Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Calon Wakil Gubernur Jakarta nomor urut 2, Kun Wardana, mengatakan akan mengambil jalur hukum jika skema perolehan suara 50 persen plus satu diubah dari ketentuan pemilihan kepala daerah (pilkada) Jakarta 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Kalau sudah melanggar konstitusi kami akan judicial review,” kata Kun saat ditemui di kawasan Tebet Timur, Jakarta Selatan, pada Kamis, 14 November 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pasangan wakil Dharma Pongrekun itu mengaku tidak mempermasalahkan apabila pilkada Jakarta hanya berlangsung dalam satu putaran selama aturan perolehan suara 50 persen plus satu masih dijalankan. Ia menilai penghapusan skema tersebut menjadikan kemenangan pilkada tidak didasarkan kemenangan yang dilegitimasi mayoritas masyarakat Jakarta.
“Tapi kalau prinsip ini (50 persen plus satu) tidak bisa berjalan, ini jadi masalah,” kata Kun.
Menurut dia, perlu ada hal substansial yang mendasari keputusan untuk mengubah skema untuk menentukan kemenangan dalam kontestasi politik tersebut. Ia tidak menampik bahwa satu putaran akan lebih efisien.
Namun, menurut dia, perlu alternatif aturan yang membarengi keputusan satu putaran tersebut jika tidak menggunakan kebijakan 50 persen plus satu. “Kalau memang mau satu putaran intinya (butuh) alternatif untuk bisa legitimasinya,” ujarnya.
Wacana perubahan aturan pemenang di pilkada Jakarta menggelinding seiring dengan keputusan Dewan Perwakilan Rakyat merevisi Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta (DKJ) –pengganti Undang-Undang Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta. Undang-Undang DKJ lahir setelah terbitnya Undang-Undang Ibu Kota Nusantara (IKN), yang mengatur pemindahan ibu kota negara dari Jakarta ke IKN di Kalimantan Timur.
Saat rapat pleno Badan Legislasi DPR, Senin lalu, anggota Baleg dari Partai Keadilan Sejahtera, Al Muzzammil Yusuf sempat mengusulkan untuk mengubah aturan penentuan pemenang pilkada dalam Undang-Undang DKJ jika Baleg memutuskan untuk merevisi undang-undang tersebut.
Ia beralasan syarat kemenangan di pilkada Jakarta seharusnya juga diubah jika hendak merevisi Undang-Undang DKJ. Pasal 10 ayat 3 Undang-Undang DKJ mengatur bahwa pilkada Jakarta akan digelar dua putaran jika tidak ada pasangan calon yang memperoleh suara sebesar 50 persen plus satu di pemilihan.
Ketentuan pemenang di pilkada Jakarta ini berbeda dengan pilkada di provinsi lainnya di Indonesia. Provinsi lain di Indonesia merujuk pada Undang-Undang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota atau Undang-Undang Pilkada. Undang-undang ini mengatur bahwa pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak di pemilihan dinyatakan sebagai pemenang pilkada.
DPR sudah memutuskan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Undang-Undang DKJ menjadi usul inisiatif DPR, Selasa lalu. Seluruh fraksi di DPR menyetujuinya.
Mereka juga menyetujui penambahan empat pasal baru dalam undang-undang itu, yaitu Pasal 70A-D. Pasal ini mengatur tentang nomenklatur anggota DPRD Jakarta, anggota DPR dan Dewan Perwakilan Daerah dari daerah pemilihan Jakarta, serta pasangan calon kepada daerah yang memenangkan pilkada Jakarta 2024.
Berbagai kalangan menduga akan ada pasal susupan dalam revisi tersebut nantinya. Sebab Baleg DPR memaksakan agar pembahasan revisi Undang-Undang DKJ tersebut tuntas sebelum pencoblosan pasangan calon di pilkada Jakarta, yaitu sebelum 27 November 2024.
Di samping itu, hasil survei sejumlah lembaga terhadap elektabilitas tiga pasangan calon gubernur di pilkada Jakarta juga menunjukkan jika mereka kesulitan mencapai elektabilitas di atas 50 persen.
Hasil sigi terbaru Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) yang dirilis Rabu, 12 November 2024, menunjukkan bahwa elektabilitas Pramono Anung-Rano Karno yang paling tinggi, yaitu sebesar 46 persen. Selanjutnya elektabilitas Ridwan Kamil-Suswono sebesar 39,1 persen dan Dharma-Kun Wardana 5,1 persen.
Ketua Baleg Bob Hasan mengatakan Badan Legislasi tidak akan mengubah ketentuan syarat kemenangan di pilkada Jakarta, yaitu tetap 50 persen plus satu suara. "Tidak ada perubahan. Hanya setelah jadi nanti, selesai, pemenangnya siapa? Nah, namanya bukan gubernur DKI Jakarta," kata Bob yang ditemui seusai rapat pleno Baleg, Senin lalu.
Politikus Partai Gerindra ini menjelaskan, perubahan Undang-Undang DKJ hanya berisi penyesuaian nomenklatur. Misalnya, pokok-pokok materi pada Pasal 70A berbunyi, pada saat undang-undang ini mulai berlaku, gubernur dan wakil gubernur Daerah Khusus Jakarta hasil Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Jakarta tahun 2024 dinyatakan menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur Daerah Khusus Jakarta. "Jadi, poinnya nomenklatur," kata Bob.
Annisa Febiola berkontribusi dalam penulisan artikel ini.