NOVEMBER ini merupakan awal kesibukan bagi Bappeda (Badan
Perancang Pembangunan Daerah). Sebab proyek-proyek pembangunan
daerah biasanya sudah harus diusulkan bulan ini --jauh sebelum
berakhirnya tahun anggaran pada setiap 31 Maret. Untuk itu para
Ketua Bappeda diikut-sertakan dalam raker gubernur pekan lalu,
6-7 November, di Jakarta.
Sebelumnya para Ketua Bappeda juga hadir dalam konsultasi
rutin dengan Bappenas (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional),
27 Oktober - 4 November. "Konsultasi rutin itu dilakukan
seminggu sampai 10 hari menjelang persiapan rencana tahunan
untuk tahun mendatang," kata Wakil Ketua Bappenas J.B.
Soemarlin.
Berdasarkan Keppres 14/1974, Bappeda dibentuk di semua daerah
tingkat 1. Enam tahun kemudian kedudukannya dipertegas sebagai
aparat pemda, langsung di bawah gubernur. Kaitan Bappeda dengan
Bappenas hanya bersifat konsultatif fungsional.
"Setiap saat Bappeda dapat langsung berkonsultasi dengan
Bappenas--sepanjang ia melaksanakan fungsinya sebagai lembaga
perancang dan pengendali pembangunan daerah," tambah Soemarlin.
Di akhir tahun, orang-orang Bappeda mulai "nguping" ke
Jakarta, antara lain untuk mengetahui berapa daerah mendapat
alokasi anggaran dari Bappenas dalam APBN mendatang. Selain itu
mereka juga masih harus menyusun perubahan anggaran, merancang
APBD tahun berikumya, memonitor proyek-proyek sektoral.
Di Ja-Teng ada kesibukan memonitor "enam sukses". Yaitu
sukses di bidang produksi pangan, program inpres, program
BUUD/KUD, kebijaksanaan kependudukan, pemasyarakatan P4 dan
pelaksanaan Knop 15. Kesibukan seperti itu nampaknya tak sepadan
dengan jumlah tenaga yang hanya 25 orang (termasuk ketuanya,
Drs. Adnan Widodo).
Perguruan Tinggi
Kesulitan tenaga paling menyolok dialami Bappeda Kal-Bar.
Saat ini tenaga yang ada hanya 50 orang (dari ketua sampai
tukang ketik) padahal yang dibutuhkan sekitar 80 orang. Bisa
dimaklum kalau Soemarlin mengakui masih adanya beberapa Bappeda
yang kurang mampu merancang pembangunan daerah.
Seperti halnya Bappeda di beberapa daerah, Bappeda Ja-Bar
menerima sumbangan pikiran dari beberapa perguruan tinggi.
Misalnya pokok pikiran mengenai Teknologi Tepat-guna dari Pusat
Teknologi Pembangunan (ITB), penanggulangan ekologi dari
Lernbaga Ekologi (Unpad) atau tentang rotasi pertanian,
sumbangan almarhum Prof. Ir. Anwas Adiwilaga, guru besar Unpad.
Selama ini ' tumpang-tindih antara proyek daerah dan pusat
sedapat mungkin dihindari. Selain lewat konsul- tasi dengan
Bappenas, juga harus menaati prinsip bahwa Bappeda adalah
instansi tertinggi dalam perencanaan pembangunan di daerah.
"Artinya, baik rencana pusat maupun daerah harus diketahui oleh
Bappeda," kata Ir. Herbowo, Ketua Bappeda DKI.
"Tapi nyatanya mekanisme seperti itu belum jalan 100%. Ada
saja proyek yang tahu-tahu muncul begitu saja. Dan ini terjadi
di semua daerah," tambah Herbowo akhir pekan lalu. Harapan
seperti itu ditunjang oleh Drs. Purnomo Hadi, Wakil Ketua
Bappeda DIY.
Bahkan Pramono mengharapkan agar peranan kepala daerah
tingkat II dalam mengawasi proyek nasional yang ada di daerahnya
dipertegas. "Di DIY ada bupati yang tidak tahu-menahu mengenai
proyek seperti ini, karena bupati tidak mendapat tempat yang
jelas," kata Pramono "Setidaknya pimpinan proyek melaporkan
perkembangannya kepada bupati atau walikota. Selama ini bupati
hanya menerima laporan kalau ada kesulitan pembebasan tanah,"
tambahnya. Tapi aturan seperti itu belum ada.
Daftar Keinginan
Bekas Ketua Bappeda Ja-Tim, Soebandono Benjamin Riedi, juga
setuju. "Dan jangan sampai perencanaan pelebaran jalan misalnya
tidak sinkron dengan perencanaan PLN, hingga banyak tiang
listrik berdiri di tengah jalan," katanya sambil tersenyum.
Ja-Tim nampaknya satu-satunya daerah yang mulai membentuk
Bappeda untuk seluruh daerah tingkat II seperti yang juga
ditetapkan dalam Keppres 21/l980 Selepas memimpin rapat pimpinan
daerah akhir bulan lalu, Gubernur Soenandar melantik 37 Ketua
Bappeda Tingkat 1I se Ja-Tim.
DPRD Sum-Ut sejak dua tahun anggaran terakhir ini
menyampaikan usulan proyek yang lengkap, dalam sebuah buku yang
berisi 770 proyek (termasuk usul masyarakat secara langsung),
yang disebut "Daftar Keinginan". Ini memang agak lain dari DPRD
di daerah lain. "Dalam APBD 1980/81, tak kurang dari 140 usulan
proyek kami masuk," kata Wakil Ketua DPRD Sum-Ut, Drs. B.M.
Silitonga.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini