Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kartun

<font face=arial size=2 color=#FF0000>TEMPO DOELOE </font><br />Demam Golf Kaum Urban

18 Juni 2012 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MELIHAT orang kaya Indonesia sibuk bermain golf tentu bukan hal baru. Tapi hampir 40 tahun lalu itu bukan pemandangan lazim. Ketika olahraga ini mulai menjamur pada awal 1970-an, golf bukan monopoli kaum berduit.

Majalah Tempo edisi 8 Februari 1975 menulis fenomena demam golf di Jakarta. Olahraga ini dipuja-puji sebagai resep panjang umur, obat langsing, juga sarana memperluas pergaulan dan jaringan bisnis.

Jakarta ketika itu punya tujuh lapangan golf. Ada lapangan Senayan, Sawangan, dan Bina Ria Ancol. Tapi yang paling beken adalah lapangan Jakarta Golf Club di Rawamangun, Jakarta Timur. Lapangan golf itu dibangun pada 1972 dan dianggap yang terbaik. Presiden Soeharto dan para menterinya rutin bermain di sana.

Jakarta Golf Club sendiri punya anggota sampai 1.600 orang. "Itu sudah dibatasi," kata Mariono, seorang anggota di sana. Yang antre untuk menjadi anggota masih banyak lagi. Padahal biaya untuk jadi peserta klub itu tidak murah. Uang pangkalnya sampai Rp 150 ribu dengan iuran bulanan Rp 5.000.

Mariono memperkirakan ada 5.000 pemain golf di Jakarta. Anggota Persatuan Golf Indonesia sendiri pada tahun itu mencapai 15 ribu orang lebih. Tapi, dibandingkan dengan jumlah pemain golf di negara lain, Indonesia masih belum apa-apa. Di Jepang, yang penduduknya 100 juta orang, ada sekitar 10 juta pemain golf. Itu berarti, 1 dari 10 orang Jepang bermain golf.

Para penggemar golf Indonesia punya alasan masing-masing untuk menggandrungi olahraga ini. Letkol G. Dwipayana, Kepala Dokumentasi dan Mass Media di Sekretariat Negara, mengaku golf membuat dia bisa dekat dengan anak laki-laki sulungnya, Aviyasa. "Saya jadi punya kesempatan bermain-main dengan anak saya," katanya.

Seorang ibu rumah tangga, Nyonya Tampenawas, mempunyai alasan lain. Ia menyebut golf sebagai permainan dengan tingkat kesulitan tinggi, baik untuk menguji mental. "Menurut saya, golf is the most difficult game," kata Tampenawas, yang pernah menjuarai turnamen golf kelas amatir pada 1974. Golf, menurut dia, membuat mental seseorang semakin matang. "Kalau sedang bosan atau marah, cukup main golf dan semuanya bisa hilang," katanya.

Penikmat golf lainnya, Direktur Astra Motor, Padmo Sumasto, menyebutkan golf punya daya tarik luar biasa karena bisa memaksa orang berjalan berkilo-kilo meter. "Siapa sih yang sudah berumur mau dipaksa berjalan?" katanya. Saking cintanya pada olahraga golf, Padmo menyebutnya sebagai olahraga para gentleman.

Ada juga ibu-ibu yang memanfaatkan permainan ini untuk melangsingkan tubuh. Misalnya ibu-ibu peserta Sekolah Golf di Senayan. Mereka sesumbar lipatan lemak di tubuhnya cepat menyusut sejak bermain golf. "Celana ikke sudah agak longgar sekarang," kata seorang ibu kepada pelatih di sekolah itu, Djali Aznam. Tak mengherankan bila olahraga ini bisa melangsingkan tubuh mereka, karena Djali mengajak mereka berlari, naik-turun tangga, tiga kali seminggu.

Terlepas dari soal latihan mental dan fisik, ada satu lagi alasan yang membuat golf cepat populer di Jakarta: olahraga ini adalah olahraga pergaulan. Jurang pemisah antara prajurit dan jenderal, kelas menengah dan kaum jetset, bisa lebur di lapangan golf. "Lebih mudah membuat appointment sambil bermain golf," kata wartawan senior Kaslan Rosidi. Saking hebatnya pengaruh golf, PT Krakatau Steel bahkan membangun lapangan golf sendiri di Cilegon, Banten. Pembangunannya dilakukan jauh sebelum pabriknya sendiri berdiri.

Golf memang bisa mengubah hidup. Soal itu, tanya saja Azis Narwi, 32 tahun, seorang bekas caddy—pemungut bola golf di lapangan. Anak Betawi asli yang kini menjadi pelatih golf ini pernah menang dalam turnamen dan meraup hadiah Rp 200 ribu. Maka, melengganglah Azis dengan mobil Mazda Capella di jalanan Ibu Kota dari kediamannya di Kampung Ambon.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus