BAGI sebagian besar orang, Porkas boleh saja menggiurkan. Namun, di mata penduduk Nongkojajar, Pasuruan, Jawa Timur, permaman ini tak menarik. Kawasan subur di lereng barat Pegunungan Tengger itu menentang segala jenis perjudian. Jangan kata Porkas, kupon TSSB (Tanda Sumbangan Sosial Berhadiah) yang beredar sejak 1979 tak ditemui. Apalagi yang namanya judi buntut. "Bentuk perjudian macam apa pun di kecamatan ini kami larang," kata Soeparman, 51 tahun, Camat Nongkojajar. Tidak terlalu mengejutkan bila daerah itu jauh dari pergunjingan soal Porkas. Semua itu tercipta karena sejak semula memang sudah ada kesepakatan di antara Musyawarah Pimpinan Kecamatan (Muspika) - Camat, Danramil, Kapolsek Nongkojajar untuk memberantas judi. Sasaran tidak hanya para warga setempat, tapi juga mencakup pegawai kecamatan dan anggota ABRI. Sebagai penghasil apel, cengkih, kopi, dan kentang, Nongkojajar tergolong dacrah surplus. Lebih-lebih setelah 1979 daerah ini menjadi penghasil susu terbesar di Jawa Timur. Produksinya mencapai 60 ribu liter per hari. Tidak heran bila rata-rata penduduknya hidup berkecukupan. Ini pula yang mendorong masyarakat menJauhl perbuatan yang dilarang agama itu. "Orang nombok Porkas itu biasanya 'kan orang yang spekulasinya tinggi, karena mereka miskin," tutur Soeparman lagi. Faktor lain yang mendukung keberhasilan Nongkojajar menangkal Porkas adalah peran para tokoh agama. "Porkas itu termasuk judi. Ini banyak diterangkan oleh para mubalig dan para kiai setempat," kata M. Noer, 60 tahun, seorang tokoh masyarakat Nongkojajar. Di samping itu, penduduk yang sebagian besar warga NU dikenal taat pada agama. Sebenarnya, menurut ketentuan Bupati Pasuruan, daerah Nongkojajar boleh saja dimasuki Porkas. Pertimbangannya karena selain merupakan kawasan yang ramai, Nongkojajar dilalui oleh jalan protokol. Begitu pula di beberapa kecamatan lain di Pasuruan, seperti Sukorejo, Kejayan, dan Purwodadi. Namun, dalam kenyataannya, penjual yang coba-coba menjajakan Porkas di situ terpaksa gigit jari karena tak ada pembeli yang berminat. Di Nongkojajar, masyarakatnya terangterangan menolak Porkas, lain halnya dengan yang terjadi di Aceh. Di sekitar Banda Aceh serta kota-kota lain, spanduk kuning yang mcnjadi simbol agen Porkas memang tak akan ditemui. "Pemda tidak mengeluarkan izin peredarannya," kata GubernurAceh, Ibrahim Hasan, kepada Bersihar Lubis dari TEMPO. Kemenangan Golkar di Aceh dalam pemilu lalu merupakan bukti suksesnya menolak Porkas. "Jika Porkas ada, 'kan bisa dijadikan OPP tertentu sebagai isu kampanye untuk memukul Golkar," ujar Gubernur. Majelis Ulama Aceh memuji sikap yang diambil Ibrahim. Menurut mereka, tidak perlu ada fatwa tentang Porkas. "Pcmda mendengar saran kami," kata Ali Hasyimi, Ketua MUI Aceh. Tak adanya spanduk kuning dan tak diizinkannya Porkas beredar di Aceh tak berarti kupon Porkas menjadi barang haram di sini. Pelacakan TEMPO mengungkapkan, cukup banyak warga Aceh yang melibatkan diri dalam permainan ini (Baca Porkas. Dana, Dukun Duka). Meski begitu, sejauh ini tak terdengar seorang pimpinan daerah setegas Gubernur Ibrahim Hasan. Sumatera Barat, misalnya, pada awal Porkas diedarkan pernah melayangkan protes ke Pemerintah Pusat. Namun, belakangan, permainan dengan kupon berlajur itu konon sudah sampai ke pedesaan. Padahal, Gubernur Azwar Anas sudah menginstruksikan agar peredarannya hanya di Padang saja, itu pun dibatasi di beberapa kawasan kota saja. Sulit memang membendung arus Porkas. Tapi beberapa daerah tetap berusaha keras melawan desakan gencar itu. Sejak Januari lalu, misalnya, Kotatif Depok menetapkan daerah bebas Porkas. Dari tiga kecamatan yang ada, hanya di Pancoran Mas saja Porkas boleh dijual. Alasannya, "Perlu diadakan lokalisasi. Penjualan Porkas letaknya harus jauh dari sekolah dan tempat ibadat, agar tidak menimbulkan kerawanan masyarakat,",kata M. Amin Djohan, Staf Sosial Politik Kotatif Depok. Bila di satu daerah bertekad mengganjal Porkas, di lain tempat justru semakin dikibarkan. Lihat saja di Surabaya. Sejak awal tahun ini tersedia sejumlah hadiah menawan di samping yang resmi berupa uang. Bila cocok empat huruf sebanyak 10 lembar atau tepat tiga huruf dalan 25 kupon, pemenang bolel mengendarai sebuah mobi Suzuki Lalu sebuah sepeda motor menunggu penebal yang punya lima lembar kupon dengan empat huruf yang pas. Televisi disediakan bagi yang berhasil menebak empat huruf yang cocok sebanyak tiga lembar. Iming-iming semacam ini sempat diikuti oleh pengelola Porkas di Ja-Teng, yang juga menyiapkan perang sang berupa mobil dan sepeda motor. Namun, hal ini sekarang sudah dilarang. Berbagai potret daerah itu menunjukkan, ada juga darah yang masih mampu bertahan terhadap gempuran Porkas, meski secara diam-diam Porkas terus juga merayap masuk, seperti kasus Aceh tadi. Sampai kapan Aceh bis bertahan ? Gubernur sendiri belum bis memastikan. "Kami hanya menundanya sampai kondisi Aceh memungkinkan," kata Ibrahim Hasan. Menurut dia, bisa jadi penundaan itu berlaku permanen. "Alia untuk seterusnya." Wajar bila ada konsekuensi yang hanya ditanggung. Antara lain, seandainya daerah yang dipimpinnya tidak kecipratan dan Porkas lewat KONI Pusat. "Tak apa. KONI Aceh tetap kita bantu melalui APBD serta sumber dana lain," kata Pak Gubernur. Y.H.E., Laporan biro-biro
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini