Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pelawak terkenal tahun 1970-an, Edy Sud, meninggal dunia di Rumah Sakit Dr Muwardi, Solo, Selasa pekan lalu, karena penyakit gula darah. Menurut Dewi Cahyani, ayahnya sudah berkali-kali dirawat di rumah sakit.
Kepergian Edy mengagetkan seluruh keluarga. Sebab, beberapa hari sebelumnya pria kelahiran Gondangwinangun, Klaten, 20 Agustus 1937, ini telah merancang pesta keluarga untuk merayakan ulang tahunnya. Almarhum, yang pada tahun 80-an menjabat Koordinator Aneka Ria Safari di TVRI, bermaksud menyelenggarakan acara khitanan lima cucunya.
Edy meninggalkan tiga anak—Irawan Achmad, Dewi Cahyani, dan Subuh Priyadi—dan 10 cucu dari Lilik Rosini, istri pertamanya. Dari hasil pernikahan dengan mantan istrinya, Itje Trisnawati, Edy meninggalkan dua anak.
Jenazah Edy Sud dimakamkan di pemakaman keluarga di Kragunan, Klaten. Edy merupakan aktor yang merajai panggung lawak dan film humor di Indonesia bersama pelawak Bing Slamet, Iskak, dan Ateng dalam grup Kwartet Jaya. Almarhum juga pernah menjadi anggota MPR dari utusan golongan seniman.
PENGHARGAAN Prof Sri Oemijati, 80 tahun
Ahli parasitologi dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Prof Sri Oemijati, kelahiran Jakarta, 12 Juni 1925, ini mendapat penghargaan Achmad Bakrie Award 2005 dari Freedom Institute atas pengabdiannya di bidang parasitologi. Penghargaan itu diterima Umi—sapaan Sri Oemijati—pada 15 Agustus lalu.
Saat masih menjadi mahasiswa tahun ke-4 pada 1952, Umi sudah menjabat asisten peneliti parasitologi. Dua tahun kemudian, ia meraih gelar doktor dan sekaligus mencatat tonggak penting sebagai doktor perempuan pertama di Indonesia.
Selama 50 tahun, Umi telah menghasilkan sejumlah sumbangan penting, antara lain di bidang penanganan malaria, cacing, schistosomiasis, dan penyakit kaki gajah (lymphatic filaria). Ia juga penemu jenis cacing filaria baru di Flores, yang diberi nama Brugia timori.
Sri Oemijati menghasilkan 156 karya ilmiah, 70 di antaranya tentang filaria. Setelah pensiun 1990 lalu, ia mengajar secara sukarela di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Keprihatinannya atas dana yang minim untuk melakukan penelitian parasitologi telah mendorong Umi menghibahkan rumahnya. Itu kado ulang tahun Umi yang ke-80 bagi para mahasiswanya. Rezeki memang tak lari ke mana. Dari penghargaan Freedom Institute, Umi menerima uang Rp 100 juta.
”Departemen Agama, MUI, dan kejaksaan segera memberi penjelasan apa yang sudah diputuskan pemerintah dulu dijalankan dengan benar.” —Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat ramah-tamah di Istana Negara, Selasa pekan lalu. Pemerintah resmi melarang keberadaan Ahmadiyah di Indonesia.
”Atas nama pemerintah Belanda, bersama ini saya ingin menyatakan penyesalan sedalam-dalamnya atas semua penderitaan ini.” —Menteri Urusan Luar Negeri Belanda, Bernard Bot, di kantor Departemen Luar Negeri, Selasa pekan lalu. Bot mengatakan, untuk pertama kali Belanda mengakui Indonesia merdeka tanggal 17 Agustus 1945.
TEMPO DOELOE
22 Agustus 1910 Jepang menginvasi Semenanjung Korea dan menduduki negara itu. Kekalahan Jepang dalam Perang Dunia II membuat Korea merdeka.
23 Agustus 1975 Kelompok komunis Pathet Lao, yang didukung Soviet dan Vietnam, berhasil melancarkan kudeta di Laos. Pemerintahan Raja Savang Vatthana, yang didukung Barat, dinyatakan berakhir.
24 Agustus 1511 Kesultanan Malaka akhirnya ditaklukkan oleh Alfonso d’Albuquerque dari Portugal setelah berperang selama 40 hari. Sultan Mahmud Syah berhasil meloloskan diri ke Kampar, Riau.
25 Agustus 1912 Partai Nasionalis Cina atau Kuomintang didirikan oleh Sung Chiao Jen dan Sun Yat Sen. Merupakan gabungan dari beberapa kelompok revolusioner Cina yang berusaha meruntuhkan pemerintahan dinasti Qing.
26 Agustus 1883 Gunung api Krakatau di Selat Sunda meletus. Letusan yang disusul gelombang tsunami itu menghancurkan 164 desa, menyebabkan 36 ribu nyawa melayang dan ratusan ribu lainnya terluka parah.
27 Agustus 1939 Heinkel He 178, pesawat terbang dengan turbin jet, diterbangkan pertama kali oleh Erich Warzits. Pesawat uji coba ini diproduksi oleh perusahaan swasta milik Ernst Heinkel di Jerman.
28 Agustus 1963 Martin Luther King berpidato di Lincoln Memorial Park menentang diskriminasi ras di Amerika. Pidatonya berjudul I Have A Dream disambut sekitar 200 ribu orang kulit hitam yang berpawai keliling Washington menuntut pekerjaan dan kebebasan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo