TAHUN lalu, ketika ada penanguhan pelaksanaan hukuman buat Hariman Siregar dan Syahrir, di kantor Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat, tempat dinyatakannya penangguhan itu, langsung berkumandang lagu anak-anak Pelangi dari kerabat mereka berdua yang hadir. Kini, Iebih dari hanya penangguhan pelaksanaan hukuman, disampaikan grasi dari Presiden Rl. Grasi tertanggal 18 Mei itu baru disampaikan ke rumah Hariman, di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu pekan lalu. Tapi tak ada nyanyian, bahkan kepada wartawan Hariman menolak bicara. "Wah, no comment," cuma itu katanya. Syahrir waktu itu memang sedang di Singapura untuk satu seminar ekonomi. Tapi ditemui TEMPO Senin pekan ini, di kantor buletin Business News, di Jalan Tanah Abang, Jakarta Pusat, tempat ia bekerja, ia mengikuti langkah rekannya. Doktor ekonomi dari Universitas Harvard, AS, ini pun menolak berkomentar. "Saat belum bisa memberikan komentar, karena masih harus memenuhi panggilan Jaksa Bob Nasution, untuk pelaksanaan grasi itu," katanya. Menurut rencana, pekan ini keduanya diminta datang ke Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat, untuk menandatangani surat putusan grasi. Hariman, kini 34 tahun, pada 1974 ditahan yang berwajib, karena dituduh terlibat dalam Peristiwa 15 Januari 1974, yang dikenal sebagai Malari itu. Desember tahun itu pula ketua Dewan Mahasiswa UI itu dijatuhi hukuman 6 tahun potong masa tahanan. Syahrir, kini 39 tahun, yang juga dituduh terlibat Malari, waktu itu kena 61/2 tahun. Kemudian, pengadilan banding memperingan hukuman Hariman menjadi 41/2 tahun. Syahrir tetap kcna 61/2 tahun. Tahun 1976 Mahkamah Agung mengabulkan permohonan agar Hariman ditahan di luar. Juga Syahrir, pada 1977, dibebaskan sementara (maka itu ia sempat kuliah di Harvard hingga memperoleh doktornya, 1982). Tapi tahun lalu Mahkamah Agung menolak permohonan kasasi Hariman dan Syahrir, sekaligus membatalkan keputusan banding Pengadilan Tinggi Jakarta. Artinya, hukuman Hariman kembali jadi 6 tahun, dan Syahrir tetap juga 61/2 tahun. Dan waktu itu, November 1983, mereka berdua diharapkan selekas mungkin menjalani sisa hukuman. Tapi, itulah, pelaksanaan hukuman ternyata ditangguhkan. Menurut Kepala Kejaksaan Bob Nasution waktu itu, karena keduanya mengajukan permohonan grasi kepada Presiden, dan sejumlah sebab yang lain yang tak dijelaskan. Adakah Hariman dan Syahrir, karena mengajukan grasi, dengan demikian "mengakui kesalahan"? "Itu sulit dipastikan," kata Harsono Adisumarto, dirjen Hukum dan Perundang-undangan Departemen Kehakiman, pekan lalu. "Grasi adalah hak warga negara, dan merupakan upaya terakhir dari seorang terpidana," kata Harsono. Khusus mengenai grasi buat Hariman dan Syahrir, menurut Harsono, memang ada beberapa pertimbangan pokok. Disebutkannya antara lain, "Mereka masih muda, dan keduanya telah menyumbangkan tenaga dan pikiran buat masyarakat." Hariman, yang lulus dari Fakultas Kedokteran UI 1977. memang pernah bekerja di puskesmas di Jakarta Selatan,1977-1979. Kemudian, kata Harsono pula, ada pertimbangan kemanusiaan. Misalnya, istri Hariman yang sakit-sakitan. Tapi grasi ini grasi bersyarat. Hariman dan Syahrlr memang tak perlu menJalani slsa hukuman mereka, kecuali di kemudian hari mereka, "Melakukan tindak pidana kejahatan kepada negara sebelum lampu masa percobaan yang lamanya 3 tahun dari tanggal keputusan grasi ini diberitahukan," kata Harsono pula. Sementara itu, ada hadiah lain buat Syahrir. Disertasinya, Kebutuhan Pokok dan Kemiskinan di Indonesia, akan diterbitkan oleh Lembaga Studi Asia Tenggara di Singapura. Dan dalam waktu dekat ini pula, disertasi itu akan diterbitkan pula oleh LP3ES - dalam bahasa Indonesia, sudah tentu. Disertasi itu memang jadi kebanggaan Syahrir. Sebab, dalam pengantar disertasi, "Saya cantumkan cita-cita dan impian tentang demokrasi dan keadilan sosial," katanya. Toh, ia tetap tak bersedia berkomentar mengenai grasi bersyaratnya ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini