Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MENANGGAPI ide Mayjen Agus Wirahadikusumah tentang penciutan fungsi teritorial TNI, terutama fungsi bintara pembina desa (babinsa) dan eksistensi komando rayon militer (koramil), dapat kami sampaikan pengalaman sebagai berikut.
Kami menjadi camat sejak 1987. Selama melaksanakan tugas kewilayahan, kami selalu bekerja sama dengan rekan-rekan danramil serta kapolsek dalam wadah musyawarah pimpinan kecamatan (muspika). Muspika adalah wadah musyawarah antara camat, danramil, dan kapolsek, di bawah pimpinan camat, dalam melaksanakan tugas-tugas di bidang kesejahteraan, keamanan, dan ketertiban. Camat bertanggung jawab mewujudkan kesejahteraan rakyat, danramil menciptakan keamanan, dan kapolsek menjaga ketertiban.
Atas dasar problematik tugas yang dihadapi, masing-masing mempunyai kepanjangan tangan di desa-desa. Camat dibantu kepala desa, danramil dibantu babinsa, dan kapolsek dibantu babinkamtibmas. Model kerja sama dalam wadah muspika sudah dirasakan manfaatnya dalam kehidupan masyarakat. Hampir setiap ada kegiatan kemasyarakatan di desa, kehadiran muspika sudah menjadi bagian dalam prosesi kehidupan sehari-hari masyarakat desa. Penerimaan masyarakat desa akan tampak lebih terasa apabila muspika melakukan silaturahmi, layat, dan jagong (SLJ) kepada penduduk di desa. Sudah menjadi kelaziman ditempatkan secara protokoler terhormat (misalnya diminta memberikan sambutan), kehadiran muspika lebih memberikan kehormatan bagi penduduk tersebut di mata penduduk lainnya. Kondisi obyektif ini berlaku juga atas kehadiran kepala desa, babinsa, dan babinkamtibmas.
Ilustrasi di atas menunjukkan betapa besar fungsi teritorial danramil dan babinsa dalam membantu pembinaan kemasyarakatan yang menjadi tanggung jawab camat. Peran bantu yang dilakukan danramil serta babinsa sudah melembaga dalam kinerja seorang camat. Maka, apabila ada ekses tidak baik atau ada kekurangan dalam fungsi teritorial TNI, harusnya diperbaiki dan jangan malah peran bantunya yang mau dihapus.
Khusus menanggapi sistem pembinaan teritorial TNI, konsep binter yang selama ini dipakai dirancang oleh para jenderal yang pendidikannya cukup tinggi, sedangkan pelaksanaannya di lapangan oleh para tamtama dan bintara yang pendidikannya relatif tidak tinggi. Para tamtama dan bintara melaksanakan binter atas dasar kepraktisan dan jarang menggunakan pola strategis. Kalaupun pembinaan teritorial dikatakan bobrok dan tentara selama ini tidak bisa dipercaya rakyat, sebelum sampai pada disintegrasi sosial, seyogianya dilakukan revisi sistem pembinaan teritorial TNI yang dibangun dari konsepsi para tamtama dan bintara yang ada di desa-desa.
HADI PURNOMO
Jalan Raya Delanggu
Klaten, Jawa Tengah
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo