Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Marginalia

Birokrasi

200 th SM Fanmhan Fei-Tzu menganjurkan birokrasi. Kekuatan birokrasi menghasilkan peninggalan sejarah yang menakjubkan berupa karya seni & pemikiran, tapi perkembangan ilmu dan teknologi macet, dll. (ctp)

17 Agustus 1985 | 00.00 WIB

Birokrasi
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
SEBUAH petuah penting untuk hari ini: carilah pengetahuan, tentang birokrasi, sampai ke Negeri Cina. Di Negeri Cina memang pernah ada Han Fei-tzu. Ia hidup sekitar 200 tahun Sebelum Masehi. Ia tokoh pemikir aliran "Legalis" yang diikuti bahkan sampai ke masa Mao Zhe-dong di abad ke-20. Dialah yang termasyhur menganjurkan agar raja berkuasa penuh dan menteri-menteri hanya jadi semacam perkakas. "Geledahlah dada para menteri, dan renggutkan kekuasaan mereka. Raja harus menjalankan kekuasaannya sendiri, cepat bagai kilat dan agung bagai guntur". Birokrasi yang tumbuh dari struktur semacam itu tentu saja birokrasi yang terpusat ke atas. Hukum harus seragam. Administrasi negara harus dibakukan. Kegiatan rakyat harus diintegrasikan - dan semua sumber kekayaan harus berada di tangan negara. "Hukum dan aturan adalah kekang, kendali, dan cambuk dalam kontrol sang raja rakyat adalah kereta dan kudanya," demikian kiasan Han Fei-tzu pula. Memang, kedengarannya, Han Fei-tzu dan kaum "Legalis" menghendaki berlakunya sejenis negara hukum di Cina kuno. Dalam teori mereka, setiap orang, termasuk para petinggi harus taat kepada hukum yang sama. Tapi dalam lingkungan Negeri Cina beratus-ratus tahun yang silam itu, corak negara hukum sangat ditentukan oleh arah perundangundangannya. Dan arah itu, pada awalnya, ditentukan oleh para pembuat aturan. Mereka tentu saja bukan orang kebanyakan. Mereka adalah yang tiap kali tampil dalam sejarah Cina: para Shih-ta fu. Kaum mandarin, para "pejabat-terpelajar", ini terutama tampil sejak berdirinya Dinasti Chin di abad ke-3 Sebelum Masehi. Mereka itulah soko guru suatu kekuasaan birokrasi yang terlama dalam sejarah manusia. Mereka diperkukuh oleh dalil-dalil pemusatan kekuasaan seperti yang dianjurkan Han Fei-tzu. Tapi bukan hanya paham "Legalis" yang menopang mereka. Ajaran Konfusianisme yang kemudian ditegakkan resmi di zaman Dinasti Han, (abad ke-3 SM - abad ke-3 Masehi), juga jalin-menjalin dengan kepentingan imperium pejabat itu. Maka, dinasti roboh berganti dinasti, perang dan perebutan kekuasaan meletup, kaum "pejabat-terpelajar" itu tetap saja terus memegang kunci stabilitas. Ahli Sinologi terkemuka Etienne Balazs bahkan mengatakan, "Di Negeri Cina yang petani, merupakan suatu hukum tanpa perkecualian, bahwa alternatif dari pemerintahan birokrasi itu adalah anarki". Kekuasaan birokrasi yang semacam itulah yang kemudian menghasilkan peninggalan sejarah yang menakjubkan, baik berupa karya seni maupun karya pemikiran. Tapi, seperti juga ditunjukkan oleh Etienne Balazs, struktur masyarakat yang dibawahkan kaum "pejabat-terpelajar" itu juga yang akhirnya ternyata tak siap menghadapi tantangan zaman yang datang. Perkembangan ilmu dan teknologi di Cina, yang dulu pernah mendahului Eropa, macet. Malah tertinggal. Tak ada pembahasan: di bawah kekuasaan birokrasi, orang hanya berani mengutip ajaran resmi, mengulang apa yang sudah diucapkan. Pikiran bebas tak leluasa hidup, eksperimen dicemaskan. Teknologi tak bergerak lanjut karena para Shih-ta fu tak punya kepentingan untuk itu. Perekonomian toh bisa mereka setir hanya dengan mengerahkan tenaga kerja yang berlebih. Dan, sementara itu, tak cukup ada kekuatan ekonomi lain untuk berbuat lain. Dengan kaki yang seakan menginjak punggung kura-kura, kaum mandarin itu menghambat majunya penghimpunan modal yang sudah lambat di masyarakat. Kaum pedagang, seperti di mana-mana di Asia, dihinakan. Di zaman Han, kasta saudagar ini bahkan tak boleh naik kuda atau mengenakan baju sutera. Begitu pula di masa Dinasti T'ang 900 tahun kemudian. Birokrasi sementara itu memungut paiak, memonopoli pemilikan rumah, menguasai penuh pertambangan dan pembuatan garam. Memang para pedagang itu kadang menemukan akal untuk bisa lebih bebas. Di abad ke-8, pada zaman T'ang, misalnya, ketika perdagangan meriah, para saudagar menemukan satu alat perkreditan. Mereka menyebutnya "uang terbang": sejenis wesel. Tapi di tahun 811 pemerintah melarang pengelolaan "uang terbang" itu oleh swasta. Birokrasi itu pula yang di tahun 1023 mengambil alih monopoli hak mengeluarkan chiao-tzu, alat tukar sejenis mata uang kertas. Intervensi yang sama terjadi di sekitar abad ke-9 dan ke-11: pedagang swasta dilarang memungut bunga pinjaman 6%, sementara pemerintah boleh memungut di atas itu. Singkatnya, banyak jalan disempitkan. Tapi, yang lebih efektif menggagalkan berkembangbiaknya dunia bisnis dalam sejarah Cina adalah sikap masyarakat sendiri. Ketika di antara para pedagang ada yang berhasil kaya raya, mereka membawa anak-anak mereka berubah, menjadi para shih-ta fu baru. Mereka tak menawarkan nilai-nilai alternatif. Mereka berasimilasi dengan yang berkuasa. Mereka kian melemah - kecuali yang berhasil pergi ke negeri asing. Lalu sejarah terus. Dan di tahun 1949, suatu birokrasi baru pun berkuasa kembali: partai komunis. Goenawan Mohamad

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus