Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Penemuan ladang ganja di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) yang viral hari-hari ini memunculkan spekulasi liar di kalangan pengguna media sosial. Netizen atau warganet menilai ada keterkaitan antara sejumlah peraturan dan fenomena yang terjadi di kawasan wisata tersebut dengan upaya menyembunyikan keberadaan ladang ganja alias mariyuana.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Misalnya soal pembatasan penerbangan drone, publik menilai hal itu sebagai upaya menghindari kemungkinan ladang terpantau kamera pesawat tanpa awak. Publik juga menuding aturan wajib menggunakan pemandu bagi pendaki gunung guna menghindari pendaki tersesat di ladang ganja. Bahkan publik berspekulasi jika ada pendaki hilang, itu lantaran ditangkap karena memasuki atau memergoki ‘area terlarang’ tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tak hanya itu, publik juga mencocokkan berbagai fenomena di TNBTS dengan kemungkinan adanya berbagai aktivitas penanaman Cannabis sativa. Jika tutup sementara, publik berspekulasi itu adalah masa panen. Bila ada perbaikan tempat wisata, itu artinya sedang masa tanam. Kebakaran berarti pembukaan lahan. Sementara mahalnya tiket diasumsikan untuk membeli bibit.
Benarkah?
Sebagai informasi, penemuan keberadaan ladang ganja di Bromo ini sebenarnya sudah diungkap Polres Lumajang sejak September 2024 lalu seiring pembongkaran peredaran ganja di Kecamatan Tempursari, Lumajang. Saat itu polisi berhasil mengamankan ganja kering lebih dari satu kilogram. Mengingat besarnya barang bukti, polisi curiga ada lokasi penanaman.
Setelah penyelidikan selama satu setengah bulan, polisi akhirnya mendapatkan petunjuk mengenai lokasi penanaman tumbuhan psikotropika tersebut. Dengan berbagai penyamaran, polisi berhasil menemukan dua orang yang menuju ke ladang ganja di kawasan hutan Desa Argosari, masih dalam wilayah TNBTS.
“Dari lokasi-lokasi tersebut, petugas menemukan sebanyak 41 ribu batang tanaman ganja. Penyisiran dan mapping masih terus kami lakukan. Mudah-mudahan kita temukan lagi,” kata dia.
Kasus ini menjadi perbincangan hangat belakangan seiring tengah bergulirnya perkara di Pengadilan Negeri Lumajang. Total ada lima terdakwa yang menjadi pesakitan, mestinya ada enam orang namun satu lainnya telah meninggal dunia. Sementara itu ada seorang bernama Edy yang diduga menjadi dalang ladang ganja di Bromo. Namun dia menghilang dan masih buron.
Alasan pembatasan penerbangan drone di TNBTS
Dikutip dari situs TNBTS, larangan operasional drone atau pesawat tanpa awak termuat dalam Standar Operasional Prosedur (SOP) tentang Pendakian Gunung Semeru pada Masa Adaptasi Kebiasaan Baru di TNBTS. SOP itu sudah diberlakukan sejak 2019. Tujuannya, menjaga fokus dan mengurangi potensi bahaya pada pendaki.
Pada bagian pelaksanaan pendakian ditegaskan bahwa pendaki dilarang membawa drone. Peralatan itu hanya diperbolehkan untuk kegiatan penelitian, riset, Search and Rescue (SAR) dengan surat izin khusus dari Kantor Balai Besar TNBTS. Pendaki yang terbukti membawa peralatan drone yang peruntukannya tidak sesuai ketentuan akan dikenai sanksi.
“Membawa drone tidak sesuai dengan ketentuan blacklist satu tahun plus dokumentasi disita,” bunyi aturan itu dikutip dari situs TNBTS.
Seiring munculnya desus pembatasan penerbangan drone ada kaitannya dengan upaya menyembunyikan ladang ganja, Kementerian Kehutanan turut bersuara. Otoritas menegaskan bahwa pembatasan ini tidak ada hubungannya dengan penemuan ladang ganja di area tersebut. Drone tidak boleh sembarangan terbang karena memang legalitasnya diberlakukan sejak 2019 lalu.
“Itu di Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2024 memang ada tarif, sebetulnya memang ada hal-hal yang sifatnya komersil,” kata Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kehutanan Dwi Januanto Nugroho saat ditemui di kantornya usai konferensi pers pada Kamis 20 Maret 2025.
Dwi juga membantah tudingan dugaan keterlibatan otoritas Balai Besar TNBTS dalam “bisnis” penanaman ganja si Bromo tersebut. Alih-alih terlibat, pihaknya mengatakan Kantor Balai Besar TNBTS bahkan kooperatif membantu pencarian ladang ganja yang disebutnya tersembunyi dan berada di lokasi yang sulit diakses. Dia membantah tudingan yang berkembang di media sosial.
“Kami menduga ada pihak-pihak tertentu yang dari sisi kebijakan tidak puas terkait dengan adanya pendamping penggunaan drone. Ini kami kaji terus,” ujarnya
Alasan pendaki gunung TNBTS harus sewa pemandu
Kepala Balai Besar TNBTS Rudijanta Tjahja Nugraha turut memberikan klarifikasi soal pendaki gunung di TNBTS wajib menggunakan pendamping atau pemandu untuk aktivitas pendakian, khususnya Gunung Semeru. Dikutip dari akun Instagram @bbtnbromotenggersemeru, pendampingan untuk aktivitas pendakian merupakan bagian dari program pemberdayaan masyarakat yang ada di sekitar Gunung Semeru.
“Selain itu, bermaksud memberikan pengalaman yang lebih baik kepada para pendaki. Melalui interpretasi yang diberikan oleh para pemandu ataupun pendamping karena wisata di Taman Nasional bukan seperti destinasi biasa,” kata Rudijanta.
Alasan penutupan sementara TNBTS
Rudijanta juga buka suara ihwal TNBTS yang acap tutup sementara. Menurutnya, penutupan aktivitas pendakian di Taman Nasional tersebut merupakan hal yang dilakukan secara rutin karena beberapa alasan. Januari hingga Maret misalnya, terjadi penutupan sementara dikarenakan cuaca yang tidak mendukung sehingga memberikan risiko bagi keselamatan pengunjung.
Berdasarkan penelusuran Tempo, TNBTS memang sempat ditutup beberapa kali dalam kurun setahun terakhir. Pada penghujung Januari lalu misalnya, Kawasan wisata Gunung Bromo ditutup selama dua hari untuk menghormati adat dan budaya masyarakat suku Tengger merayakan ritual wulan kapitu. Penutupan ini bertujuan untuk memastikan ibadah wulan kapitu berlangsung khidmat.
Gunung Bromo juga ditutup sementara pada 25 sampai dengan 26 April 2024 lalu. Penutupan ini dilakukan untuk membersihkan gunung bromo dari sampah-sampah yang dihasilkan pengunjung selama libur lebaran kemarin. Penutupan ini juga sebelumnya sudah berlaku pada 4 sampai dengan 5 April 2024 sebelum libur lebaran 2024.
Kata otoritas TNBTS soal ladang ganja di Bromo
Terkait keberadaan ladang ganja di Bromo, Rudijanta mengatakan titik-titik ladang tersebut berada di lokasi yang sulit diakses karena berada di lereng gunung dengan kemiringan curam. Hal itulah yang membuat keberadaan ladang ganja itu selama ini tidak diketahui oleh petugas Taman Nasional.
“Area ini terbilang sangat tersembunyi karena terletak di lereng dengan kemiringan yang curam,” kata Nugraha ketika dihubungi, Kamis, 20 Maret 2025.
Nugraha tak mengetahui secara pasti sejak kapan lereng gunung Bromo tersebut dijadikan lahan penanaman ganja. Namun demikian, dia menduga keberadaan tumbuhan psikotropika itu telah ada jauh sebelum polisi membongkarnya pada penghujung September 2024 lalu. Selain itu, ganja itu ditanam di antara semak belukar secara terpisah-pisah.
“Lokasinya kalau tidak dilihat secara seksama, tidak akan diketahui bahwa itu tanaman ganja. Dengan drone pun tidak akan terlihat kalau jaraknya terlalu tinggi,” tutur dia.
Nandito Putra, M. Faiz Zaki, dan Abdi Purmono berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan editor: 7 Fakta Ladang Ganja di Bromo: Awal Pengungkapan Terduga Dalang hingga Dikaitkan dengan Pembatasan Drone