APAKAH anda yakin akan menang?" Siti Mirza Nuriah Arifin
menjawab dengan mantap: "Tentu saja. Untuk itulah saya datang ke
forum pemilihan Puteri Indonesia". Mirza, tinggi 165 cm,
berkulit sawo matang dan berusia 23 tahun, telah terpilih
sebagai Puteri Indonesia Nusantara 1977. Daradari Sumatera
Selatan ini kemudian berkata lagi: "Untuk mempersiapkan diri,
saya selalu dengan rencana. Sudah sejak dua tahun yanglalu saya
mengikuti dari jauh cara pemilihan ini. Setelah saya yakin maka
saya kemudian berbisik di hati saya: sekarang saatnya Sumatera
Selatan memegang gelar". Dan Mirza datang, dan Mirza menang.
Cita-citanya ingin jadi duta besar. Kini duduk di tingkat I
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya, ujarnya lagi: "Saya
masuk kedokteran karena waktu itu nilai ilmu pasti saya baik".
Karena itu dia juga mempunyai rencana bahwa setelah usai dari
kedokteran, ingin pula mengambil jurusan politik. "Untuk
kemudian berkecimpung dalam dunia diplomat, setelah 20 sampai 25
tahun, barangkali saya sudah bisa menjabat dutabesar".
Untuk Indonesia, pemilihan daraiara model beginian kini sudah
memasuki tahun yang kesembilan. Dari perkataan ratu kemudian
diganti jadi puteri. Dulu diumumkan ukuran tubuh mereka. Kini,
demi kesopanan Timur, ukuran tubuh tidak diumumkan lagi. Hadiah
berupa mobil yang masih mengkilat, juga tidak kedengaran lagi.
Bersamaan dengan mengempisnya gebyaran dunia pariwisata di
Republik ini, pemilihan dara-dara cantik ini kemudian
dilembagakan. Tahun 1976, berdirilah Yayasan Pembina Puteri
Indonesia. "Agar pengarahan bisa lebih jelas dan tujuan lebih
positif, tukas Wim Bahar Tomasoa yang jadi Ketua Pelaksana
Soeryosoemarno SH sebagai Penasehat Umum turut menimpali:
"Persyaratan juga lebih ketat. Kami tidak hanya memilih yang
cantik, tapi juga isi kepala yang lebih mantap".
"Penilaian peserta lebih ketat dan komposisi juri lebih baik",
kata Maduki pejabat yang turut dalam panitya pemilihan untuk
daerah Jawa Tengah. "Juga perbandingan penilaian kecantikan dan
kecerdasan seimbang", tambahnya,"cuma seperti apakah wajah
Indonesia itu?" Omong-omong tentang wajah Indonesia, Noya (yang
lebih terkenal sebagai anggota grup Hawaian Seniors) yang masuk
dalam panitya pemilihan Sulawesi Utara, juga turut bertanya:
bagaimana wajah Indonesia itu. Apakah seperti orng Sunda, orang
Manado, Jawa, Irian atau yang bagaimana. Melihat rupa Mirza,
banyak orang yang akan ingat kepada bekas ratu yang dahulu.
Lydia Arlini Wahab, baik mata atau mukanya yang lonjong. Wajah
yang seperti inikah wajah Indonesia? Tidak ada yang bisa
menjawab secara pasti. Biarpun ini belum bisa dijabarkan dengan
wajah yang bagaimana, Noya menyatakan keoptimisannya tentang
cara pemilihan yang lebih rapi. "Saya tidak ingin mendengar
bahwa ada seorang puteri terpilih dan digandeng cukong ke
hotel-hotel", kata Noya.
Berobah-obah
Bisik-bisik soal gandengan beberapa waktu yang lalu memang
terdengar santer, walaupun ini bukan berarti bahwa semua atau
hampir semua ratu adalah begitu. Tapi pokok persoalan terletak
pada seringnya kriteria peserta - bagaikan cuaca - berobah-obah.
Persyaratan tahun ini antara lain umur 18 - 25 tahun, tinggi
badan tanpa alas kaki paling tidak 160 cm, lulus SLA dan ada
surat berkelakuan baik. Juga tentang tehnis penilaian, separuh
jatuh ke psikis dan sisa 50%-nya lagi ke pisik. Penilaian
terakhir ada juga disebutkan bahwa si terpilih harus mempunyai
wajah menarik/cantik. Juga harus ada kesempurnaan tubuh. Yang
bagaimanakah semua itu?
Irma Hadisurya (Puteri Indonesia 1969) yang kini banyak
berkecimpung dalam tulis menulis soal mode menjabarkan begini.
Sang dara harus mempunyai leher jenjang, jangan pendek. Bahu
landai, jangan datar seperti bahu seorang pria. Lengan ramping,
tangan luwes dan tidak berotot bagaikan tukang cuci. Dada jangan
terlalu montok atau sengaja dimontokkan. Komposisi antara dada,
pinggang dan pinggul harus serasi. Bentuk tubuh secara
keseluruhan tampak atletis, sehingga menambah keindahan dalam
gerak dan jalan.
Perobahan lainnya untuk tahun ini: pada malam kesenian daerah,
peserta juga harus memahami kesenian daerahnya. Empatbelas gadis
yang berasal dari tujuh daerah (Sumatera Barat, Sumatera
Selatan, DKI, Jawa Tengah, Yogya, Maluku dan Sulawesi Utara) ada
beberapa yang tampil dengan pakaian daerahnya sambil menari,
ngibing atau joget. Sehingga peserta dari Jakarta keluar dengan
lagu dan joget jalijali. Yogyakarta keluar dengan tari Golek
Sumbo Dayung. Sedangkan June Malaihollo (yang sebetulnya
berdomisili di Jakarta) tampil dengan nyanyian Sule.
Biarpun yang turut perlombaan ini cuma dari 7 propinsi dari 27
propinsi secara keseluruhan, tampaknya tidak terdengar keras
segala macam keluhan. Bahkan tampak sedikit lesu, mungkin karena
mass media juga tidak lagi memberitakannya secara menyeluruh.
Mirza yang mempunyai bibir mirip aktris Italia Sophia Loren
keluar sebagai pemenang utama. Indri Hapsari Suharto dari Jawa
Tengah terpilih sebagai Puteri Indonesia Duta dan juga Puteri
Photogenic. June M.R. Malaihollo mewakili Maluku sebagai Puteri
Indonesia Pariwisata. Widiawaty dari Yogya sebagai Puteri
Indonesia Kesayangan. Amrina Baha'udin dari Sumatera Barat untuk
gelar Puteri Indoneia Berbusana Terbaik dan Linda Emran dari
DKI, sebagai Puteri Kepribadian.
Rata-rata semua peserta menyatakan perlombaan ini berat.
Pengakuan ini mungkin untuk sekedar tenggang rasa selama lima
hari di Jakarta Hilton. Bahasa asing, tidak menjadi soal ribut
lagi rupanya. Tapi ketika acara memperkenalkan diri di depan
publik, ada pula yang sempat berbicara bagaikan seorang
politikus. Misalnya Doris Dhoranty dari Yogya, sempat pula
terkena demam kampanye. Dan ada dia berpesan pendek: "Jangan
lupa sukseskan Pemilu". Dan malam itu, jadi segar sedikit.
Karena yang hadir turut gerr.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini