Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kartun

8 Orang Di Kaki Jayawijaya

Ekspidisi wanadri berhasil menaklukan puncak-puncak jaya wijaya (carstenz piramida, ngga pulu, carstensz, midden spits), tim ini terdiri dari 8 orang & disponsori oleh 7 perusahaan. (ils)

15 November 1980 | 00.00 WIB

8 Orang Di Kaki Jayawijaya
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
ENTAH sudah berapa banyak ekspedisi yang mencoba menaklukkan Pegunungan Jaya Wijaya, Irian Jaya, yang bersalju abadi. Ekspedisi terakhir dilakukan oleh perhimpunan penempuh rimba dan pendaki gunung dari Bandung, Wanadri, yang berhasil mendaki puncak-puncak Jayakesuma (Carstens Piramida, 4884 meter), Ngga Pulu (4862 meter), Carstensz Timur dan Midden Spits yang belum diketahui ketinggiannya. Wanadri, dalam tim yang terdiri dari delapan orang (dua di antaranya wanita), hampir selama sebulan berada di emperan gunung yang bersuhu paling tinggi 4o C dan kadang-kadang minus 2 derajat Celcius. Mereka itu kebanyakan mahasiswa: Prasidi (dari Senirupa ITB), pimpinan ekspedisi, Danardana (Dept. Tambang/ITB), Irwanto (Astronomi/ITB), Marcus Othnil Mamahit (Geografi & Meteorologi/lTB), Topo Sutrisno (Institut Komputer Bandung), Agung Setyo Wicaksono (Akademi Industri logam), Lauricke Moeliono (Antropologi/Unpad) dan dr. Ny. Tri Wahyu. Yang terakhir itu bertindak sebagai dokter ekspedisi dan bersama Agung Setyo bertugas pada komunikasi radio. Persiapan dimulai sejak Maret, selain belajar lewat literatur, latihan mendaki gunung batu terjal yang dilakukan di Citatah, Padalarang, Jawa Barat. Latihan dingin mereka lakukan di Bandung tengah malam meski Bandung tidaklah dingin lagi akhir-akhir ini. Ekspedisi memakan biaya sembilan juta rupiah, didapat dari tidak kurang tujuh perusahaan negara dan swasta sebagai sponsor. Perlengkapan perorangan sebagian besar berasal dari dalam negeri, bahkan banyak yang dibuat oleh Wanadri sendiri, yang kini telah mempunyai toko, khusus menjual peralatan mendaki gunung. Obat-obatan yang mereka bawa mulai dari pil malaria, pil alergi sampai ke alat pencegah kuman air. Tidak ketinggalan gas oksigen dan masker. Beras, cuma 90 kg, dan setumpuk berbagai makanan kaleng, keju, madu, rokok kretek, sekoteng dan tiga botol wiski. Badai Salju Dan bertolaklah mereka, 19 September 1980, dengan beban barang sebesar, 1,1 ton! Di Biak rombongan tertahan selama dua minggu, karena surat izin pendakian belum juga diperoleh. Baru kemudian mereka menuju Timika, lewat Jayapura. Dari Timika menuju ke Tembagapura dengan bis, yang makan wakru 3,5 jam, dan menuju ke mil-74 lagi selama setengah jam. Dari situ mereka naik kereta gantung (cable car), dan tentu saja, milik PT Freeport Indonesia Inc. yang mengusahakan penambangan tembaga di sana--menuju Etsberg. Dan sampailah mereka di daerah danauanau. Kemah induk didirikan di tempat ini. Jumlah rombongan membengkak menjadi 54 orang, karena selain tim inti, diperlukan tenaga untuk membawa barang perlengkapan. Para pembawa barang ini terdiri dari orang-orang Suku Dhani dan Ikhari. Tujuan pertama Etsberg yang kini disebut Gunung Bijih mempunyai ketinggian 3.600 m. "Kami tinggal selama seminggu untuk menyesuaikan suhu setempat dengan tubuh kami," kata Prasidi. Beberapa anggota tim memang ada yang Kejangkitan hipoksis, yaitu terganggunya keseimbangan tubuh karena kekurangan oksigen. Penderitanya biasanya merasa mual, lemas dan mengantuk terus-menerus. Penderitanya diharuskan berlindung di dalam kemah. Penjajakan pendakian kemudian dilakukan. Hampir empat hari lamanya mencari rute pendakian yang paling baik. Juga sekaligus mendirikan kemah depan I dan kemah depan II. Tanggal 13 Oktober, Topo, Lauricke, Danardana, Irwanto dan Marcus berhasil mendaki Puncak Carstensz Piramida. Pendakian selanjutnya Puncak Carstensz Timur dan Puncak Jaya (Ngga Pulu). "Dan semuanya, Alhamdulillah, berjalan lancar," kata Prasidi, walaupun pernah mereka terserang badai salju. "Tiga hari lamanya kami tidak keluar dari tenda karena badai salju yang hebat." Beberapa bagian dari gunung bersalju lembek. Tidak jarang mereka harus menempuh timbunan salju selembut eskrim sampai setengah badan. Dan sebagai acara terakhir Topo Sutrisno melakukan pendakian solo. Tujuannya ialah puncak Midden Spits yang tingginya belum diketahui. Namanva dalam istilah bahasa Indonesia juga belum diketahui. Dan Topo berhasil! "Tetapi pendakian ini baru pendakian awal," kata Saryanto Sarbini, Ketua Ekspedisi yang tidak ikut mendaki. "Tahun depan kami akan mencoba mendaki yang lebih tinggi lagi."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus