REMBRANDT Harmensz van Rijn (1606 - 1669) muncul di Galeri Baru
TIM, 13 Juni s/d 2 Juli, dengan penjagaan polisi serta 16 buah
AC. Ini perkenalan-langsung penma negeri ini dengan karya asli
Rembrandt yang dalam kesempatan ini diwakili etsa-etsanya.
Banyak orang datang. Termasuk Wakil Presiden Adam Malik. Ada
juga yang terlanjur bertanya "Apa pelukisnya sendiri, Rembrandt,
datang juga?"
Tersohor karena keunggulannya mendramatisir cahaya dan menangkap
bentuk, Rembrandt sudah lama melekat di Indonesia. Gambaran
tentang pelukis realis gaya Barok yang sekaliber dengan Rubens
(Belanda Selatan), El Greco, Velasquez (dua-duanya Spanyol) ini,
terbatas pada reproduksi lukisan yang dapat ditemukan di
perpustakaan. Sering yang lebih diperhatikan adalah
lukisan-lukisan monumentalnya seperti Penjaga Malam misalnya.
Padahal di samping meninggalkan 600 lukisan, putera seorang
pemilik kincir dari Leiden ini juga meninggalkan sekitar 2000
buah gambar dan 300 etsa.
Religius
Rembrandt bahkan oleh seorang ahli dari Amerika, Joseph Pennell
(18861926), dianggap pengetsa terbaik dan terbesar selama ini di
samping James Mc Neil Whistler (1834-1903) dari Inggeris.
Rembrandt menjadi pionir. Ia memberi nafas baru pada etsa --
yang bermula hanya merupakan kerja teknis reproduksi semata-mata
-- menjadi bernyawa berdarah, sehingga sebagai bentuk ekspresi
tampil tidak kurang dari lukisan dan gambar biasa.
Etsa adalah gambar yang didapat dengan cara cetak lewat
lempengan tembaga. Tembaga ini telah memiliki torehan gambar
yang dimaksud. Gambar tersebut didapat dengan cara terlebih
dahulu melapis lempengan itu dengan anti larutan asam (lilin dan
damar). Dengan sebuah jarum, dilukis apa yang dikehendaki. Bila
lempengan itu kemudian dimasukkan ke dalam larutan asam,
bagian-bagian yang tertoreh akan termakan dan menjadi negatif
gambar yang dimaksud. Ada juga yang dikerjakan tanpa lewat
larutan asam: langsung saja menggores dengan jarum (drypoint).
Rembrandt sendiri mengkombinasikan teknik itu sehingga mendapat
efek-efek yang kaya.
Sebagai pengetsa, Rmbrandt banyak menggali tema dari Bibel.
Tapi sebagai seorang Protestan di Belanda Utara abad ke-17 (yang
sedang melakukan reformasi) ia tidak menjadi penterjemah Bibel
secara dangkal. Ia tetap menempat diri sebagai pribadi yang
bebas, membuat tafsiran dengan penghayatan yang dalam.
Tema-tema religius itu diikuti tema-tema melata yang menunjukkan
perhatiannya yang besar pada orang-orang di sekelilingnya -- di
samping karena ia sendiri memang tidak mampu membayar model yang
mahal-mahal. Maka muncullah para gembel dalam etsanya pengemis,
gelandangan, tukang ngamen, penjual racun tikus, orang-orang
cacat. Juga potretnya Neeltjen ibunya, isterinya Saskia van
Uylenburgh, serta potret dirinya sendiri.
Rembrandt adalah seorang jagoan yang besar di bidang potret. Ia
tidak hanya menangkap wadag: potret-potretnya melantunkan juga
pengamatan psikologis, sehingga ia berhasil menampilkan
nilai-nilai kemanusiaan yang mengharukan. Lebih dari hanya
merekam wajah, ia mengabadikan jiwa manusia lewat wajah-wajah
itu. Potret dirinya sendiri merupakan studi yang sangat jujur --
kejujuran yang menjadi sangat mempesona dan menusuk karena kita
menghadapinya pada masa yang kata orang sulit ditemukan
kejujuran lagi.
Jongkin
Dari proses pembuatannya, etsa Rembrandt dapat dibagi menjadi 3
kelompok. Periode awal, di mana garis-garis murni menjadi pokok:
periode kedua yang memakai drypoint, dan periode ketiga yang
merupakan kombinasi yang menghasilkan variasi dan sekaligus
kekuatan yang meningkat. Etsa-etsa ini beredar secara luas di
Eropa, karena Rembrandt tak segan menjual lempeng tembaganya
kepada seorang penerbit lantaran kebutuhan uang. Ia juga
terkenal sebagai pelukis yang menerima pesanan untuk
mengabadikan orang-orang terkemuka masa itu.
Tidak semua orang setuju untuk mengatakan, bahwa etsa Rembrandt
merupakan pelopor yang mengukuhkan urusan pencetakan itu menjadi
seni. Elfried Bock, orang Jerman yang menyusun buku Sejarah
Perkembangan Seni Grafis dari Zaman ke Zaman (1930) hanya mau
mengakui Rembrandt sebagai pembaru dalam etsa -- jadi bukan
sebagai peletak batu pertama sebuah ekspresi seni.
Dalam pameran di Galeri Baru TIM, di samping ets. Rembrandt
juga dipamerkan karya Adriaen van Ostade (1610-1685), Paulus
Potter (1625-1654), Nicolaes Berchem (1620-1683), Simon de
Vlieger (1601-1653), Joan Barthold Jongkin (1818-1891). Dari
hasil-hasil itu kita dapat menangkap betapa kebesaran Rembrandt
hampir menenggelamkan karya-karya rekan sezamannya, padahal
karya-karya tersebut tergolong bagus-bagus. Kehalusan,
pengamatam kecintaannya pada manusia, alam dan sekitarnya --
serta teknik gelap-terang yang dipergunakannya -- membuat
Rembrandt menjadi sempurna dan dramatik. Ia seakan tak
tersaingi.
Barulah kemudian ia seakan tak tersaingi, dalam bentuk berbeda,
kebesaran muncul kembali dari pelukis yang lebih kemudian. Dari
seorang Jongkin misalnya, yang dengan hanya beberapa buah garis
berhasil menampilkan gerak dan cahaya -- seperti yang
dikemukakan Rembrandt sendiri.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini