Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Membongkar Pilar Yunani

Rs Prof Margono Sukarjo di Purwokerto dibangun dengan biaya rp 260 juta dengan arsitektur romawi, oleh Gubernur Ismail (Jateng) minta diganti dengan Joglo. (nas)

1 September 1984 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

UPAYA Gubernur Ismail mewujudkan identitas nasional kini "maju" selangkah lagi. Ketika 13 Agustus lalu ia meninjau pembangunan rumah sakit Prof. Margono Sukardjo di Purwokerto, ia memerintahkan agar atap bagian depan gedung bergaya Yunani itu diubah menjadi bergaya arsitektur Jawa alias joglo. Sebelumnya, Ismail telah mengganyang istilah asing untuk nama toko, gedung bioskop, rumah makan, hotel, dan lain-lainnya yang hasilnya belum terbukti efektif. Dan Gubernur telah pula mencanangkan agar remaja di wilayahnya beralih dari bela diri asing dan menggandrungi pencak silat sebagai seni bela diri domestik. Usaha mencari identitas nasional itu, kata Ismail, akan diteruskannya ke setiap segi, baik olah raga, seni, arsitektur, maupun lain-lainnya. "Sudah menjadi tekad saya merealisasikan kebanggaan nasional ini," katanya. Untuk itu, biaya tidak masalah. "Yang penting," ujar Ismail, "bagaimana bisa menumbuhkan rasa kebanggaan nasional sebagai bangsa yang memiliki identitas." Kompleks RS Margono Sukarjo itu rencananya dibangun di atas tanah seluas 11,5 ha dengan biaya sekitar Rp 9 milyar. Dibangun sejak 1982, diperkirakan rampung tahun 1992, ia kelak tergolong RS pemerintah kelas B, yang berkapasitas 700 tempat tidur dan dilengkapi dokter ahli. Kota Purwokerto agaknya dinilai layak memiliki RS kelas B, yang salah satu syaratnya mempunyai minimal 60 dokter, berupa dokter umum dan sedikitnya 13 macam dokter spesialis. Soalnya, Purwokerto berdekatan dengan tujuh kota kabupaten lainnya, sehingga pasien yang memerlukan perawatan di RS kelas B tidak perlu lagi dibawa ke Yogya atau Semarang yang berjarak ratusan kilometer. Kecuali itu, UniversitasJenderal Soedirman berencana pula membuka fakultas kedokteran. RS kelas B memang harus didukung peralatan yang memadai untuk teaching hospital. Sehingga, "Rumah Sakit Margono ini bisa pula digunakan untuk pendidikan praktek," ujar dr. Ibrahim, kepala Bagian Perencanaan dan Pembangunan RS Margono. Kini, baru 15% RS itu selesai dibangun. Yakni gedung poliklinik dan gedung admimstrasi. Atap gedung administrasi inilah yang diperintahkan oleh Gubernur Ismail agar diubah. Gedung yang terakhir ini dibangun dengan biaya Rp 260 juta, dan merupakan bangunan terdepan pada kompleks rumah sakit itu. Ia ditopang pilar-pilar yang bulat dan kukuh, dengan face out berbentuk segitiga dan dicat putih bersih. "Ini gedung bergaya Yunani," ujar Prof. Dr. Ir. Parmono Atmadi, dosen Sejarah Arsitektur FT UGM. Arsitektur Yunani merupakan cakal bakal arsitektur Romawi. Prinsip arsitektur Yunani adalah adanya kolom-kolom yang memikul beban horisontal. "Sedang pada arsitektur Romawi, prinsip itu diolah menjadi bentuk-bentuk lengkung," kata Parmono. Kini semua jendela gedung itu yang bercat merah jambu, serta pintu jati yang dipelitur cokelat, sudah dipasang rapi. Lantainya yang dari teraso pun mengkilap. Tapi Gubernur Ismail tetap bersikeras mengubah atapnya ke bentuk joglo. "Kita punya arsitektur joglo yang lebih asri. Kok malah memakai arsitektur asing," komentar Ismail. Terlebih, gedung itu menghadap ke pertigaan jalan, dan di situ berdiri monumen Gatot Subroto. "Apa layak patung pahlawan nasional dipajang didepan gedung bergaya asing?" tambah Ismail. Bagi pihak rumah sakit, tak ada masalah untuk memenuhi permintaan Gubernur. "Sebab, Gubernur yang akan menanggung biayanya," kata dr. Setyo Raharjo, pimpinan proyek, yang juga direktur RS Umum Purwokerto. Pihak kontraktor memperkirakan diperlukan Rp 13 juta untuk membongkar dan membangun kembali dengan joglo. "Hanya sekitar lima persen dari seluruh biaya untuk membangun gedung administrasi itu," kata Soegeng, direktur CV Parama Artha. Bagi Gubernur, "Anggaran itu masalah mudah. Bisa diambilkan dari anggaran cadangan," katanya dengan tersenyum. "Pokoknya, berapa pun akan saya tanggung. Sebab, ini sangat penting bagi rasa kebanggaan nasional," katanya berulang-ulang. Persoalan justru dari sudut arsitektur itu sendiri. Mengganti sang atap begitu saja dengan joglo, "Jelas menimbulkan masalah baru," ujar Parmono. Misalnya, apakah sesuai dengan struktur semula bangunan itu. Sebab, atap bukan satu-satunya unsur, "Sehingga sejak semula harus dipikirkan secara integral apakah serasi dengan unsur-unsur lain dalam bangunan itu," tambahnya. Lagi pula, ciri atau kepribadian nasional itu, "tidak harus selalu atap joglo." Dan jika pada sang Yunani "ditempelkan" begitu saja atap joglo, bangunan itu akan kehilangan karakter. "Ibarat orang Eropa memakai peci," tambah sebuah sumber TEMPO. Tapi Gubernur Ismail sudah mantap. Ia berencana setiap bangunan pemerintah, seperti kantor kabupaten, yang kelak dibangun di Jawa Tengah akan dirancang berbentuk joglo. "Ini bukan berarti saya anti pada bangunan asing, seperti Spanyol atau Romawi," kata Ismail. "Biar lebih tampak identitas Jawa Tengah yang membanggakan itu," tambahnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus