JANJI-JANJI juru kampanye tentang perbaikan nasib buruh dalam pemilu kemarin seperti mengilhami karyawan PT Jabatex, Tangerang, Jawa Barat, untuk minta peninjauan upah minimum mereka. Di perusahaan pakaian jadi yang mempekerjakan 2.300 karyawan ini 80% wanita standar upah minimum Rp 2.100. Padahal di Jakarta, yang cuma berjarak beberapa kilometer dari Tangerang, upah terendah sudah Rp 3.000. Perbedaan cukup mencolok itu telah dituangkan karyawan Jabatex dalam bentuk demonstrasi Senin pekan lalu. Tak seorang pun pimpinan pabrik yang bisa membubarkan kerumunan massa yang meneriakkan tuntutan sejak pukul 7 pagi itu. "Saya sudah tidak sanggup mengatasi mereka, saya hampir dikeroyok," lapor wakil kepala bagian produksi, Endi Cahdiyanto, begitu kepala bagian personalia, Dwi Cahyo, tiba di kantor. Cahyo mencoba menenangkan massa. Tapi keadaan malah tambah panas. Sebuah mobil pikap penuh daging dan sayur-mayur untuk makan karyawan diobrak-abrik massa. Pos penjagaan dilempari batu oleh demonstran begitu petugas satpam berupaya mengamankan Cahyo. Keadaan baru terkuasai setelah petugas dari Kodim dan Polres Tangerang turun tangan. Setelah mempelajari tuntutan massa, petugas keamanan minta demonstran mengutus wakil untuk merundingkan tuntutan mereka dengan pimpinan perusahaan. Sedangkan 2.000 karyawan lainnya yang ikut berdemonstrasi diminta menunggu di luar pagar pabrik. Disaksikan oleh wakil SPSI dan Depnaker, sekalipun perundingan berjalan alot, 90% tuntutan karyawan disetujui perusahaan. Kelak mereka, misalnya, akan mendapat tunjangan uang makan dan uang transpor untuk setiap kali masuk kerja, dan pakaian kerja akan diberikan secara gratis. "Tuntutan lainnya, seperti minta susu setiap hari, dan rekreasi ke luar kota, tidak saya kabulkan. Terlalu mengada-ada," ujar T. Johan, General Manager Jabatex. Perusahaan juga tak mengabulkan tuntutan penyamaan upah minimum dengan Jakarta. "Walau upah minimum mereka masih Rp 2.100, mayoritas penghasilan mereka di atas Rp 3.000," kata Johan. Keinginan karyawan Jabatex melakukan penuntutan perbaikan upah sebetulnya sudah membara sejak lama, tapi karena terhalang masa pemilu, baru sekarang aksi meledak. Siapa penggeraknya? Tak seorang pun pekerja mengaku. "Saya sendiri merasa kecolongan," ujar Didi Mulyadi, Sekretaris SPSI unit Jabatex. Namun, ia sudah menduga akan terjadi aksi itu. "Usul kami agar upah minimum dinaikkan menjadi Rp 2.500 belum juga gol. Tak mengherankan bila timbul krisis kepercayaan pekerja pada pimpinan perusahaan," katanya. Demonstrasi serupa ternyata merembet pula ke perusahaan penyamakan kulit, PT Wira Sakti, Tangerang. Sekalipun terjadi di hari yang sama, demonstrasi di Wira Sakti berlangsung tertib. Sekitar 200 pekerja yang melakukan aksi mogok cuma duduk-duduk di luar pekarangan pabrik sambil meneriakkan tuntutan mereka. Tapi sebagian tuntutan, seperti kenaikan uang laukpauk dan uang makan siang dikabulkan. Aksi serupa diduga akan menjalar ke perusahaan-perusahaan lain. Apalagi, menurut hasil survei Kantor Depnaker Tangerang Maret lalu, seorang pekerja lajang perlu penghasilan Rp 4.062 per hari. "Wajar saja mereka mengajukan tuntutan persamaan upah minimum dengan di Jakarta. Beras di Tangerang saja dari Pasar Kramatjati," ujar A. Saragih, Wakil Ketua DPC SPSI Tangerang. Hasan Syukur dan Indrawan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini