Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kartun

Empu slamet si pemberi isi

Mohammad slamet, 55, penduduk sewulan, madiun, mempunyai keahlian membuat keris, karena mengemban tugas suci sebagai empu. pekerjaan turun temurun ini tetap di tekuninya meski berpenghasilan kecil. (ils)

24 Juni 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MOHAMMAD Slamet tinggal di desa Sewulan, tak jauh dari kota Madiun sebelah selatan. Berstatus duda, umurnya masih 55 tahun. Ayah dari 4 orang anak ini tidak kaya. Rumah kecil saja tidak kokoh bahkan gelap, seakan-akan cocok deugan suasana Kali Catur, sungai kecil yang jadi tetangganya. Rumah atau lebih tepat disebut pondok itu cuma mempunyai satu ruangan saja. Di sudut yang lebih gelap, ada sebuah amben, tempat tidur dari bambu. Di dekat pintu, ada sebuah meja kecil dengan tiga buah kursi kayu yang tidak bisa dikatakan bagus. Lantainya, lantai alam, dari tanah yang tidak rata pula. Untung saja, dua orang anaknya sudah bekerja. Sehingga ladangnya yang kecil itu, ditambah dengan penghasilan lainnya, duda anak beranak itu bisa hidup. Pas saja. "Alhamdulillah," ujar Mohammad Slamet, "kami masih bisa hidup." Karena rezeki yang didapatnya selama ini, telah berhasil menyambung nyawanya. Mutih Tiga Hari Dan dia tidak mengeluh. Juga tidak ingin pindah profesi yang memungkinkan rezekinya semakin bertambah. "Kerja saya sekarang adalah melaksanakan pekerjaan turun temurun," katanya. Bapaknya menurunkan keahlian ini kepadanya yang diterima secara turun temurun. Dia sendiri, jika nanti habis usia, siap digantikan anaknya yang ketiga. Sebagai apa? Mohammad Slamet, adalah seorang empu yang mempunyai keahlian membuat keris. Konon, di Indonesia kini, cuma tinggal empat orang empu yang masih membuat keris spesial. Kata spesial di sini maksudnya "keris, yang mempunyai isi," ujarnya. Selain Slamet di desa Sewulan, dua orang ada di Yogya dan seorang yang lain di Madura. Makin sedikitnya jumlah empu di Indonesia segaris dengan surutnya masa kejayaan kerajaan di Nusantara ini. "Pada zaman dulu, ada tiga unsur yang tidak bisa dikesampingkan," kata empu Slamet, "yaitu raja, nujum dan empu." Sebab katanya: "Kalau tidak ada empu, kerajaan menjadi goyah. Ibarat manusia yang hanya mempunyai raga, sukma tidak dimilikinya." Empu Slamet sendiri mengaku dia tidak akan meneruskan pekerjaan ini seandainya tidak ada unsur "mengemban tugas suci sebagai empu." Sebab ditinjau dari segi ekonomi, hasil dari membuat keris yang ada "isi" ini tidak menguntungkan. "Dan memang," kata sang empu, "pekerjaan empu tidak bisa dikomersiilkan. Empu harus jauh dari segala godaan, baik godaan wanita maupun harta." Sebuah keris bisa dikerjakan empu Slamet selama sebulan. Dia dibantu tiga orang asistennya untuk menempa besi di dapur penempaan. Setelah keris memperoleh bentuk yang diinginkan, Slamet harus memberi "isi" sesuai dengan pesanan. Biasanya dia harus mutih selama tiga hari tiga malam. Artinya tiga hari tiga malam dia harus makan beberapa kepal nasi putih tanpa lauk, beberapa teguk air putih, tidak tidur dan harus bersemedi. Jalak Ngore, Uruping Dimar "Isi" yang sesuai dengan pesanan, bisa "diatur" oleh empu Slamet. Ada yang "isi"nya berupa "kekuatan Majapahit", atau "kekuatan Blambangan" atau "kekuatan Mataram". Slamet mengaku bahwa pada hari-hari tertentu, dia bisa memanggil roh dari masing-masing kekuatan itu, untuk kemudian dimasukkan ke dalam keris pesanan tersebut. Soal di mana perbedaan masing-masing kekuatan dan apa kegunaannya, empu Slamet keberatan menjelaskannya. "Saya takut kena marah dari roh-roh tersebut," ujarnya. Yang memesan keris tidak sering. Paling banyak sekali dalam dua bulan. Ongkos pembuatan keris sama sekali tidak mahal. Apalah artinya uang Rp 5.000 kalau anda mempunyai keris yang "isi"nya bisa melempangkan hokkie anda? "Dan saya tidak mau mencari kekayaan lewat keahlian saya ini," ujar empu Slamet. "Padahal, sudah banyak orang yang kaya setelah memiliki keris yang saya buat," tambahnya. Dan empu Slamet keberatan kalau menyebut siapa-siapa saja pemesannya dan yang mana-mana telah berhasil mendapat berkah hidupnya berkat keris tersebut. Empu Slamet yang sudah membuat keris selama 36 tahun ini, bisa juga dijadikan konsultan. Yaitu memberi nasehat sebaiknya keris apa yang harus dimiliki seseorang. Tidak semua keris cocok untuk semua orang. Jodo-jodoan. Karena itu, empu Slamet biasanya menanyakan hari lahir, weton (hari lahir menurut perhitungan kalender Jawa), pekerjaan, maksud memiliki keris tersebut. Kalau interviu sudah komplit, barulah Slamet membikin keris yang sesuai dengan si pemesan. Seorang pegawai, biasanya lebih cocok kalau memiliki keris tanpa luk (lekuk) yang disebut keris jalak ngore. Seorang pedagang kalau ingin dagangannya laris, milikilah keris jangkung yang berluk tiga. Yang profesinya jadi dukun, keris uruping dimar yang luknya satu, katanya cocok. Para kiyai sebaiknya memiliki keris sempono yang luknya sembilan, sedangkan petani agar sawahnya subur, milikilah keris pendawa yang berluk lima. Rupanya, semakin banyak luk keris, semakin besar tanggungjawab pemiliknya. Misalnya seorang ahli nujum sebaiknya memiliki keris buto ijo yang berluk tujuh. Petugas keamanan, membawa pestol saja tidak cukup. Harus juga memiliki sebuah keris yang mempunyai luk 11 buah dan kerisnya bernama sabuk inten. Kalau anda jadi penjabat tinggi apalagi jadi menteri, milikilah sebilah keris sengkelat kudu yang berluk 17. Pasti kursi menteri lestari sampai seluruh kabinet ganti, bahkan mungkin diangkat lagi. Yang paling banyak luk-nya ialah keris setan kober (27 luk) dan keris setan prayangan (29 luk). Yang memiliki keris ini, "pasti dagangannya laris," kata Slamet meyakinkan, "dan para pembeli pasti ketagihan." Tambah Slamet lagi: "Sayang, selama saya jadi empu, belum pernah ada yang memesan keris berluk 27 dan 29 itu." Paling yang dipesan keris sengkelat kudu (penjabat tinggi), keris jangkung (untuk pedagang) dan sabuk inten (untuk penjaga keamanan). Dia tetap rnerahasiakan siapa-siapa yang pernah pesan, cuma mengatakan kota pemesan bertempat tinggal. Yaitu Surabaya, Yogya dan Jakarta.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus