Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

politik

Wamenag Minta Revisi UU Pesantren Cegah Kekerasan Seksual Terulang

Wamenag Zainut Tauhid Sa'adi mengusulkan revisi UU Pesantren karena dianggap belum kuat mencegah tindakan kekerasan seksual.

13 Januari 2022 | 15.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid Sa'adi mengusulkan revisi Undang-undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren. Ia menilai regulasi tersebut dianggap belum kuat mencegah tindakan kekerasan seksual di lembaga pendidikan berbasis asrama.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Meskipun terbilang baru disahkan, yakni pada 16 Oktober 2019, Zainut menekankan tidak ada ketentuan yang tegas dan jelas terkait dengan pengawasan pesantren. Oleh karenanya, regulasi pengawasan harus dimasukkan ke dalam UU Pesantren.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Dalam Undang-undang Pesantren tidak ada yang namanya pengawasan. Dewan Masyayikh itu hanya penguatan konten pendidikan," kata dia saat Rapat Kerja dengan Komisi VIII DPR di Gedung Parlemen, Jakarta, Kamis, 13 Januari 2022.

Dia meminta kepada para anggota legislatif turut melakukan telaah ulang terhadap UU Pesantren. Tujuannya agar kasus seperti Herry Wirawan yang memperkosa 13 santriwati bisa dicegah.

"Mohon telaah ulang apakah ini perlu dilakukan semacam revisi agar pemerintah dan masyarakat bisa memiliki akses untuk melakukan pengawasan di pondok pesantren. Karena pondok pesantren itu unit pendidikan yang unik, memiliki independensi yang luar biasa," tegas Zainut.

Di sisi lain, dia melanjutkan, Kementerian Agama juga akan melakukan pengetatan proses perizinan pendirian pesantren ke depannya. Misalnya harus ada persyaratan rekomendasi dari organisasi masyarakat (ormas) yang akan melakukan pengawasan. "Pengetatan pada proses awal, yakni izin pendirian pesantren harus ada beberapa persyaratan," ungkapnya.

Apalagi, dia menekankan, kasus kekerasan seksual di pesantren ini telah mendapatkan perhatian langsung dari Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Kata Zainut, Kepala Negara tidak biasanya merespons langsung kejadian-kejadian tertentu.

"Itu bentuk dari kegelisahan dan perhatian pemerintah. Untuk itu Kemenag yang pasti bahwa pelecehan seksual (kekerasan seksual) itu bisa terjadi di mana saja tergantung motif pelakunya. Bahwa itu terjadi di pondok pesantren, iya, tapi itu tidak mencerminkan seluruh pesantren yang ada," tutur Wamenag.

ARRIJAL RACHMAN 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus