Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Keberatan Pemberitaan Tempo
Sehubungan dengan pemberitaan majalah Tempo edisi 6-12 November 2006 halaman 20 berjudul ”Jaksa Pemeras Diadili”, kami selaku keluarga dari jaksa yang diberitakan merasa dirugikan dan sangat berkeberatan atas penulisan berita tersebut. Hal itu karena kedua jaksa masih dalam proses persidangan (sidang pertama tanggal 2 November 2006), tapi penulis berita menuliskan kata ”Pemeras” yang dapat diartikan bahwa hal tersebut seakan-akan terdakwa adalah pemeras (kata-kata tersebut mengandung arti negatif).
Kami sangat menghargai kebebasan pers baik dalam hal peliputan maupun pemuatan suatu berita. Namun kami mohon kepada penulis untuk menghormati proses hukum yang sedang berjalan, sehingga persidangan dapat berjalan lancar tanpa adanya tekanan (press pressure) maupun melalui upaya pembentukan opini.
Andri Christian Jakarta Barat
—Majalah Tempo menulis berita tersebut berdasarkan fakta-fakta di persidangan, tanpa bermaksud memberikan vonis lebih awal. Tapi, kalau berita tersebut dipersepsikan berbeda, kami mohon maaf.
Redaksi
Simpati dan Terima Kasih kepada PPTI
Tertarik pada tulisan Tempo 15 Oktober 2006 dengan judul ”Three in One untuk TB”, atas nama penderita TB (tuberkulosis) dan pribadi, saya ucapkan terima kasih kepada semua pengurus Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia (PPTI) atas usahanya yang simpatik dalam rangka kemanusiaan dan menyehatkan bangsa.
Saya, yang pernah duduk dalam sebuah yayasan yang membantu pengobatan orang tak mampu, tahu benar bahwa penderita TB memerlukan pengobatan rutin. Kalau tidak, sakitnya tidak tersembuhkan dan berakhir dengan kematian.
Untuk mendapatkan pengobatan rutin ini, kalau penderita seorang pedagang kecil akan habis modalnya. Kalau dia pegawai atau buruh lepas, akan habis perabot rumah tangganya karena biaya untuk pengobatan.
Karena dua pilihan ini, sebagian besar berobat dengan satu dua kali kunjungan saja dengan akibat tidak sembuh dan kemungkinan akan menulari keluarganya.
Kini PPTI sudah ada di 17 provinsi di Indonesia. Tetapi saya belum mendengar keberadaannya di kota ataupun kabupaten Bogor. Kalau sudah ada, saya ingin tahu alamatnya. Kalau belum, segeralah dibentuk. Saya bersedia membantu demi terwujudnya bantuan sosial yang dibutuhkan oleh penderita TB yang jumlahnya tidak sedikit yang mungkin sampai saat ini belum terjangkau oleh pengobatan gratis ala PPTI.
SALEH ALI Perumahan Cikaret Hijau Blok C.12 Bogor Selatan
Pernyataan Jujur PM Singapura
”Singapura bukan tempat sembunyi konglomerat hitam!” Itulah pernyataan jujur Yang Mulia Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong (Suara Pembaruan, 29 Februari 2004). Saya salut atas sifat kesatria dan kejujuran Yang Mulia Perdana Menteri. Apalagi menurut majalah Tempo (edisi khusus 23-29 Oktober 2006), sepertiga orang kaya Singapura berasal dari Indonesia dan bagian terbesar saya yakin adalah kekayaan para perampok BLBI/uang rakyat Indonesia.
Berkaitan dengan pernyataan Yang Mulia, faktanya memang mereka tidak perlu bersembunyi. Bahkan hidupnya lebih tenang (daripada di Indonesia), tidur nyenyak, bermimpi indah, berleha-leha (Mandarin: tiong-tiong), kongkow-kongkow di kafe. Itu semua berkat lindungan legal formal karena belum ditandatanganinya perjanjian ekstradisi antara pemerintah Singapura dan Indonesia. Padahal, menurut pernyataan Sekretaris Pertama Kedutaan Besar Singapura di Jakarta beberapa tahun lalu, Mr. Low Pit Chen, hal itu sedang dipelajari (Kompas, 3 Februari 2001).
Betapa nikmat dan tenteramnya para konglomerat hitam di sarangnya dilukiskan oleh Tempo lewat sebuah foto rumah mewah dengan gambar (inset) seorang gembong penilep BLBI asal Lampung. Pertanyaan selalu menggelitik para pakar dan rakyat Indonesia, bagaimana cara mereka dengan gampang sekali ”meninggalkan” Indonesia.
Mungkinkah mereka menerapkan senjata ampuh leluhur mereka taipan gula dunia sekaligus raja opium (candu) abad ke-19, Oei Tiong Ham, yang tinggal di Semarang. Jin qian wang neng (seribu macam hal dapat dibeli dengan uang).
F.S. HARTONO Purwosari RT/RW 04/59 Sinduadi, Mlati, Yogyakarta
Dukung Opini dengan Data Akurat
Pada Tempo edisi 26 Oktober lalu, ada bagian dari karya insan pers tertentu yang menyebutkan ”koalisi pendukung pemerintah di parlemen tetap solid kendati selama ini lebih berperan sebagai pemadam kebakaran”. Koalisi tampil sebagai pembela kebijakan pemerintah yang tidak pro-rakyat.
Ada kecenderungan, sebagian anggota parlemen kurang pas dalam mengutara-kan pendapat. Artinya, tak bijak bila membaca produk rezim penguasa yang sekarang dengan sepotong-sepotong. Seyogianya semua itu dibaca dan dipahami secara menyeluruh.
Seperti ketika melempar isu kebijakan pemerintah dari aspek perencanaan, pelaksanaan, pengawasan di banyak sisi, katakan saja ”Peta sistem kebijakan rezim penguasa yang sekarang”. Pembaca media massa yang awas, kendati peduli, dapat saja salah tafsir bila menyimak nada dua kali kalimat di atas. Seolah-olah secara makro, rezim penguasa yang sekarang tidak pro-rakyat.
Contoh ekstrem lain seputar arus mudik, ”Pemerintah gagal, banyak pemudik tewas.” Malah sesungguhnya, dua contoh ekstrem ini dapat menyesatkan pembaca yang tak mengikuti sejak awal mula menyangkut perumusan kebijakan pemerintah yang secara mendasar telah disetujui parlemen dan produk kehumasan yang berwenang menyongsong hari raya Idul Fitri lalu.
Secara parsial dan atau kefraksian, setiap anggota parlemen memiliki hak asasi mengutarakan pendapat apa pun sejauh didukung data yang akurat yang terkait erat dengan kebijakan pemerintah. Bukan yang sekadar asal bunyi.
Konon, di Amerika Serikat, yang sudah begitu maju alur berpikirnya, parlemen termasuk mereka yang berada di posisi oposisi, selalu mengajukan opini yang didasarkan pada data yang akurat yang dapat tercerna oleh para pembaca, pendengar, dan pemirsa. Biasanya data yang akurat ini menjadi masukan bagi pihak eksekutif di sana untuk memperbaiki kinerja demi kepentingan rakyat secara menyeluruh. Itu bisa menjadi contoh yang baik.
SUNGKOWO SOKAWARA Jalan Rancamanyar I No. 17 Bandung
Tanggapan ”Paket Lewat PCP Tidak Aman”
Menanggapi keluhan Bapak Hendro Wunawan melalui media ini mengenai pengiriman telepon genggam melalui PCP (Priority Cargo & Package) yang hilang dari Semarang ke Luwuk, kami mohon maaf.
Sebelum keluhan Bapak disampaikan melalui media, manajemen kami telah melakukan penutupan sementara layanan pengiriman telepon genggam ke seluruh tujuan. Hal ini kami lakukan untuk mengevaluasi seluruh proses pengiriman dan melakukan perbaikan yang diperlukan, termasuk menindak karyawan yang lalai jika dibutuhkan.
Secara kronologis terjadinya kehilangan kiriman telepon genggam untuk Bapak dapat kami jelaskan sebagai berikut: Pada 25 September, Bapak Ronaldo yang kerap menggunakan jasa PCP mengirimkan paket dari Semarang ke Luwuk dengan penjelasan isi barang adalah boneka. Pengakuan isi barang disampaikan secara li-san oleh Bapak Ronaldo pada saat dikonfirmasi oleh supervisor kami karena beliau kerap mengirimkan paket berisi telepon genggam.
Paket kami bungkus dengan plastik hitam tanpa pengamanan tambahan yang umumnya kami lakukan untuk kiriman telepon genggam. Paket ini dikirimkan dari Semarang ke Surabaya, kemudian transit di Surabaya dan diberangkatkan dengan penerbangan yang berbeda ke Palu untuk diteruskan ke Luwuk. Pada saat shipping bag dibuka di Palu, ternyata kemasan telepon genggam sudah dibongkar dan isinya telah hilang. Kami tidak dapat melakukan klaim ke penerbangan karena pada saat serah terima petugas kami di Palu tidak meneliti satu per satu kondisi shipping bag maupun jenis segel yang digunakan.
Karena pengakuan isi barang tidak sesuai dengan barang sesungguhnya dan kiriman tidak diasuransikan (PCP mengharuskan semua kiriman telepon genggam diasuransikan), kepala seksi operasional cabang Semarang, Sdr. Pulung, telah menghubungi Bapak Ronaldo. Beliau mengakui bahwa isi barang tersebut sebenarnya bukan boneka melainkan telepon genggam. Bapak Ronaldo dapat memahami perihal ganti rugi yang akan diberikan PCP untuk barang yang isinya berbeda dengan pemberitahuan dari pelanggan.
Kami sangat menghargai masukan dari Bapak Hendro dan saat ini kami sudah menyempurnakan prosedur pengiriman barang berharga untuk menghindari kehilangan dan kekecewaan pelanggan.
BUDI RAHAYU GM Pengembangan Usaha Nasional PCP Jalan Tebet Raya 9 H, Jakarta
Tanggapan ”Telkomsel Kurang Profesional”
Kami mohon maaf atas ketidaknyamanan Ibu terkait dengan kartu Simpati. Dapat kami informasikan bahwa permasalahan tersebut telah diselesaikan dengan baik di mana kartu Simpati Ibu telah bisa digunakan untuk berkomunikasi secara nyaman baik untuk menelepon, menerima telepon, maupun SMS, seperti yang telah diinformasikan petugas pelayanan pelanggan kami langsung kepada Ibu melalui telepon.
Terima kasih atas perhatian dan masukannya, yang tentunya sangat bermanfaat bagi kami dalam meningkatkan pelayanan, khususnya kepada pelanggan Telkomsel.
GIDEON E. PURNOMO VP. Customer Service Telkomsel
Jakarta City Center Mengecewakan
Pada saat saya membeli kios di Jakarta City Center lantai 3A melalui PT Citicon Mitra Tanah Abang, mereka menyatakan bahwa pada Oktober 2005, pembeli sudah dapat berdagang. Untuk menguatkan pernyataan penjual, sebagai pegangan saya adalah brosur yang didapatkan di kantor penjual di mana sebagian yang dijanjikan di dalam brosur tidak bisa dipenuhi, misalnya:
- Bulan puasa, tepatnya Oktober 2005, sudah bisa berdagang.
- Kapasitas parkir mampu menampung 6.000 mobil.
- Paling megah! Tersedia ruang pameran, hotel, dan kantor.
- Paling cocok untuk pedagang grosir! Tersedia gudang sewa dan parkir untuk truk dan kontainer untuk bongkar-muat.
- Pertama di Indonesia. Dilengkapi dengan 1 unit lift truk untuk area gudang.
Sebagai pengembang, PT Jakarta Realty dan Agung Podomoro Group dengan izin SIPPT No. 1319/-1.711.5 yang menjual fasilitas umum, pada saat awal transaksi menawarkan dengan memperlihatkan denah lokasi yang terbit tanggal 6 Desember 2004 yang jelas terlihat adanya kenyamanan. Tapi pada 18 Juli 2005 terbit denah baru dengan adanya penambahan kurang-lebih 300 kios yang menyebabkan fasilitas umum berkurang tanpa ada persetujuan dari pembeli yang sudah membayar.
Seharusnya, pembeli saat terjadi transaksi sudah mempunyai hak terhadap fasilitas umum yang terdapat di lantai 3A tersebut. Seandainya harga satu kios saat ini Rp 100 juta, keuntungan dari fasilitas umum yang dijual pengembang berkisar Rp 100 juta dikalikan 300 kios, Rp 30 miliar.
Selain itu, harga yang dibayarkan tidak sesuai dengan yang tercantum di surat pemesanan kios (SPK). Seperti contoh kios yang saya beli di lantai 3A blok B no. 82 warna biru, harga resminya yang tertera di SPK Rp 50 juta. Tetapi dijual di masyarakat seharga Rp 68 juta.
Yang menjadi permasalahan, kenapa harga yang tertera di SPK tidak sama dengan yang dibayar oleh pembeli dan kenapa SPK diserahkan ke pembeli setelah enam bulan terjadi transaksi. Di sini indikasi ada ”manipulasi pajak” yang merugikan negara. Kalau kita hitung secara sistematis selisih harga Rp 18 juta dikalikan 2.300 unit kios di lantai 3A, berarti Rp 41,4 miliar.
Sampai kapan masyarakat akan dibodohi, dijebak, dan diperas pengusaha atau pengembang? Sampai kapan pemerintah membiarkan ini terjadi? Tentu sampai kapan masyarakat mau menuntut haknya! Sangatlah jelas pengembang ataupun pengusaha tidak memiliki itikad baik.
Dan itu dapat dilihat dari sebagian pasal dari PPJB (perjanjian pengikatan jual-beli). Karena pada saat awal transaksi isi dari PPJB tidak diperlihatkan oleh penjual. Dan PPJB diserahkan ke konsumen setelah lebih dari satu tahun transaksi. Semoga instansi terkait akan lebih memberikan pengawasan dalam hal pembuatan PPJB.
TOBROY Jalan Kemanggisan Raya, Palmerah Barat, Jakarta Barat.
Jangan Politisasi Agama
Mengamati perkembangan politik di Tanah Air, memperlihatkan kesemrawutan yang semakin parah. Bahkan telah menyeret lembaga nonpolitik (agama) yang sesungguhnya tak terkait sama sekali dengan persoalan politik. Seperti masalah Unit Kerja Presiden untuk Pengelolaan Program dan Reformasi (UKP3R). Masalah ini telah menarik dua sosok pemimpin organisasi keagamaan terbesar di Tanah Air, Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, Hasyim Muzadi dan Din Syamsuddin, untuk ikut berkomentar terhadap masalah yang sama sekali tak terkait dengan lembaga yang dipimpinnya. Yang sangat disayangkan komentar mereka justru ikut memperkeruh suasana perpolitikan nasional.
Kalau kita renungkan apa urgensinya Hasyim Muzadi dan Din Syamsuddin mengomentari sebuah lembaga yang sejatinya merupakan hak prerogatif presiden. Mengapa keduanya tidak begitu kritis terhadap kinerja kabinet yang langsung maupun tidak langsung sebagian di antara mereka memiliki ikatan emosional dengan organisasi yang dipimpinnya. Atau mereka kritis terhadap kinerja anggota dewan yang lebih senang berbagi kekuasaan daripada memikirkan rakyat. Atau prihatin atas ketidaksinkronan penetapan hari Lebaran yang sering membuat bingung umat.
Jangan sampai elite agama melenggang ke sana-kemari, sementara umatnya kebingungan. Bahkan, sebagian dari mereka lebih suka menghakimi daripada memahami perbedaan.
Pertanyaan ini berangkat dari keprihatinan saya sebagai warga masyarakat yang awam yang kebetulan beragama Islam. Saya khawatir komentar mereka terhadap persoalan politik dapat memperkeruh suasana. Dan kalau ini terjadi, kesan bahwa agama menjadi biang kekerasan dan kerusuhan sosial sulit dibantah. Alangkah baiknya jika pemimpin organisasi agama dan elite agama lainnya lebih menyebarkan budaya damai. Jangan terpancing lagi pada persoalan politik yang dapat memperlebar sekat-sekat primordial. Akibatnya akan sangat perih.
M. SULTANUL ARIFIN Jalan Dewa Ruci, Rangkapan Jaya Baru, Depok
Bangga Indonesia Jadi Anggota DK PBB
Bangsa Indonesia patut bangga karena terpilih menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB). Hal itu sangat tepat karena kehadiran Indonesia di Dewan Keamanan bersifat multirepresentasi. Indonesia adalah negara Asia, negara sedang berkembang, tokoh Gerakan Nonblok, negara dengan populasi terbesar keempat, dan negara dengan penduduk muslim yang terbesar di dunia. Selain itu, Indonesia adalah negara yang paling dinamis di kawasan Asia Tenggara dan sudah lama memberikan kontribusi bagi penciptaan perdamaian dunia.
Betul apa yang dikatakan mantan Dirjen Politik Departemen Luar Negeri Wirjono Sastrohandojo, terpilihnya Indonesia sebagai anggota tidak tetap DK PBB periode 2007-2008 bukan hanya simbol kepercayaan dunia internasional, tetapi juga tantangan dalam bersikap. Tantangannya adalah bersikap sesuai dengan prinsip atau mempertimbangkan berdasarkan konsekuensi, situasi, kondisi, dan kemampuan Indonesia.
Terpilihnya Indonesia juga merupakan simbol kepercayaan dunia. Di forum ini, kita akan lebih jelas lagi dalam menyuarakan sikap tentang persoalan dunia. Tentu saja, kepercayaan tersebut tak berhenti di situ. Jika dulu sikap dan pidato-pidato wakil Indonesia di PBB kurang mendapat perhatian, kali ini publik dunia akan mendengarkan apa yang dikatakan dan disikapi oleh ke-15 anggota DK PBB asal Indonesia.
Untuk membuktikan bahwa kita adalah negara yang multirepresentasi dalam DK PBB, Departemen Luar Negeri harus menempatkan diplomat-diplomat yang brilian. Mereka harus mengerti permasalahan dan mampu menyampaikan pendapat secara jelas. Sebab, Dewan Keamanan adalah satu-satunya organ PBB yang mengeluarkan kebijakan-kebijakan dunia yang mengikat.
RETNO SAWITRI [email protected]
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo