Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Perintis Turun Tarip

Tarip angkutan laut yang menghubungkan kota kabupaten dengan daerah-daerah terpencil di kepualuan Riau diturunkan. Kapal barang juga masih melayani penumpang pada lin tersebut.

12 Maret 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SOAL keluhan terlalu mahalnya tarip penumpang kapal perintis -- yang disediakan pemerintah untuk daerah rawan di Kepulauan Riau, rupanya dapat tanggapan juga dari pihak Departemen Perhubungan. Buktinya, sejak awal tahun 1977 ini "taripnya sudah diturunkan" kata Usman Suwarso, Pimpinan PT Pelni Sub Cabang Tanjungpinang. Berapa? "Sekitar 50 - 60%" ujar Usman lagi. Jadi, hampir tak berbeda jauh dengan tarip kapal umum yang sebenarnya bukan kapal penumpang tapi kapal barang yang meskipun menurut aturan tak boleh bawa penumpang, tapi tetap penuh dijejali manusia. Kabar ini, meskipun hampir-hampir tak pernah disiarkan secara luas, tapi di sambut dengan dada lapang. Terutama pihak Pemda Kep. Riau. Sebab Bupati Firman Eddy SH hampir tiap tahun harus mengurut dada mendengar kabar musibah menimpa warganya yang menBgunakan kapal-kapal kecil bulak balik dari kota kabupaten ke daerah-daerah terpencil. Seperti musibah yang menimpa Km Takari III (50 ton) dengan 21 penumpang dan 10 awaknya, minggu I Pebruari lalu. Penumpang Gelap Sebab soalnya jelas: Kapal-kapal barang yang menjalani trayek ke Natuna itu rata-rata kecil dan di bawah 100 ton. Jadi amat berbahaya buat menentang keganasan arus laut Natuna. Namun, masyarakat di sana hampir tak pernah kapok meskipun mereka kerap mengalami musibah di laut. Alasannya adalah: kapal-kapal barang itu lebih murah. Dengan kapal perintis, dulu mereka harus bayar 2 atau 3 kali lipat. Di samping itu, keluhan muncul dari pihak pengusaha pelayaran sendiri dalam melayani serbuan masyarakat Pulau Tujuh ini. Sebab, mereka tahu bahwa kapal mereka tak boleh bawa penumpang. Kalaupun mau, mereka harus punya dispensasi dari pihak kesyahbandaran. Sedangkan untuk dispensasi itu selain mereka harus menyiapkan perlengkapan penyelamatan penumpang juga tiap penumpang yang diberi dispensasi harus membayar Rp 500. Padahal, yang menumpang banyak dengan cara gratis. Kalau pun bayar hanya untuk uang makan selama di kapal. Akibatnya, sering kapal-kapal motor jurusan Pulau Tujuh itu tak melapor membawa penumpang. Seperti kasus Km Takari III. Ternyata dari 29 penumpang yang diselamatkan oleh KM Montana itu, tak seorang penumpang yang terdaftar. Mengapa begitu? "Kami serba salah", keluh Sulistiyo dari PT Takari Raya pemilik KM Takari III yang tenggelam itu. Soalnya, penumpang itu tak satupun yang mendaftar ke perusahaannya. Sehingga waktu melapor keberangkatan kapal memang tak dinyatakan ada penumpang. Tapi begitu kapal akan berangkat, tahu-tahu kapalnya sudah penuh. "Jadi mau kami apakan mereka itu? Mau ditolak tak sampai hati", lanjut Sulistiyo. Cerita model cincai-cincai begini ini memang diakui oleh banyak pengusaha pelayaran di Tanjungpinang. Sebab mereka kewalahan: masyarakat membutuhkan sarana angkutan penumpang yang murah. Sedangkan kapal barang tak diberi izin membawa penumpang. Sayangnya, pihak kesyahbandaran Tanjungpinang belum bisa angkat bicara. "Saya orang baru di sini. belum tahu betul masalahnya", kata Salim Ode, ex syahbandar Sunda Kelapa yang kini belum sebulan ditempatkan di Tanjungpinang menggantikan almarhum A. Majid P. yang meninggal secara mendadak di sebuah hotel di Singapura. Sementara pihak INSA Kep. Riau mengakui kalau soal penumpang-penumpang jurusan Tanjungpinang - Pulau Tujuh pp ini sudah berkali-kali dicoba mengatasinya. "Tapi belum berhasil", tutur Imam Sudradjad, ketua INSA setempat. Namun, karena armada perintis sudah menurunkan taripnya maka pihak pengusaha pelayaran dirnintakan untuk tegas-tegas menolak para penumpang yang tak memenuhi prosedur. "Sebab kalau terjadi kecelakaan di laut, pihak pelayaran yang disalahkan", jelas Imam lagi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus