Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kartun

Ratu, mobil dan cukong

Mirza, peserta dari sum-sel, terpilih sebagai putri indonesia nusantara 1977, dalam pemilihan putri indonesia di jakarta. persyaratan pemilihan peserta diperketat.

12 Maret 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

APAKAH anda yakin akan menang?" Siti Mirza Nuriah Arifin menjawab dengan mantap: "Tentu saja. Untuk itulah saya datang ke forum pemilihan Puteri Indonesia". Mirza, tinggi 165 cm, berkulit sawo matang dan berusia 23 tahun, telah terpilih sebagai Puteri Indonesia Nusantara 1977. Daradari Sumatera Selatan ini kemudian berkata lagi: "Untuk mempersiapkan diri, saya selalu dengan rencana. Sudah sejak dua tahun yanglalu saya mengikuti dari jauh cara pemilihan ini. Setelah saya yakin maka saya kemudian berbisik di hati saya: sekarang saatnya Sumatera Selatan memegang gelar". Dan Mirza datang, dan Mirza menang. Cita-citanya ingin jadi duta besar. Kini duduk di tingkat I Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya, ujarnya lagi: "Saya masuk kedokteran karena waktu itu nilai ilmu pasti saya baik". Karena itu dia juga mempunyai rencana bahwa setelah usai dari kedokteran, ingin pula mengambil jurusan politik. "Untuk kemudian berkecimpung dalam dunia diplomat, setelah 20 sampai 25 tahun, barangkali saya sudah bisa menjabat dutabesar". Untuk Indonesia, pemilihan daraiara model beginian kini sudah memasuki tahun yang kesembilan. Dari perkataan ratu kemudian diganti jadi puteri. Dulu diumumkan ukuran tubuh mereka. Kini, demi kesopanan Timur, ukuran tubuh tidak diumumkan lagi. Hadiah berupa mobil yang masih mengkilat, juga tidak kedengaran lagi. Bersamaan dengan mengempisnya gebyaran dunia pariwisata di Republik ini, pemilihan dara-dara cantik ini kemudian dilembagakan. Tahun 1976, berdirilah Yayasan Pembina Puteri Indonesia. "Agar pengarahan bisa lebih jelas dan tujuan lebih positif, tukas Wim Bahar Tomasoa yang jadi Ketua Pelaksana Soeryosoemarno SH sebagai Penasehat Umum turut menimpali: "Persyaratan juga lebih ketat. Kami tidak hanya memilih yang cantik, tapi juga isi kepala yang lebih mantap". "Penilaian peserta lebih ketat dan komposisi juri lebih baik", kata Maduki pejabat yang turut dalam panitya pemilihan untuk daerah Jawa Tengah. "Juga perbandingan penilaian kecantikan dan kecerdasan seimbang", tambahnya,"cuma seperti apakah wajah Indonesia itu?" Omong-omong tentang wajah Indonesia, Noya (yang lebih terkenal sebagai anggota grup Hawaian Seniors) yang masuk dalam panitya pemilihan Sulawesi Utara, juga turut bertanya: bagaimana wajah Indonesia itu. Apakah seperti orng Sunda, orang Manado, Jawa, Irian atau yang bagaimana. Melihat rupa Mirza, banyak orang yang akan ingat kepada bekas ratu yang dahulu. Lydia Arlini Wahab, baik mata atau mukanya yang lonjong. Wajah yang seperti inikah wajah Indonesia? Tidak ada yang bisa menjawab secara pasti. Biarpun ini belum bisa dijabarkan dengan wajah yang bagaimana, Noya menyatakan keoptimisannya tentang cara pemilihan yang lebih rapi. "Saya tidak ingin mendengar bahwa ada seorang puteri terpilih dan digandeng cukong ke hotel-hotel", kata Noya. Berobah-obah Bisik-bisik soal gandengan beberapa waktu yang lalu memang terdengar santer, walaupun ini bukan berarti bahwa semua atau hampir semua ratu adalah begitu. Tapi pokok persoalan terletak pada seringnya kriteria peserta - bagaikan cuaca - berobah-obah. Persyaratan tahun ini antara lain umur 18 - 25 tahun, tinggi badan tanpa alas kaki paling tidak 160 cm, lulus SLA dan ada surat berkelakuan baik. Juga tentang tehnis penilaian, separuh jatuh ke psikis dan sisa 50%-nya lagi ke pisik. Penilaian terakhir ada juga disebutkan bahwa si terpilih harus mempunyai wajah menarik/cantik. Juga harus ada kesempurnaan tubuh. Yang bagaimanakah semua itu? Irma Hadisurya (Puteri Indonesia 1969) yang kini banyak berkecimpung dalam tulis menulis soal mode menjabarkan begini. Sang dara harus mempunyai leher jenjang, jangan pendek. Bahu landai, jangan datar seperti bahu seorang pria. Lengan ramping, tangan luwes dan tidak berotot bagaikan tukang cuci. Dada jangan terlalu montok atau sengaja dimontokkan. Komposisi antara dada, pinggang dan pinggul harus serasi. Bentuk tubuh secara keseluruhan tampak atletis, sehingga menambah keindahan dalam gerak dan jalan. Perobahan lainnya untuk tahun ini: pada malam kesenian daerah, peserta juga harus memahami kesenian daerahnya. Empatbelas gadis yang berasal dari tujuh daerah (Sumatera Barat, Sumatera Selatan, DKI, Jawa Tengah, Yogya, Maluku dan Sulawesi Utara) ada beberapa yang tampil dengan pakaian daerahnya sambil menari, ngibing atau joget. Sehingga peserta dari Jakarta keluar dengan lagu dan joget jalijali. Yogyakarta keluar dengan tari Golek Sumbo Dayung. Sedangkan June Malaihollo (yang sebetulnya berdomisili di Jakarta) tampil dengan nyanyian Sule. Biarpun yang turut perlombaan ini cuma dari 7 propinsi dari 27 propinsi secara keseluruhan, tampaknya tidak terdengar keras segala macam keluhan. Bahkan tampak sedikit lesu, mungkin karena mass media juga tidak lagi memberitakannya secara menyeluruh. Mirza yang mempunyai bibir mirip aktris Italia Sophia Loren keluar sebagai pemenang utama. Indri Hapsari Suharto dari Jawa Tengah terpilih sebagai Puteri Indonesia Duta dan juga Puteri Photogenic. June M.R. Malaihollo mewakili Maluku sebagai Puteri Indonesia Pariwisata. Widiawaty dari Yogya sebagai Puteri Indonesia Kesayangan. Amrina Baha'udin dari Sumatera Barat untuk gelar Puteri Indoneia Berbusana Terbaik dan Linda Emran dari DKI, sebagai Puteri Kepribadian. Rata-rata semua peserta menyatakan perlombaan ini berat. Pengakuan ini mungkin untuk sekedar tenggang rasa selama lima hari di Jakarta Hilton. Bahasa asing, tidak menjadi soal ribut lagi rupanya. Tapi ketika acara memperkenalkan diri di depan publik, ada pula yang sempat berbicara bagaikan seorang politikus. Misalnya Doris Dhoranty dari Yogya, sempat pula terkena demam kampanye. Dan ada dia berpesan pendek: "Jangan lupa sukseskan Pemilu". Dan malam itu, jadi segar sedikit. Karena yang hadir turut gerr.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus