SETELAH ditunggu-tunggu satu tahun lebih, akhirnya Keputusan Presiden (Keppres) tentang penelitian khusus bagi pegawai negeri Republik Indonesia keluar juga. Keppres Nomor 16 Tahun 1990 itu, tertanggal 17 April 1990, mengatur penelitian khusus atas calon pegawai negeri sipil, prajurit ABRI, pegawai BUMN, BUMD, dan pejabat negara terhadap Gerakan 30 September serta PKI dan ormas-ormas pendukungnya. Dalam Keppres itu tegas disebutkan bahwa calon pegawai negeri sipil dan ABRI harus tidak terlibat G30S-PKI dan ormas-ormasnya. Memang, Keppres ini menyebutkan bahwa khusus untuk penerimaan baru prajurit ABRI, Pangab akan menetapkan persyaratan tambahan sesuai dengan kebutuhan. Tapi, bagi calon pegawai negeri sipil, klausul seperti itu tak ada. Agaknya, bisa disimpulkan bahwa syarat yang harus dipenuhi calon pegawai negeri sipil: mereka harus bersih dari PKI atau apa yang dikenal selama ini sebagai "bersih diri". Soal "bersih diri" ini jadi isu politik hangat sejak sekitar dua tahun lalu. Kemudian isu ini disusul oleh isu lebih hangat lagi: tentang "bersih lingkungan" -- semacam ketentuan yang menyatakan untuk jabatan tertentu seseorang tak boleh punya ayah, adik, atau famili dekat yang terlibat PKI. Ketentuan ini sebenarnya berlaku khusus untuk anggota ABRI. Prakteknya, banyak orang harus melepaskan jabatannya karena dituduh tak bersih lingkungan. Di Sumatera Utara, misalnya, 20 kepala desa dicopot karena tuduhan ini. Ketua DPRD Jawa Timur, Nyonya Asri Soebarjati, sempat berhenti beberapa waktu karena isu serupa, sekalipun kemudian jabatan itu dipercayakan lagi kepadanya. Malah, Wakil Presiden Sudharmono sempat pula jadi sasaran isu bersih lingkungan itu. Ketika isu "bersih diri" dan "bersih lingkungan" ramai, terdengar cerita tentang jatuhnya sejumlah orang dari jabatannya. Waktu heboh isu dua "bersih" tersebut, pecah berita bahwa Presiden akan mengeluarkan Keppres yang mengatur soal ini. Sejak itu pula, Amran Nasution, Penanggung Jawab Rubrik Nasional (kini sebagai Koordinator Reportase), mulai mengumpulkan berbagai bahan tentang kasus "bersih diri" dan "bersih lingkungan". Sejumlah reporter juga kami kerahkan mewawancarai sumber-sumber tertentu -- ini dimaksudkan agar begitu Keppres tersebut keluar, kami siap menurunkan Laporan Utama mengenai hal tersebut. Maka, begitu Sabtu pagi pekan lalu Ahmed K. Soeriawidjaja, yang menggantikan Amran sebagai Penanggung Jawab Rubrik Nasional, mendapatkan fotokopi Keppres itu, kami langsung memutuskan untuk mengangkat masalah ini sebagai Laporan Utama. Sejumlah reporter, antara lain Linda Djalil, Rustam F. Mandayun, dan Diah Purnomowati, langsung ditugaskan untuk mewawancarai berbagai sumber -- mulai dari menteri, pimpinan parpol dan Golkar, sampai tokoh-tokoh Angkatan 1966. Laporan mereka itu, yang kemudian dilengkapi dengan bahan-bahan dari Biro Bandung, Biro Surabaya, dan Biro Medan, dituliskan trio Amran-Ahmed-Putut Tri Husodo sebagai Laporan Utama minggu ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini