Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Surat Dari Redaksi

Muchlis ke perbatasan ir-ja

Muchlis tolomundu dari biro ja-tim terbang ke perbatasan ir-ja meliput penyeberang tradisional. wartawan juga ada yang diberi tugas ke luar negeri. (sdr)

16 Juni 1984 | 00.00 WIB

Muchlis ke perbatasan ir-ja
material-symbols:fullscreenPerbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
NOMOR ini Selingan menurunkan laporan dari perbatasan Irian Jaya: sebuah pandangan mata tentang kehidupan penduduki, yang disebut sebagai para "penyeberang tradisional" yakni mereka ribuan jumlahnya,yang biasa pulang-balik perbatasan Rl-NG,dengan alasan yang sama sekali bukan politis. Muchlis Tolomundu wartawan TEMPO di Biro Ja-Tim, dua kali dalam waktu berdekatan mengunjungi Irian Jaya.Februari lalu,ia terbang ke Biak la, antara lain, mengunjungi satu suku di Pantai Baudi di Kerema, dan menginap dua malam disana. Muchlis kembali dikirim ke Irian Jaya pertengahan April lalu, untuk membuat suatu laporan panjang tentang provinsi yang bertetangga dengan PNG. Hampir saja gagal Di Jayapura ia mendapat kesulitan memperoleh pesawat untuk mencapai perbatasan, karena suasana masih libur Paskah. Keputusan cepat diambil: la segera mengontak Jakarta untuk mencarter pesawat. Disetujui, Muchlis pun menyewa pesawat kecil punya AMA (misi), yang membawanya ke daerah perbatasan, dan menjemputnya setelah lima hari. Perjalanan dengan biaya hampir Rp 2 juta itu punya hasil tambahan: waktu pulang,ia sempat dititipi dua anggota pasukan kita,yang harus ke Jayapura untuk berobat dari sakit malaria. Muchlis rupanya lagi harus banyak terbang. Ia juga yang ditugasi meliputi beberapa desa yang ditinggalkan penduduknya di perbatasan Provinsi Kalimantan Timur dengan Sabah, pertengahan Mei - tentu saja dengan menyewa pesawat Cessna, punya Mission Aviation Fellowships (MAF), karena tak mungkin Iewat jalan darat. Tapi, selain terbang, ia juga menempuh cara lain: menyewa perahu yang mengantarnya hampir semalam suntuk sampai ke lokasi. Indonesia memang luas, dan untuk meliputnya juga tidak mudah, dan tidak murah. Betapapun, majalah seperti TEMPO, mau tak mau harus selalu siap dengan rencana (dan anggaran). untuk pekerjaan seperti itu. Termasuk tugas-tugas di luar negeri. Nasir Tamara, misalnya, koresponden TEMPO di Eropa yang bermarkas di Paris, juga sering harus terbang jauh dan mendadak. Misalnya, ketika Nasir diminta terbang ke London, meliput ketegangan di Balai Rakyat Libya, yang antara lain menewaskan seorang polisi wanita Inggris. Demikian pula Fikri Jufri yang menempuh Vietnam dan Kamboja, Zulkifly Lubis yang ke Iran, Isma Sawitri dan Bambang Harymurti yang ke Manila sesaat setelah terbunuhnya Aquino, dan lain-lain. Mencakup geografi yang luas dalam waktu yan cepat memerlukan "latihan" yang cukup lama bagi TEMPO,hingga didapatkan cara kerja yang efisien dan efektif. Sebagai majalah yang kini beroplah sekitar 120.000 eksemplar setiap minggu, kami selalu ingin menyajikan laporan yang akurat, berdasarkan pandangan mata dan dana sendiri.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus