
Subagio.
Dari Lembaga Pemasyarakatan Khusus (LPK) Cipinang, Jakarta,
tercatat 45 orang yang dibebaskan. Saat ini di LPK ini masih
tersisa 81 napi G30S/PKI, 22 di antaranya mendapat hukuman mati,
7 dihukum seumur hidup dan 52 orang dipidana sementara 20 tahun.
Jenderal Franco
Tidak hanya itu. Pada 16 November lalu Kas Kopkamtib Jenderal
Yoga Sugama menginstruksikan semua Laksusda untuk mencabut semua
perkara tahanan G30S/PKI yang sudah diberkaskan oleh Kejaksaan
di seluruh Indonesia. Pertimbangan instruksi itu menyebutkan,
sesuai kebijaksanaan pemerintah semua perkara G30S/PKI sudah
harus diselesaikan pada akhir November 1979.
Itu sebabnya pihak Oditur dan Kejaksaan diharuskan
mereklasifikasi kembali golongan para tahanan yang semula
dikategorikan golongan A. Setelah reklasifikasi semua tahanan
yang sudah siap disidangkan, golongan mereka diturunkan menjadi
C.
Di Jakarta misalnya, ada 8 perkara yang sudah selesai
diberkaskan, tapi kemudian dicabut kembali oleh Laksusda Jaya.
Antara lain perkara Djauhari Sidin, Rustanto alias Susilo, dr.
Ny. Soetanti Aidit dan bekas Ketua Umum PWI A. Karim DP. Mereka
semua telah dibebaskan dan perkaranya dibatalkan.
Alasan pemberian remisi itu menurut Menteri Kehakiman Moedjono
"Karena keikhlasan dan ketulusan hati pemerinah Orde Baru,
bukan karena tekanan Amnesty International." Mengapa baru
sekarang Menteri Moedjono mengambil misal perlakuan penguasa
di Spanyol, Jenderal Franco terhadap musuh-musuh politiknya.
Jenderal Franco memakamkan para musuhnya di Taman Pahlawan,
bersebelahan dengan para pahlawan Spanyol, termasuk kemudian
makam Jenderal Franco sendiri. Malah di makamnya dibuat tulisan
"Mereka di sebelah kiriku adalah musuhku. Di sebelah kananku
kawan-kawan seperjuangan. Tapi keduanya adalah bangsaku, bangsa
Spanyol."
"Itu terjadi setelah Spanyol establisbed (madeg) kembali, tidak
mungkin di saat-saat habis perang," ujar Moedjono. Demikian juga
di negara kita, misalnya terhadap Soekarno. "Tidak mungkin pada
1968 atau 1970 dipugar makamnya. Semua itu dilakukan setelah
kita merasa established," tambahnya.
Lebih Baik Dibebaskan
Tekad pemerintah untuk menyelesaikan tahanan G30S/PKI tampak
juga pada kebijaksanaan baru pada para tahanan golongan A. Saat
ini tinggal 23 tahanan G30S/PKI golongan A, antara lain Mayjen
Rukman (bekas Panglima Komando Daerah Pertahanan Indonesia
Timur), Mayjen Pranoto Reksosamodra (bekas Asisten-3 KSAD) dan
Brigjen Soeharyo (bekas Pangdam IX/Mulawarman).
Menurut Kaskopkamtib/Kepala Bakin Yoga Sugama pekan lalu, tidak
semua 23 orang ini akan diajukan ke pengadilan. Mungkin
dibebaskan sebelum sempat diajukan ke pengadilan. Alasannya
karena mungkin ada pertimbangan lain yang menguntungkan mereka.
Misalnya: walau cukup bukti dan memenuhi persyaratan untuk
diajukan ke pengadilan, tapi kalau diajukan kira-kira hukumannya
kurang dari jumlah masa tahanan mereka, maka mereka ini akan
dibebaskan saja. "Kalau hukumannya diperkirakan 10 tahun sedang
dia sudah ditahan 14 tahun, lebih baik dia dibebaskan saja,"
ujar Yoga.
Jenderal Yoga juga mengungkapkan ada beberapa pelarian G30S/PKI
di luar negeri yang mengajukan permohonan ingin pulang. Di
antaranya bekas Dubes RI di Kuba AM Hanafi dan bekas Dubes di
Hanoi Sukrisno. "Sebetulnya kita ingin tutup buku dengan
habisnya tahanan G30S/PKI. Tapi pelarian yang pulang nanti tidak
begitu saja akan dibebaskan," lanjut Yoga. Mereka tidak akan
lepas dari tuntutan untuk mempertanggungjawabkan keterlibatan
mereka. Cukup banyak tokoh PKI yang kini hidup di luar negeri,
antara lain anggota CC-PKI Adjitorop yang kini tinggal di
Beijing.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini