KOLOM Goenawan Mohamad berjudul Agam Wispi (1930-2003) yang dimuat Majalah TEMPO Edisi 6-12 Januari 2003, yang berkisah tentang sepenggal kehidupan Agam Wispi, tidak saja mengusik, tapi benar-benar telah menyentuh saya. Saya yakin apa yang ditulis Goenawan Mohamad benar-benar jernih dan tulus.
Saya jadi ingat ketika menemukan dan membaca setumpuk dokumen yang berisi sekumpulan puisi (sebagian diketik dan sebagian lagi ditulis tangan) karya Agam Wispi. Puisi itu sangat patriotik dan berpihak kepada kaum yang tertindas. Napas puisinya sebagian besar benar-benar mencerminkan kegelisahan dirinya terhadap penderitaan rakyat kebanyakan saat itu.
Melalui kolomnya, Goenawan Mohamad tidak saja menyadarkan, tapi sekaligus mengingatkan saya kepada almarhum melalui karya-karyanya dalam setumpuk dokumen yang secara tidak sengaja saya temukan. Bertahun-tahun pernah saya telusuri keberadaan penyair tersebut untuk sekadar melakukan konfirmasi. Orang-orang seangkatannya menyatakan ketidaktahuannya. Ada yang mengira-ngira Agam Wispi telah mati ditumpas para pengganyang ideologi yang dianutnya. Melalui surat ini, saya ingin menyampaikan turut berduka cita atas wafatnya Agam Wispi. Semoga Tuhan Yang Maha Esa menempatkannya di sisi-Nya. Dan semoga pula bangsa Indonesia tidak melupakannya.
Untuk Goenawan Mohamad, hormat dan salut dari saya karena bisa memberikan ingatan sejarah, terutama bagi sebagian orang yang dianggap telah dibuang, bahkan diharamkan bangsanya sendiri.
SUHERMAN
Jalan Karet I-12, Pondok Rejeki
RT 06/06, Kutabaru, Pasar Kemis
Tangerang, Banten
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini