GURU silat dan dukun yang dipercaya puluhan pengikutnya sakti mandraguna itu, Embah Irorejo alias Jonggolo, 75, ternyata cuma mampu mengumpati keputusan hakim. "Saya tak mau menerima hukuman itu," katanya lesu di tengah penguniung yang berjubel di kantor Kejaksaan Pringsewu, Selasa pekan lalu. Pengadilan di kota kccil, 60 km dari Tanjungkarang, itu baru saja memvonis kakek renta itu 6 tahun penjara. Dua pembantunya, Aloysius Saliyo, 32, dan Sunardi bin Tirtoatmojo, 38, dihukum masing-masing 5 tahun. Sedangkan dua yang lainnya, Aloysius Sawud, 27, dan Ponimin, 35, sama-sama dapat hukuman 2 tahun penjara. Mereka, menurut hakim, terbukti melawan dan melukai pegawai negeri yang sedang bertugas, merusakkan kantor pemerintah, dan memutuskan jaringan telepon. Itu mereka lakukan dengan dibantu sejumlah temannya yang akan diadili dalam perkara terpisah. Embah Irorejo, yang mengaku di depan haklm menganut aliran kepercayaan itu juga kccmpat anak buahnya - tak membantah tuduhan, baik menyerbu kantor camat Pringsewu, Lampung Selatan, maupun melukai empat polisi yang menghalangi mereka. Itu terjadi akhir Desember tahun lalu (TEMPO, 14 Januari 1984). Berasal dari Karangkepuk, Yogyakarta, Irorejo merantau ke Lampung, 1950-an, cuma berbekal ilmu silat. "Saya pernah masuk -sekolah di zaman Belanda, cuma satu minggu," ujarnya. Sejak 1961, dia membuka perguruan silat yang diberinya nama Kodrat, di rumahnya, 1 km di pinggiran Pringsewu. Namanya pun terkenal sebagai pemilik ilmu yang piawan. Konon, dia kebal, dan bisa mengobati semua penyakit, serta menguasai berbagai ilmu klenik. Pasiennya cukup banyak. Begitu juga murid padepokan silatnya. Awal Desember tahun lalu, sang suhu merasa wibawanya diremehkan, ketika Abdul Jafar, 55, terpilih menjadi kepala desa, tanpa restunya. Kekesalannya bertambah ketika kemudian sawah Irorejo kekerinan, akibat saluran irigasi mampat oleh semak belukar. Scbagai tindakan pcrtama, dia memanggil camat, Drs. Tarmizi, ke padepokan, melalui siaran radio amatir setempat. Karena tak diindahkan, lalu dengan dikawal sejumlah muridnya, ia mendatangi camat itu, dan dia memerintahkan agar sang pejabat mengerahkan masyarakat bergotongroyong membersihkan saluran irigasi. Karena tak dipedulikan juga, Irorejo pun marah: pagi di akhir Desember, Irorejo memimpin 40 muridnya menyerbu kantor camat dengan senjata golok, linggis, kapak, dan arit. Untung, Camat Tarmizi, yang mereka cari, bisa kabur lewat jendela kantornya yang sudah terkepung. Tembakan-tembakan peringatan yang dilepaskan pasukan polisi tak dihiraukan. Tampaknya kaum penyerbu begitu yakin akan kesaktian sang guru. Akhirnya, setelah empat polisi tergeletak karena luka bacok, barulah polisi mengarahkan senapannya kepada Irorejo. Anehnya, orang kebal itu pun terkapar berlumuran darah d tanah becek, begitu tiga peluru singgah di kakinya. Para muridnya panik, sebagian lari dan yang lain meletakkan senjata.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini