APALAH artinya sebuah nama? Bagi Yayasan Dharmais nama itu penting maknanya. Di dalamnya terkandung cita-cita lembaga itu, dharma bakti sosial yang dipendekkan jadi "Dharmais". Kamis pekan lalu, yayasan yang diketuai oleh Presiden Soeharto selaku warga negara RI ini genap berusia tahun. Dan selama itu sudah sekitar Rp 13,5 milyar disalurkan oleh Yayasan kepada masyarakat. Sepuluh tahun yang lalu, Soeharto punya gagasan: dalam masyarakat yang tengah membangun ini tentunya ada sejumlah anggotanya yang memerlukan bantuan sosial. Untuk ikut meringankan beban mereka yang kebetulan bernasib malang itulah, Yayasan Dharmais didirikan, tepat 8 Agustus 1975. Kebetulan, anggota Yayasan adalah sejumlah pejabat penting, tentunya, juga selaku warga negara RI biasa. Di antaranya, Sudharmono (Mensesneg) sebagai sekretaris, Ismail Saleh (Menkeh) selaku wakil sekretaris, Bustanil Arifin (Kabulog dan Menkop) sebagai bendahara, dan Radius Prawiro (Menkeu) selaku anggota. Tentu saja, dengan dukungan sejumlah nama beken itu, roda Yayasan lalu menggelinding laju. Dari masyarakat dana dan sumbangan mengalir. Misalnya bantuan kendaraan roda empat dari berbagai perusahaan asembling mobil tak jarang diterima - yang kemudian disalurkan ke berbagai panti asuhan di seluruh Indonesia. Pihak Yayasan sendiri memang tak tinggal berpangku tangan. Di berbagai perusahaan Yayasan memiliki saham. Misalnya, Yayasan punya saham 30% (Rp 3 milyar) di Bank Duta, yang Kamis pekan lalu meresmikan gedung barunya di Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat. Lalu di PT Nusamba Rp 3,3 milyar uang Yayasan ditanam. Masih ada simpanan berwujud deposito Rp 38 milyar, plus dalam bentuk giro Rp 7,5 milyar. Total, aset Yayasan kini, sekitar Rp 51,8 milyar. Dan, tak hanya itu. Korpri tiap bulan menyumbang antara Rp 100 dan Rp 1.000 per orang berdasarkan golongan. Tak semua, memang, sumbangan Korpri masuk Yayasan Dharmais. Sumbangan dari pegawai beragama Islam diserahkan kepada Yayasan Amal Bakti Muslim Pancasila. Dengan dana sebanyak itu, pantas bila ruang gerak Yayasan jadi amat luas. Misalnya, 540 panti asuhan atau hampir 40.000 orang mendapat bantuan rutin. Yaitu Rp 9.000 per orang tiap bulan, ditambah Rp 8.000 untuk bantuan pakaian yang diberikan sekali setahun. Lalu mulai tahun ini Yayasan mengangkat 2.000 anak asuh dengan nilai bantuan Rp 1,2 milyar per tahun. Selain itu, Yayasan juga mengulurkan tangan kepada YPAC, janda prajurit, orang jompo, dan tunawisma. Tahun ini bantuan yang dianggarkan Rp 5 milyar lebih. Memang, Yayasan tak begitu saja melepas bantuan. Para penerima diharuskan mengirimkan pertanggungjawaban pemakaian bantuan, dan pemda diminta mengawasi pelaksanaannya. Bila dianggap bahwa pihak penerima bantuan menyeleweng, bantuan segera dihentikan. Yang juga tak luput dari perhatian Yayasan Dharmais adalah perkara transmigrasi. Sudah sekitar 4.000 tunawisma yang bersedia ditransmigrasi- kan dididik keterampilan dulu oleh Yayasan. Bukannya Yayasan lalu mendirikan sekolah keterampilan, tapi dana diberikan kepada lembaga lain guna mengusahakan pendidikan itu. Tak mengherankan bila ulang tahun Yayasan, yang dirayakan di Taman Mini Indonesia Indah, antara lain dihadiri oleh wakil dari 300-an panti asuhan dan muncul pula dua orang transmigran mewakili lebih dari 3.000 rekan mereka yang telah ditransmigrasikan dengan bantuan Yayasan. Dengan dana besar dan lingkup ruang gerak begitu luas, tak berarti Yayasan hendak memonopoli bantuan sosial. "Tetap, partisipasi masyarakat lain dibutuhkan untuk menghimpun dana sosial," kata Bustanil kepada Putut Trihusodo dari TEMPO.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini